BANDUNG, fajarsatu.- Secara mengejutkan terjadi perubahan konstelasi politik di tingkat elite politik. Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Suharso Monoarpa dan Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum merapat ke Prabowo Subianto. Turut pula hadir Bupati Bogor yang merupakan Ketua DPW PPP Jabar Ade Yasin.
Untuk kepentingan apa para petinggi PPP merapat ke Gerindra? Banyak spekulasi berkembang setelah adanya pertemuan itu.
“Ade Yasin jelas karena dia menjadi Bupati Bogor. Artinya, ia penguasa wilayah di mana Hambalang tempat kediaman Prabowo berada di wilayah Kabupaten Bogor yang dipimpinnya. Selain itu, Wakil Bupati Bogor Iwan Setiawan pun merupakan Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Gerinda Kabupaten Bogor,” terang H. Daddy Rohanady, salah satu anggota DPRD dari Partai Gerindra yang terpilih kembali untuk periode 2019-2024.
Dalam konteks Ade Yasin, Lanjut Daddy, tampaknya kedatangannya ke rumah Prabowo relatif lebih mudah dipahami. Demikian pula kehadiran Ketua Umum PPP Suharso Monoarpa. “Ia jelas mengantar Ade Yasin,” katanya kepada fajarsatu.com melalui telepon selular, Senin (9/9/2019).
Lantas bagaimana dengan Wagub Jabar Uu Ruzhanul Ulum? Ini yang menarik. Ada yang menafsirkan pertemuan itu bagi Uu merupakan “balik kanan”.
Dikatan Daddy, ketika menjadi pasangan calon kepala daerah Jabar, Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum berada di kubu yang berbeda dengan Gerindra.
“PPP pada pemilihan gubernur Jabar 2018 menjadi salah satu pengusung pasangan Emil-Uu, sedangkan Gerindra dan PKS mengusung Sudrajat-Syaikhu,” ucapnya.
Mungkinkah Uu merasa tak diberdayakan secara proporsional oleh Gubernur Jabar Ridwan Kamil? Benarkah ia merasa benar-benar hanya menjadi ban serep? Kalau ya, ini pasti mermbuat seorang Uu yang mantan Bupati Tasikmalaya itu tidak nyaman.
Sebagai mantan orang nomor satu yang biasa memainkan segala peran di daerahnya, tambah legislator Dapil XII Kota/Kabupaten Cirebon-Indramayu ini, bisa jadi kini ia merasa kurang optimal mengaktualisasikan konsep pembangunannya.
“Maka, jalan yang ditempuhnya adalah merapat ke Gerindra yang menjadi pemenang dalam pileg tingkat provinsi di Jawa Barat,” ujarnya.
Daddy yang juga merupakan Wakil Ketua DPD Gerindra Jabar menjelaskan, dengan 25 anggota dewan yang dimiliki, Gerindra menjadi kekuatan politik yang tak bisa disepelekan.
“Mengapa demikian? Jika Gerindra bergabung dengan PKS, total sudah 46 kursi DPRD yang dikuasai. Ketika PPP bergabung, jumlahnya menjadi 48. Artinya, hanya butuh 13 suara lagi seandainya pengambilan keputusan di DPRD sampai ditentukan melalui voting,” paparnya.
Padahal, koalisi yang terbangun pada saat pilgub, Gerindra dan PKS bergabung dengan PAN. Jadi, koalisi ini sudah menganyongi 55 suara dari total 120, hanya butuh tambahan 6 suara.
Di sisi lain, imbuh Daddy, andai ditinggalkan PPP, Ridwan Kamil hanya tinggal diusung PKB, Nasdem dan Perindo yang totalnya 17 suara saja. Hal ini karena tak satu kursi pun diraih Hanura di DPRD Provinsi Jabar.
“Andai saja PDIP apalagi jika ditambah dengan Golkar bergabung, maka suara mayoritas berada di kubu yang tidak mendukung Ridwan Kamil,” ucap Daddy.
Ia memperkirakan, PPP dan Uu sadar betul akan hal itu, maka diputuskanlah PPP merapat ke Gerindra.
Lantas ke mana moncong senjata Gerindra diarahkan? “Kami masih menunggu arahan DPP,” pungkas mantan Wakil Ketua Komisi IV ini. (FS-2)