SUMBER, fajarsatu.- Pada kesempatan di tengah Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Cirebon, terjadi satu kejadian menarik yang jarang terjadi.
Kejadian tersebut dilakukan Kepala Bidang Pelatihan dan Produktifitas Kerja Disnaker Kabupaten Cirebon, Prihatna Sudarma yang melakukan interupsi d itengah jalannya paripurna terkait molornya waktu sidang paripurna dari yang telah dijadwalkan.
“Kejadian yang seperti ini sudah lama terjadi sejak tahun 1999 dan itu rapat selalu terlambat,” kata Prihatna yang ditemui selepas menghadiri paripurna, Senin (19/8/2019).
Diungkapkannya, saat ini pemerintah sudah memiliki semboyan Bangsa Indonesia Unggul Indonesia Maju yang melandasi dirinya dengan berani melakukan interupsi ditengah rapat paripurna DPRD.
“Diawali dengan tepat waktu, dan saya cuma ingin tepat waktu karena DPRD harus memberikan contoh baik bagi masyarakat,” ujarnya.
Menangapi soal kejadian ASN yang interupsi dalam Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Cirebon, Ketua DPRD yang juga sebagai pimpinan sidang, H. Mustofa angkat bicara.
“Itu bukan interupsi, karena sesuai tata tertib gak ada itu istilah interupsi dari pihak undangan, ” kata Mustofa, Senin (19/8/2019).
Lanjut dia, pada kejadian yang tidak terduga itu, Mustofa menegaskan bila dirinya tidak melihat seragam salah seorang ASN yang melakukan interupsi, melainkan melihat sebagai seseorang yang berbicara ketika melakukan interupsi.
“Yang jelas saya juga gak tahu apakah orang itu datang sesuai undangan atau tidak, setelah dicek di buku undangan yang bersangkutan tidak jelas dalam menuliskan namanya,” jelasnya.
Ditambahkannya, seorang ASN yang melakukan interupsi tersebut dinilainya memiliki keinginan untuk populer dengan cara memanfaatkan paripurna sebagai ajang cari sensasi.
“Ya bisa saja tadi itu cuma untuk cari popularitas saja yang memanfaatkan paripurna,” ucapnya.
Meskipun demikian, Mustofa yang kerap di panggil Jimus ini sebagai sapaan akrabnya menilai bila dari apa yang dilakukan oleh seorang ASN itu tetap menjadi kritik bagi DPRD.
Yya itu tetap jadi kritik buat kita,” tuturnya.
Masih kata Mustofa, dalam sidang paripurna terdapat tata tertib soal tolak ukur batas waktu dalam pelaksanaan paripurna. Dengan keterlambatan waktu yang terjadi, dirinya menghormati masing-masing fraksi dalam memastikan untuk merumuskan rekomendasi sebagai bentuk pengawasan DPRD.
“Dalam paripurna yang memiliki hak berbicara itu pimpinan dewan, untung aja orang itu gak saya usir dari ruang rapat paripurna,” tegasnya. (FS-7)