GUNUNG JATI, fajarsatu – Salah satu momen yang paling dinanti warga Cirebon dan sekitarnya pasca Idul Fitri adalah Tradisi Grebeg Syawal yang biasanya dilaksanakan satu pekan setelah perayaan Idul Fitri.
Di masa pendemi seperti sekarang ini, pihak Keraton Kanoman selaku pelaksana kegiatan mengaku belum bisa memastikan apakah Tradisi Grebeg Syawal ini akan dilaksanakan atau tidak.
Hal ini disampaikan juru bicara Keraton Kanoman, Ratu Raja Arimbi Nurtina saat dikonfirmasi fajarsatu.com melalui sambungan telepon, Rabu (27/5/2020).
“Belum ada kepastian terkait pelaksanaan Grebeg Syawal dan teknisnya seperti apa, nanti kami masih melakukan pembahasan dengan pihak terkait,” ujar Ratu Arimbi.
Ratu Arimbi berharap, masyarakat bisa mematuhi aturan dari pemerintah di masa pendemi seperti sekarang ini sehingga wabah ini bisa segera berakhir.
Sementara itu, Kuwu Astana Kecamatan Gunung Jati, Nuril Anwar juga belum bisa memastikan apakah pelaksanaan tradisi tahunan ini bisa dilaksanakan atau tidak.
“Berdasarkan informasi yang kami dapat, Grebeg Syawal belum bisa dipastikan dilaksanakan atau tidak masih menunggu intruksi dari pihak keraton,” katanya.
Dikatakan Nuril, sejauh ini pihak pekemitan (pengelola makam Sunan Gunung Jati) mengaku sudah mempersiapkan kalau acara Grebeg Syawal akan dilaksanakan.
“Kalau persiapan sudah dilaksanakan cuma kan persiapan saja, kalau dilaksanakan kami siap, tidak dilaksanakan juga siap,” tambahnya.
Grebeg Syawal di Cirebon adalah sebuah tradisi silaturahmi yang dilakukan oleh masyarakat adat Cirebon setelah melakukan ibadah sunnah shaum (puasa) pada minggu pertama di bulan syawal.
Menurut budayawan dan sejarahwan Cirebon, Raffan Hasyim, tradisi Grebeg Syawal di Kesultanan Cirebon baru dimulai pada 1570 M setelah meninggalnya Fadilah Khan (Fatahilah) yang merupakan wali Kesultanan Cirebon sejak meninggalnya Syarief Hidayatullah pada 1568 M dan berkuasanya Pangeran Mas Zainul Arifin (Panembahan Ratu I) secara penuh pada pemerintahan Kesultanan Cirebon. (dkn)