CIREBON, fajarsatu.- Upacara Panjang Jimat menjadi puncak peringatan Maulid Nabi Muhammad di Keraton Kasepuhan, Minggu (10/11/2019) malam.
Ribuan masyarakat dari berbagai daerah memadati kawasan Keraton Kasepuhan. Mereka rela berdesakan hanya untuk mengikuti prosesi panjang jimat.
Prosesi Panjang Jimat secara rutin dilaksanakan setiap tahun setiap 12 Rabiul Awal Hijriyah. Upacaranya pun tidak pernah berubah dan selalu dilaksanakan sesuai tata cara yang sudah turun temurun.
Upacara Panjang Jimat ini diawali dengan pembacaan sholawat nabi oleh seluruh warga keraton dari bada magribh hingga pukul 21.00 WIB. Ritual upacara Panjang Jimat ini dibagi ke dalam sembilan kelompok yang memiliki tugas dan peranannya sendiri.
Selain itu, tradisi upacara Panjang Jimat ini memiliki urutan-urutan tertentu yang menggambarkan prosesi kelahiran Nabi Besar Muhammad saw yang dilambangkan melalui simbol-simbol tertentu yang sarat akan nilai-nilai dan filosofi luhur.
Ritual Upacara Panjang Jimat dianggap penting dan merupakan puncak dari tradisi Muludan ini memiliki makna yakni “Panjang” yang bermakna tanpa batas seumur manusia,
Setelah itu, para abdi dalem Keraton Kasepuhan satu-persatu membawa lilin, lampu lampion, dan barang-barang peninggalan keraton. Seperti tombak hingga tujuh piring peninggalan Walisanga dikeluarkan sebagai tempat hidangan dan makanan. Ada 16 simbol arak-arakan yang menceritakan drama kelahiran Nabi Muhammad.
Barang tersebut kemudian dibawa ke Langgar Agung Komplek Keraton Kasepuhan. Setelah dibawa ke Langgar Agung, hidangan disajikan dan para abdi dalem membaca Kitab Barjanzi.
Makanan yang sudah mendapat doa-doa itu kemudian dibagi-bagikan kepada sultan, keluarga sultan, abdi dalem dan warga.
Saat itulah makanan yang telah didoakan seperti bekasem ikan, nasi tumpeng, nasi uduk, nasi putih dan terutama “nasi jimat”, menjadi rebutan ribuan warga yang sudah menunggu di halaman keraton.
Nasi jimat yag menjadi sajian utama pelal ini dimasak dalam rendaman minyak goreng langsung saat masih berupa beras yang dimasak dengan kayu bakar di dapur mulud. Kayu bakar yang digunakan pun didatangkan khusus dari tempat-tempat yang dikeramatkan.
Menurut Sultan Keraton Kasepuhan, PRA Arief Natadiningrat, upacara ini untuk mengingatkan kepada seluruh warga negara Indonesia untuk kembali meneladani akhlak Rasulullah.
Dijelaskannya, upacara panjang jimat memiliki makna sebuah sebuah pusaka yang dipelihara secara terus-menerus oleh masyarakat, yaitu syahadat. Masyarakat tak boleh lepas dua kalimat syahadat mulai dari lahir sampai ajal.
“Bukan sekadar menggelar tradisi saja, tapi mengingat suri teladan Nabi SAW. Salah satu suri teladan Nabi SAW adalah toleransi yang tinggi terhadap agama lain, ini bisa kita contoh oleh semua lapisan masyarakat,” kata dia. (FS-7)