Oleh: Syamsudin Kadir
(Penulis Buku “Melahirkan Generasi Unggul”)
SABTU 12 Ramadan 1442 bertepatan 24 April 2021 adalah salah satu momentum yang sangat penting bagi organisasi pemuda muslim Asia. Penting, karena paling tidak ada dua alasan, pertama, di tengah-tengah situasi pandemi: Covid-19 yang masih belum berakhir, yang bertepatan dengan Ramadan 1442, aktivis pemuda muslim lintas negara berbasis muslim seperti Asian Federation of Muslim Youth (AFMY) masih menyempatkan dan bersemangat untuk melaksanakan kegiatan Webinar.
Kedua, tema yang diangkat pada Webinar kali ini (dalam Bahasa Malaysia) adalah Perbincangan Meja Bulat Isu-isu Semasa dan Masa Depan Belia Islam. Atau dalam bahasa Indonesia, Perbincangan Meja Bundar; Isu Masa Kini dan Masa Depan Pemuda Islam (Rounttable Discussion Current Issue And The Future of Muslim Youth) ini tentu sangat menarik dan mestinya berimplikasi pada aksi ril berbagai organisasi di level negara masing-masing dan AFMY pada level Asia bahkan global.
AFMY yang dibentuk pada tahun 2001 (1422 H) ini merupakan perkumpulan berbagai organisasi berbasis pemuda muslim dari berbagai negara di Asia seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Yaman, India, Arab Saudi, Banglades, Thaliland, Miyanmar dan sebagainya.
Prof. Dr. Kamaruzaman Yusof (Prof. Kamaruzaman) dari Fakultas Sains Sosial dan Kemanusiaan Universitas Teknologi Malaysia didaulat menjadi Keynot Speaker pada acara berbasis online ini. Dengan apik dan lugas Prof. Kamaruzaman membahas substansi tema Webinar kali ini.
Seingat saya beliau menyampaikan beberapa poin, diantaranya, Pertama, pentingnya membangun kesadaran kolektif akan kesatuan umat dan peneguhan persaudaraan. Kedua, organisasi pemuda muslim perlu konsen pada isu-isu keumatan dan kepemudaan antar negara. Ketiga, perlu ada tindakan lanjutan dalam menghadirkan solusi atas masalah keumatan dan kebangsaan. Keempat, perlu penguatan pengetahuan dan wawasan keislaman. Kelima, mencari titik temu diantara keragaman isu dan latar belakang.
Kemudian, panelis pertama Muhamad Azri Azman (Azri Azman) selaku Presiden Muhammadiyah Association Singapura (MAS) membahas tentang Peranan Belia Islam dalam Isu Kudeta Miyanmar dan Pelarian Rohingya. Diantara poin penting yang disampaikan diantaranya, pertama, pemuda sejati dicirikan visi, misi, ide, semangat, dan aksi nyata.
Kedua, pemuda Islam memiliki keunggulan dari segi nilai-nilai seperti tauhid, rahmah (kasih sayang), dan ihsan (adab dan tingkah laku yang baik). Ketiga, secara khusus AFMY terutama yang berada di Asia Tenggara memiliki kesamaan dan itu menjadi modal penting berupa Agama (Islam) dan Bahasa (Melayu).
Menurut Azri Azman, tiga hal tersebut merupakan modal penting bagi pemuda muslim dalam merencanakan dan menjalankan misinya. Baginya, hal lain, AFMY perlu membangun kesadaran aktivisme pada diri pemuda muslim sebagai sebuah giat. Terutama di tengah berbagai tantangan yang terus hadir mengitari pemuda muslim, juga negeri muslim di sleuruh dunia, hal semacam itu menjadi sangat relevan dan menemukan konteksnya.
Berikutnya, panelis kedua Muhamad Afiq Awan Bakar (Afiq Awan) dari Pengurus Lajnah Antar Bangsa Dewan pemuda PAS Malaysia-DPPM membahas tema Nusantara dan Geopolitik Laut Cina Selatan. Diantara poin materinya, menegaskan bahwa organisasi pemuda muslim perlu melakukan beberapa hal penting, yaitu pertama, memperkuat pemahaman keislaman. Pemahaman keislaman yang benar akan berdampak pada tindakan yang benar. Citra Islam dan Muslim yang begitu buruk disebabkan, diantaranya, oleh pemahaman keislaman yang keliru.
