Oleh: Umi Jamilah
(Aktivis Muslimah)
ABU Dzar ra. berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda yang artinya:
“Siapa saja yang menjadi wali (menguasai) seseorang, nanti pada hari kiamat akan didatangkan lalu ditegakkan di atas jembatan Jahanam. Apabila ia berbuat baik, ia selamat. Apabila ia berbuat jahat (curang), jembatan itu akan terbelah, lalu ia terlempar ke dalam Jahanam selama tujuh puluh tahun, sedangkan Jahanam itu gelap gulita.”
Hadis di atas menunjukkan makna politik yaitu mengurusi kepentingan umat. Di mana politik adalah unsur terpenting dalam Islam. Merujuk pada politik, belum lama ini terjadi perubahan kabinet terhadap enam menteri yang salah satunya adalah Menteri Agama.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menegaskan, bahwa sekarang ini agama harus dijadikan sebagai inspirasi dan penerang jiwa setiap bangsa juga dijalankan oleh pribadi-pribadi agar bisa menebarkan welas asih sesama manusia. Akan tetapi, agama bukan sebagai aspirasi untuk menjalankan perpolitikan di negeri ini.
Dari laman facebooknya Menurut Yaqut, jangan gunakan agama untuk membenturkan kelompok satu dengan yang lain dan juga jangan menggunakannya untuk sarana mencapai tujuan politik yang mengganggu stabilitas negara. (viva.co.id, 24/12/2020).
Dari pernyataan di atas menjelaskan bahwa agama jangan di bawa masuk ke ranah politik. Agama diharapkan hanya di jalankan pada batas-batas tertentu saja. Contohnya, hanya di jalankan pada aspek ibadah semata sedangkan aspek kehidupan yang lain di pinggirkan. Padahal politik itu mengurusi urusan umat.
Bagaimana mengurusi umat tersebut akan berjalan baik jika tidak diikutkan agama di dalamnya. Ketika kita melihat kenyataan yang terjadi sekarang ini. Permasalahan yang timbul karena memisahkan politik dari agama.
Kapitalisme menggunakan dasar sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Menjadikan akal manusia hanya mengakui “Tuhan” sebagai pencipta saja tanpa menggunakan aturan-Nya dalam kehidupan ini.
Manusia akan membuat aturan sekehendak mereka sendiri. Dalam memandang masyarakat, kapitalis hanya menganggap bahwa kumpulan individu-individu tersebut sudah masuk pada kategori masyarakat walaupun memiliki pemikiran yang berbeda.
Dalam sistem Demokrasi-Kapitalis, Penguasa membuka semua pintu masuk ke berbagai aspek, baik ekonomi, hukum, pendidikan, kesehatan maupun sosial. Tak ayal hanya yang kuat yang bisa memasukinya. Dalam perdagangan saja, bagi yang bermodal besar dia bisa bertahan, sedangkan yang bermodal pas-pasan dia akan gulung tikar. Standar yang di gunakan dalam sistem kapitalis ini tidak jelas. Memberikan aturan sesuka hati, tidak ada jaminan bagi rakyat dalam hal kesehatan, jiwa maupun harta.
Dalam Islam, politik itu mengatur urusan umat, baik urusan dalam negeri maupun luar negeri. Sedangkan politik juga di lakukan oleh umat dan Al-Hakim (Penguasa). Penguasa menjalankan aturan syariah sedangkan rakyat sebagai pengontrol dan pengoreksi kepada penguasa jika terjadi kesalahan dalam menjalankannya.
Seperti yang pernah terjadi pada masa Khalifah Umar bin Khattab ra, ketika menetapkan mahar seorang calon suami kepada calon istrinya maksimal sebesar 400 dirham, saat itu juga seorang wanita memprotes kebijakan Khalifah Umar dan akhirnya mengubah kebijakan tersebut dengan menetapkan sesuai dengan aturan Allah dan Rasul-Nya yaitu calon suami boleh memberikan mahar yang sangat banyak kepada calon istri tersebut.
Begitulah seharusnya menjadi seorang pemimpin yang adil. Ketika dikontrol dan dikoreksi oleh rakyatnya akan merasa senang bukan malah memusuhi seperti yang terjadi di zaman ini. Ketika rakyat mengoreksi kebijakan penguasa, yang ada malah di kriminalisasi, ada pula yang di tangkap dan di masukkan ke penjara.
Dalam kitab hadis Al-hadis karangan Syekh Ismed Al-Khamuri menjelaskan di bagian muqoddimah.
Pertama, Islam adalah risalah basyariyah yang ditujukan untuk seluruh umat manusia. Karena ada yang mengaitkan Islam itu dengan etnis arab. Harusnya, bukan dengan mempersempit maknanya tersebut. Karena Islam itu punya karakter, di mana agama itu untuk semua orang.
Allah menjelaskan dalam Al-Quran surat saba’ ayat 28 yang artinya:
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan kepada semua umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
Kedua, Islam itu risalah yang sempurna. Di sini Islam tidak hanya membicarakan masalah agama saja, tetapi mengatur semua aspek baik ekonomi, pendidikan, sosial, politik, kesehatan dan lain-lain.
Sebagaimana dalam Al-Quran surat An-Nahl ayat 89 yang artinya:
“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami bangkitkan pada setiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan engkau (Muhammad) menjadi saksi atas mereka. Dan Kami turunkan Kitab (Al-Quran) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri (Muslim).”
Ketiga, Figur dari Rasulullah Saw sendiri yaitu beliau bukan hanya menjadi nabi saja. Tetapi menjadi pemimpin umat yang mempunyai kekuasaan (Al-Hakim) berbeda dengan nabi yang lain. Karena Nabi Muhammad Saw adalah Nabi yang terakhir dan tidak ada nabi setelahnya. Sedangkan risalahnya akan di gunakan oleh umatnya sampai akhir zaman.
Dalam Islam tidak ada pengurusan umat (politik) yang dipisah dari agama. Sistem Sekulerisme dari Barat inilah yang menghancurkan semua lini kehidupan dunia. Maka, marilah kita bersama menerapkan aturan Allah secara Kaffah.
Wallahualam Bissawab