KEJAKSAN, fajarsatu – Aliansi mahasiswa yang tergabung dalam Rakyat Alinasi Cirebon Raya menggelar demontrasi menolak Undang-undang (UU) Cipta Kerja (Omnibus Law) di DPRD Kota Cirebon, Kamis (8/10/2020).
Aksi bertagline #tolakomnibuslawa dan #mositidak percaya itu diikuti ratusan mahasisiwa dari bebagai kampus di Kota Cirebon dengan titik kumpul di Universitas 17 Agustus (Untag), IAIN Sekh Nurjati dan Universitas Swadaya Gunung Jati (UGJ) Cirebon.
Dari ketiga kampus itu, massa aksi mahasiswa berkonvoy berjalan kaki menuju DPRD Kota Cirebon, Jalan Siliwangi, Kecamatan Kejaksan.
Dalam orasinya, massa aksi menyebutkan, dalam kondisi negara darurat penyebaran Covid-19, DPR RI memberikan kejutan-kejutan dengan melakukan pengesahan RUU Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020 lalu.
Pemerintah berdallih, dengan hadirnya UU ini mampu menyelamatkan ekonomi negara yang lemah dan mengestaskan kemiskinan melalui investasi.
“Padahal UU tersebut merugikan buruh dan rakyat serta menguntungkan para investor dan pengusaha,” tandas seorang orator.
Lanjutnya, UU Cipta berpotensi menimbulkan ancaman kerusakan lingkungan alam akibat industri dengan memberikan kelanggoran perjanjian mengenai amdal, adanya penggolongan tingkat resiko bahaya tingkat rendah, sedang dan berat yang diikuti tingkat kesulitan perjanjian yang disesuaikan dengan tingkat resiko tersebut, namun klasifikasinya tidak dijelaskan secara rinci.
“UU Cipta Kerja mengantarkan nasib pekerja dalam jurang ketidakpastian dengan adanya perubahan sistem pengupahan, seperti UMK provinsi tidak lagi menjadi acuan pengupahan terendah bagi pengupah di tingkat kabupaten/kota,” katanya.
Menurut aksi massa, menjadikan pemerintah pusat sebagai kontrol tunggal dalam hal pengawasan dan pemberian perizinan yang sebelumnya kewenangan itu merupakan kewenangan otonomi daerah. “Peralihan kewenangan akan membentuk pemerintah yang otoriter,” tegasnya.
Dalam aksi tersebut, mahasiswa menuntut empat poin, yakni menolak kehadiran UU Cipta Kerja yang tidak mengsejaterakan rakyat, mengecam DPR RI yang mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU di tengah Covid-19.
“Tuntutan ketiga, menyatakan mosi tidak percaya terhadap DPR RI dalam menjalankan amanah Rakyat Indonesa. Terakhir, mendesak DPRD Kota Cirebon untuk menyatakan sikap menolak RUU Cipta Kerja menjadi UU,” serunya.
Tuntunan aksi mahasiswa tersebut diterima sejumlah anggota DPRD Kota Cirebon. Mereka diterima dengan baik dan berjanji tuntutan mahasiswa ini akan diteruskan ke DPR RI.
Di tengah aksi mahasiswa, sejumlah kelompok marangsek maju untuk ikut bergabung dengan aksi mahasiswa. Namun pihak Kepolisian Resot Cirebon Kota menahan kelompol aksi massa dengan alasan aksi masa tersebut ilegal.
Massa yang berjumlah hampir ribuan melakukan aksi pelemparan batu terhadap petugas yang melakukan penjagaan. Pihak kepolisian menembakkan gas air mata dan water cannon.
Polisi menghalau massa yang tadinya berkumpul di Jalan Siliwangi Kota Cirebon, dipukul mundur oleh polisi, hingga berpencar menuju Jalan Karanggetas dan Jalan Kartini. Sempat terjadi adu lempar batu di Jalan Kartini, tepatnya di jalan kereta api yang memotong Jalan Kartini.
Mereka membakar ban bekas dan melempari petugas denga batu. Sejumlah aparat keamanan yang terkena lemparan batu. Polisi membalasnya dengan tembakan gas air mata. Sementara sejumlah massa aksi ditangkap polisi.
Sebelum aksi anarkis berlangsung, polisi sempat meminta aksi massa ilegal untuk segera membubarkan diri, karena tidak memiliki izin melakukan aksi. Imbauan tersebut kemudian disambut oleh lemparan batu oleh massa, yang mengakibatkan bentrok besar terjadi. (irgun)