CIREBON, fajarsatu.- Sega atau Nasi Jamblang merupakan makanan khas Cirebon yang sudah dikenal luas, tidak hanya sekitar Ciayumajakuning, melainkan juga sudah dikenal para pelancong dari berbagai daerah di Nusantara, khususnya yang sempat singgah di Kota Cirebon.
Soal kelezatan, sepertinya tidak diragukan lagi, nasi yang dibungkus daun jati ini sudah menjadi rujukan kuliner bila wisatawan berkunjung ke Cirebon. Namun dari semua itu, sangat sedikit warga Cirebon yang mengetahui bahwa ternyata nasi Jamblang ini diciptakan oleh seorang keturunan Cina.
Pemerhati kuliner dan budayawan Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) Nahdlatul Ulama (NU), H. Uki Marzuki menungkapkan, nasi Jambang merupakan kreasi wanita keturunan Cina yang menikah dengan warga pribumi Cirebon.
Dijelaskan Uki, keberadaan dan proses terciptanya nasi Jamblang merupakan hasil akulturasi budaya Cina dan Cirebon.
“Hal itu dapat kita telisk dari jenis menu masakannya. Misalnya sayur tahu, beef steak, sate kentang, telor ceplok, balado dan paruh (kebuk), memiliki akar yang kuat dengan negeri tirai bambu. Sedangkan kultur lokal Cirebon sebagai daerah pesisir terwakili ikan panjelan, cumi, udang tepung dan lainnya,” katanya dalam sebuah obrolan dengan fajarsatu.com di kediamannya. Sabtu, (18/1/2020).
Diceritakannya, wanita keturunan Cina itu bernama Tan Piauw Lun yang kemudian dikenal dengan nama Nyi Pulung . Wanita ini menikah dengan pengusaha pribumi Cirebon, Ki Antra (H. Abdul latif) yang membuat berbagai resep olahan makanan yang dikenal sekarang.
Lanjut Uki, nasi Jamblang awalnya bukan untuk dijual melainkan untuk disedekahkan pada warga pribumi yang sedang bekerja di pabrik gula dan spirtus milik Belanda di wilayah Palimanan dan Gempol.
“Awalnya menu nasi Jamblang yang dibuat Tan Piauw Lun alias Nyi Pulung hanya tujuh macam. Seiring perkembangan dan inovasinya secara bertahap variasi menunya terus bertambah,” ucap dia.
Menurut berbagai sumber, katanya, nasi Jamblang Tulen yang berlokasi sebelah utara Jalan Bypass Jamblang. diyakini sebagai tempat pertama Tan Piauw Lun memberikan sedekah dan berjualan nasi Jamblang. “Hingga kini masih diteruskan oleh keturunannya,” ungkap Uki.
Ia memaparkan, banyak hal yang bisa dipelajari dari proses terciptanya Nasi Jamblang. “Pertama, nilai spiritual diawali sebuah keikhlasan dalam dalam bersedekah, dimana nasi tidak dijual melainkan diberikan kepada pekerja yang sedang membangun pabrik gula dan spiritus milik Belanda, tanpa meminta imbalan dan dilakukan terus menerus (setiap hari bersedekah tanpa putus),” ujarnya.
Kedua, lanjut Uki, akulturasi budaya, bila diperhatikan dengan seksama masakan yang dibuat Nyi Tan Piauw Lun (istri H. Abdul latif ) seperti sayur tahu, sambal goreng kentang, kebuk goreng, tahu dan tempe merupakan makanan khas bangsa Cina.
“Sementara nilai lokal Cirebon terlihat dari menu ikan asin panjelan, sayur tahu dan olahan kentang merupakan hasil olahan kreasi perpaduan resep Cina dan Cirebon,” paparnya.
Ketiga, tambah dia, jiwa kreatifitas Nyi Tan Piauw Lun, yaitu memanfaatkan bahan makanan yang kurang produktif menjadi produktif dan disukai banyak orang.
Uki mencontohkan makanan kebuk (paruh) yang saat itu keberadaan paru merupakan limbah yang tidak bisa dimanfaatkan karena memiliki rasa yang pahit.
“Berkat keahliannya mengolah makanan, tangan dingin Tan Piauw Lun berhasil mengolah paruh menjadi makanan yang bisa dinikmati dan disukai banyak orang,” pungkas Uki. (irgun)