Oleh: Nurlela Nasution
HIDUP di era digital menuntut wanita untuk bisa lebih maju. Terkadang wanita juga harus meninggalkan perannya, bahkan berubah peran karena emansipasi wanita dan isu persamaan gender. Inilah alam demokrasi. Menuntut wanita keluar dari kodratnya. Namun, ketika wanita mengikuti perkembangan zaman, wanita juga yang merasakan dampaknya.
Komisi Nasional (Komnas) Perempuan mendapat tujuh temuan tren kekerasan yang berkembang sesuai konteks dari tahun ketahun.
“Itu merupakan catatan pendokumentasian berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani baik oleh 237 lembaga negara maupun lembaga masyarakat serta pengaduan yang langsung datang ke komnas perempuan,” ujar Ketua Komnas Perempuan Azriana, di kantor Komnas Perempuan. (suara.com, 7/3/2018).
Berdasarkan Catatan Akhir Tahun (Catahu) 2018 Komnas Perempuan, tujuh temuan tersebut ialah:
- KDRT, Femicide, Poligami, dan Perkawinan Anak.
- Kekerasan terhadap perempuan (KtP) berbasis Cyber.
- Incest.
- Pelaku kekerasan seksual diranah personal, ada tiga kategori tertinggi yaitu: Pacar 1.528 kasus, Ayah Kandung 452 kasus, dan paman 322 kasus. Itu dari kategori pelaku.
- Konflik Sumber Daya Alam dan Pemiskinan.
- Perempuan masih menjadi sasaran yang disalahkan, dibully termasuk dalam konteks perselingkuhan, poligami dan kejahatan perkawinan lainnya, sementara pelaku lolos dari penghakiman.
- Politik populisme sudah menawan isu-isu krusial menjadi jalan di tempat atau bahkan kemunduran dalam penanganan isu pelanggaran HAM masa lalu atau semakin buruknya isu-isu HAM perempuan yang dipolitisasi atau dianggap mengganggu moral mayoritas seperti minimnya suara mencegah persekusi pada minoritas agama, minoritas seksual, politisasi isu perzinahan yang tidak bisa dibedakan dengan kekerasan seksual dan lain-lain.
Dilansir dari kompas.com, 20/12/2020, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan banyak negara di dunia, termasuk Indonesia yang hingga saat ini masih menempatkan kedudukan perempuan di posisi yang tidak jelas.
Dia pun mengatakan berdasarkan hasil studi Bank Dunia, ada lebih dari 150 negara memiliki aturan yang justru membuat hidup perempuan menjadi lebih susah.
“Di dunia, enggak cuma di Indonesia memang cenderung meletakkan perempuan di dalam posisi apakah itu dari sisi norma nilai-nilai kebiasaan budaya, agama sering mendudukan perempuan itu di dalam posisi yang tidak selalu jelas,” katanya dalam acara Girls Leadership Class.
Wanita selalu menjadi objek kekerasan dan menjadi objek eksploitasi. Inilah wajah demokrasi di mana kebebasan menjadi andalannya. Wanita menjadi lebih liberal dan sekuler. Wanita seakan-akan selamat dan diselamatkan padahal sesungguhnya wanita dirusak dari sisi perannya sebagai ibu menjadi tulang punggung pencari nafkah, bahkan berubah menjadi pemimpin rumah tangga.
Rasulullah bersabda “Tidak akan beruntung suatu kaum yang perkaranya dipimpin seorang wanita”. (HR.Bukhari)
Dalam Islam sendiri wanita memiliki peran dan kedudukan yang sangat mulia. Wanita menjadi Ummu wa robbatul bait yang artinya ibu sekaligus pengatur rumah tangga. Bukan hanya sebagai istri saja, seorang wanita akan menjadi ibu luar biasa yang mengurusi anak-anaknya, sehingga lahirlah sebuah peradaban yang luar biasa pula, seperti sosok Imam Syafi’i, Shalahuddin Al Ayyubi yang lahir dari seorang ibu yang berperan penting mendidik anaknya menjadi anak yang luar biasa.
Inilah kemuliaan seorang wanita dalam Islam. Bahkan Allah SWT memuliakan wanita dengan diturunkannya surah An-nisa. Dengan kedudukan yang mulia ini, maka wanita tidak perlu keluar dari ranahnya dan meninggalkan tugas mulia yang Allah berikan.
Firman Allah SWT:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)…” (QS. An-Nisa’: 34)
Hanya dengan Syariah Islam wanita menjadi mulia dan sejahtera, dan hanya sebuah Negara Islam di bawah naungan Khilafah yang mampu mewujudkannya.
Wallahu’alam Bisshowwab, (*)
(*) Penulis adalah Aktivis Muslimah, tinggal di Medan