MAJALENGKA, fajarsatu – Upaya dalam pencegahan terjadinya kekerasan terhadap anak dan upaya P2TP2A dalam penanganan anak korban kekerasan di antaranya dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang bertujuan memberikan pemahaman tentang bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak seperti perundungan fisik, verbal, mental/psikologis hingga perundungan di dunia maya.
Hal tersebut diktakan Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Majalengka, Hj. Dedeh Karna Sobahi ketika mengikuti Webinar perilaku bullying (Perundungan) di dalam pergaulan para Santri di Pondok Pesantren, di Gedung Yudha Karya Abdi Negara, Jumat (2/10/2020).
“Selain itu, berkoordinasi dengan pihak lain dalam rangka penanganan kasus anak korban kekerasan dengan pihak medis, Unit PPA, Lembaga Bantuan Hukum, hingga psikolog. Juga memberikan layanan konseling hingga menjadi mediator bagi anak korban kekerasan dengan pihak lain yang terkait,” terang Dedeh.
Terpisah maraknya kasus kekerasan terhadap anak, memunculkan desakan publik Peraturan Daerah tentang Perlindungan Anak. Ketua LPA Majalengka Aris Prayudha menyebut, pada catatan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Majalengka pada tahun 2019 ada sekitar 32 kasus kekerasan terhadap anak.
“Sementara jumlah narapidana yang sudah berada di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) II B Majalengka, hampir sekitar 45 persen merupakan kasus kekerasan terhadap anak atau pencabulan. Pada tahun 2020 hingga ulan Juli ini, angka kekerasan terhadap anak sudah mencapai 4 kasus,” papar Aris.
Dia mendesak Pemkab Majalengka untuk segera menerbitkan perda atau perbup tentang perlindungan anak dan sekaligus juga menyiapkan rumah aman untuk anak.
Menurutnya, Kabupaten Majalengka yang dijuluki sebagai predikat Kota Layak Anak itu, justru berbanding terbalik dengan fakta di lapangan.
Aris prihatin, saat kasus pelecehan seksual di Kertajati yang menimpa anak berumur 8 tahun, termasuk kasus di Jatiwangi.
“Jika tanpa adanya regulasi yang diterbitkan pemerintah soal perlindungan anak, kasus kekerasan terhadap anak akan terus meningkat. Di sisi lain, tidak sedikit orang tua korban kekerasan anak, melapor ke pihak kepolisian dengan alasan tertentu,” katanya.
Jika tanpa regulasi jelas, dirinya khawatir tidak terjaminnya perlindungan anak. Dengan regulasi, nantinya keterjaminan perlindungan anak dan perempuan bisa terlindungi dengan pendampingan dan proses Traumatic Healing serta proses mediasi pemulihan Anak. (gan)