BANDUNG, fajarsatu- Munculnya maklumat yang melarang masyarakat mudik ke kampung halaman masing-masing, ditanggapi serius anggota Komiai IV DPRD Provinsi Jabar, H. Daddy Rohanady. “Tidak bisa asal larang,” jawabnya saat dihubungi via telepon genggamnya, Senin (30/3/2020).
Menurut Daddy, masyarakat memilih mudik pasti bukan tanpa alasan. Memang, pilihan yang diambil masing-masing pemudik akan berbeda. Pertanyaannya bukan patuh atau tidak patuh pada larangan.
“Setiap pilihan yang diambil pasti punya konsekwensi logis. Kalau seseorang bertahan (tidak mudik), bisa jadi karena dia sudah menghitung biaya hidup selama diberlakukannya karantina wilayah atau katakanlah lockdown total,” tandasnya.
Kalau bekal itu tidak dimiliki, lanjutnya, masa iya mereka akan memilih diam dan menunggu ajal menjemput karena puasa 14 hari “Ini bukan zamannya manusia sakti mandraguna seperti zaman dahulu kala,” lanjut Wakil Ketua Fraksi Partai Gerindra itu.
Pilihan bertahan atau mudik, lanjut Daddy, sangat tergantung pada daya dukung yang dimiliki masing-masing orang. Jika dia merasa aman bertahan, tidak mudik, dirinya yakin masyarakat akan bertahan.
“Jika tidak, mungkin dia merasa lebih aman tinggal di kampung halaman bersama keluarga besarnya sampai wabah Covid-19 mereda,” ucap Daddy.
Di sisi lain, tambahnya, pemerintah dan hampir semua kepala daerah sudah secara terbuka meminta agar menjelang lebaran tahun ini masyarakat tidak mudik. Hampir di semua daerah, mereka yang mudik akan diperlakukan sebagai Orang Dalam Pemantauan (ODP) setiba di kampung halaman.
Bahkan, katanya, bisa jadi mereka akan langsung dikarantina selama 14 hari jika ada indikasi sedang/berat terpapar wabah yang berasal dari Wuhan-China tersebut.
“Boleh-boleh saja kita melarang orang mudik. Langkah itu memang pasti akan mengurangi makin meluasnya penyebaran Covid-19,” ujar wakil rakyat dari Dapil Jabar XII (Kota/Kabupaten Cirebon dan Indramayu) ini.
Tapi jangan lupa, imbuh dia, kalau itu mau diberlakukan siapkan dulu sembako untuk perbekalan selama diberlakukannya karantina wilayah.
“Kita juga harus menyiapkan hal-hal lain untuk kebutuhan mereka yang pendapatannya langsung terpukul, padahal “napasnya” harian. Siapkah kita menanggulangi hal itu?” kata daddy bernada tanya.
Lanjut dia, jika hanya melarang mudik tetapi tidak siap menanggung konsekuensinya, pemerintah harus bersiap-siap menghadapi gelombang protes.
“Silakan saja pemerintah pusat/daerah memberlakukan Undang-Undang No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Ini bisa jadi darurat sipil. Tapi ingat, negara harus mengurus kehidupan rakyatnya. Kita semua tahu bahwa, siapa pun rela mati demi keluarganya yang kelaparan,” pungkas Daddy. (irgun)