SUMBER, fajarsatu.- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Cirebon menyayangkan ambruknya dua ruang kelas SMPN 2 Plumbon belum lama ini.
Hal itu dinilai karena kurang telitinya dinas pendidikan (Disdik) setempat, sebab tidak punya data base terkait inventarisir seluruh kondisi sekolah.
Anggota DPRD Kabupaten Cirebon, H Mustofa mengatakan, dirinya sangat menyayangkan peristiwa ambruknya ruang kelas SMPN 2 Plumbon.
Harusnya, di era sekarang ini, sekolah ambruk tidak lagi terjadi. Dan harusnya jangan ada bahasa “lempar handuk”, atas peristiwa tersebut.
“Sekolah ambruk tidak seharusnya terjadi di era sekarang. Sebab kan pola penganggaran sudah berbasis kinerja. Kasus SMPN 2 Plumbon justru luput dari pantauan Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon,” kata Mustofa, Kamis (3/10/2019).
Ia melanjutkan, Disdik Kabupaten Cirebon jangan sampai ada statmen bahwa insiden itu di luar kemampuan mereka, karena hal itu adalah musibah.
Tetapi, harusnya ada langkah dan upaya kinerja yang bisa diantisipasi oleh mereka.
“Rehab bangunan gedung sekolah itu jangan berdasarkan kedekatan ataupun faktor lainnya. Sehingga, ada pemerataan pembangunan. Dan pendataan juga harusnya dengan sistem bottom up. Selama ini, Dinas Pendidikan tidak maksimal. Padahal, sistem bottom up bisa dijadikan rujukan,” ungkap Mustofa.
Menurut pria yang akrab disapa Jimust ini, usulan ruang kelas rusak berat itu jangan mengandalkan Data Pokok Kependidikan (Dapodik) Kemendikbud.
Tapi, dari dulu sejak tahun 2008 sudah ada program yang namanya role sharing, yakni pembagian bangunan rusak berat, sedang dan ringan. Sayangnya, program itu tidak tuntas.
“Maka, harus didata ulang. Pendataan itu harus secara teknis. Bukan asal data saja. Teknisnya, mulai dari usia bangunan, terakhir direhab harus jelas. Selama ini data detail secara rill teknis itu tidak pernah ada. Bahkan, dinas teknis seperti tidak tahu,” katanya.
Ia mengaku, ketika beberapa kali diusulkan melalui APBN tidak pernah masuk.
Disdik Kabupaten Cirebon harusnya cerdas, bisa mengalihkan usulan itu ke APBD setempat.
Jadi, jangan bicara keterbatasan anggaran ketika bicara good goverment.
“Data base sekolah yang dimiliki Dinas Pendidikan harusnya betul-betul di inventarisir dengan kondisi yang ada. Kemudian secara sistem dibuat, bangunan di atas 5 tahun, mana bangunan yang usianya di atas lima tahun dengan kontruksi yang secara kualitas harus di rehab untuk diperbaiki,” ungkapnya.
Mantan Ketua DPRD Kabupaten Cirebon periode 2014-2019 ini menegaskan, Disdik jangan beralasan karena keterbatasan anggaran dari APBD sehingga tidak mencukupi rehab sekolah yang rusak.
Sebab, kata dia, selama ini pihaknya tidak pernah membatasi maupun mempersulit proses penganggaran dalam sebuah perencanaan pembangunan.
“Apa yang disampaikan Dinas Pendidikan itu harus detail, keterbatasan karena faktor apa yang dimaksud. Kalau usulan dari dinas teknis dan kajiannya berdasarkan rehabilitasi tidak mungkin, tidak disupport. Kesalahan dinas teknis itu kan karena tidak diimbangi dengan data spesifikasi bangunan,” katanya.
Jadi, kata dia, jika ada statmen bahwa legislatif tidak menyuport anggaran besar untuk rehab sekolah, itu lebih dikarenakan selama ini usulan Dinas Pendidikan itu tidak berdasarkan kajian teknis. Tapi hanya sebatas data saja.
“Jadi penting ada data base, sebab ketika data base sudah jelas, kemudian ada ketentuan yang mengatur melalui peraturan bupati (perbup),” kata Jimust. (FS-7)