Oleh: Angga Maradeka
(Penulis adalah Sekretaris SOKSI Depincab Kab. Cirebon)
AKHIR-akhir ini curah hujan di wilayah Kabupaten Cirebon cukup tinggi. Hampir setiap hari wilayah di Kabupaten Cirebon diguyur hujan yang cukup merata. Curah hujan yang tinggi ini berbanding lurus dengan luapan debit air sungai yang ada di seluruh wilayah Kabupaten Cirebon. Kita ketahui, wilayah Kabupaten Cirebon dialiri beberapa aliran sungai seperti Sungai Cisanggarung dan Sungai Ciberes.
Aliran sungai-sungai tersebut secara luasa dan kondisi sudah jauh berkurang dikarenakan banyak faktor, mulai dari sedimentasi maupun karena luasannya yang berkurang karena dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar daerah aliran sungai, untuk permukiman maupun untuk lahan pertanian dan yang lainnya.
Hal tersebut tentunya sudah mengganggu aliran sungai sehingga lebar dari aliran sungai semakin menyempit sedangkan debit air tidak berkurang bahkan cenderung semakin banyak seiring musim penghujan.
Kondisi- seperti tersebut di atas yang penulis tangkap dan terima informasinya dari pemerintah desa setempat, seperti yang ada di wilayah Kecamatan Waled Kabupaten Cirebon. Beberapa hari terakhir empat desa di kecamatan tersebut mengalami banjir yang cukup besar dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Khusus daerah wilayah Kecamatan Waled memang dialiri oleh aliran sungai Ciberes, dimana persoalannya hampir sama yaitu sedimentasi, pendangkalan sungai dan penyempitan aliran Sungai Ciberes itu sendiri.
Maka puncaknya terjadilah banjir medio kamis malam jumat lalu sehingga beberapa desa di wilayah Kecamatan Waled, seperti Desa Gunungsari, Karangsari, Mekarsari dan Ciuyah terdampak banjir tersebut.
Apakah tidak ada solusi kongkrit? atau banjir tersebut dianggap menjadi sebuah kebiasaan yang mengharuskan masyarakatnya terbiasa?
Ketika penulis turut serta hadir dalam kunjungan Fraksi Partai Golkar ke wilayah terdampak banjir di salah satu desa di wilayah Kecamatan Waled, yakni Desa Mekarsari, memang dapat disimpulkan dari pembicaraan/diskusi beberapa kuwu di sana, bahwa memang kejadian banjir tersebut bukan hanya kali ini saja terjadi, namun sudah seringkali terjadi dan dampak dan akibatnya pun sama yang masyarakat alami.
Sebetulnya pemerintah kabupaten beserta legislatif bukan tanpa upaya, dimana memang setiap tahun dilakukan perencanaan untuk penanggulangan dan pencegahan banjir bukan hanya di wilayah Kecamatan Waled saja.
Secara pengalaman wilayah daerah Kecamatan Pasaleman pun pernah mengalami banjir besar hingga ke Kecamatan Ciledug dan Losari.
Oleh karena itu perlu kesadaran pula dari masyarakat di daerah yang kategorinya rawan banjir ini pula yang dimaksud, bagaimana kita harus berdamai dengan alam, dimana kita sebagai manusia mengembalikan fungsi daerah aliran sungai seperti semula, dimana memang air mengalir dari hulu ke hilir ataupun dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah tanpa harus adanya gangguan dan rintangan alirannya.
Adapun untuk kondisi saat ini dimana di lapangan kita sudah jauh berkurang dari lebar dan fungsi di sekitar daerah aliran sungai, maka yang perlu kita lakukan adalah dengan bersiasat melalui pihak-pihak terkait dan dengan dukungan semua satkeholder yang ada daerah-daerah aliran sungai dinormalisasi.
Sedimentasi dan pendangkalan yang terjadi dapat dilakukan pengerukan yang melibatkan semua pihak, mulai dari instansi BBWS, pemerintah provinsi hingga Pemerintah Daerah Kabupaten Cirebon melalui pemerintah desa setempat.
Selain normalisasi sungai upaya reboisasi maupun penghijauan kembali daerah resapan air sehingga air sungai maupun air hujan tidak turut mengalir ke lingkungan permukiman.
Selain itu, rencana pembuatan embung-embung yang menjadi salah satu cara sebagai tempat penampungan air dapat menjadi salah satu alternatif cara untuk menampung debit air yang terkadang tidak dapat diprediksi.
Upaya-upaya tersebut memang tidak dapat secara instan dirasakan manfaatnya saat ini, namun upaya-upaya tersebut dapat secara konsisten dan tanpa henti harus kita lakukan agar wilayah kabupaten cirebon tidak menjadi wilayah rawan banjir. (*)