Kedua, memahami dan menemukan sousi atas isu geopolitik keumatan. Solusi atas berbagai isu strategis keumatan perlu mendapatkan perhatian serius, sehingga ada tindak lanjut yang lebih ril. Dalam waktu dekat perlu diadakan pertemuan organisasi pemuda muslim sehingga ide dan pemikiran dari berbagai negara bisa dicarikan titik temu, dengan harapan menjadi solusi atas berbagai masalah umat Islam di seluruh dunia.
Lalu, panelis ketiga, H. Iman Budiman, M.Ag dari Indonesia, tepatnya selaku Ketua PW PUI Jawa Barat-Indonesia. Kali ini, Kang Ibe, demikian sapaan akrabnya, mengangkat tema Kesatuan Umat dalam Menghadapi Normalisasi Israel. Bagi mantan Ketua Umum Pemuda dan mantan Sekretaris Umum DPP Persatuan Islam (PUI) ini, masalah Palestina bukan masalah Palestina semata, ia adalah masalah umat Islam sekaligus negeri muslim di seluruh dunia.
Menurutnya, bersikap antipati dan cuek pada masalah yang dihadapi Palestina merupakan sikap yang tak elok. Padahal menurutnya, memperhatikan persoalan kaum muslim bagian dari wujud nyata persaudaraan berbasis keimanan. Memberi perhatian yang serius pada Palestina akan berdampak pada solidnya umat Islam dan berbagai organisasi pemuda muslim di seluruh dunia dalam menyelesaikan berbagai masalah lainnya.
Karena itu, berbagai negara muslim yang belum tertarik untuk mengambil peran dalam memerdekaan Palestina perlu diingatkan agar mereka tidak terjebak dengan konflik dan kepentingan ekonomi atau politik sesaat. Sebab pada sisi yang lain, berbagai negara di dunia terutama Amerika Serikat dan sekutunya justru mendukung secara penuh kepada Israel. Ke depan, seluruh negara muslim dunia perlu bersatu dan bersikap lebih tegas. Bukan itu saja, organisasi pemuda muslim dunia juga perlu mengambil bagian dan menemukan solusi masalah Palestina, di samping masalah lainnya.
Mengafirmasi Kang Ibe, Ketua Umum DPP Pemuda PUI Dr. Kana Kurniawan yang turut hadir sebagai peserta Webinar kali ini menyampaikan bahwa Islam dengan dimensi spiritual, konsep universal dan menyeluruh serta nilai-prinsip sosialnya sangat mungkin diajdikan pijakan dalam menyelesaikan berbagai masalah keumatan dan berbagai negara.
Menurutnya, Indonesia berpengalaman dalam menyelesaikan berbagai masalah dan konflik, baik dalam negeri maupun luar negeri. Bila memiliki tekad dan kemauan yang kuat maka organisasi pemuda muslim bisa belajar dari pengalaman semacam itu, dan tentu sangat mungkin menjalankan misi yang menghadirkan harmoni bagi semua.
Bahkan PUI sendiri sejak awal berdiri sudah menawarkan delapan (8) konsep perdamaian yang dikenal dengan al-Ishlah as-Tsamaniyyah, (Delapan Solusi Perbaikan) yaitu (1) perbaikan aqidah (al-ishlah al-aqidah), (2) perbaikan ibadah (al-ishlah al-ibadah), (3) perbaikan pendidikan (al-ishlah at-tarbiyah), (4) perbaikan keluarga (al-ishlah al-Ailah), (5) perbaikan masyarakat (al-ishlah al-Mujtama), (6) perbaikan adat istiadat (al-Ishlah al-Adah), (7) perbaikan perekonomian (al-Ishlah al-Iqtishodiyah) dan perbaikan umat keseluruhan (al-Ishlah al-Ummah).
Adalah Hussin Ismail dari Yayasan Amal Malaysia (YAM) turut mengapresiasi dan memberi rasa optimisme bagi aktivis pemuda muslim yang tergabung dalam AFMY ini. Menurutnya, dengan modal semangat pemuda muslim sangat mungkin mengguncang dunia. Tapi kuncinya, tidak berhenti pada perbincangan, perlu ada tindakan ril. Sebab solusi itu pada pada tindakan. Karena itu, ke depan perlu dilakukan pertemuan lebih intens agar bisa merumuskan tindakan praktisnya. Bukan saja pertemuan pemuda yang tergabung dalam AFMY tapi juga mengadakan pertemuan pemuda muslim internasional.
Pada sesi menjelang akhir saya mendapat kesempatan untuk menyampaikan beberapa hal. Pertama, AFMY perlu memperluas cakupan organisasinya, sehingga organisasi kepemudaan lainnya di berbagai negara baik yang sudah bergabung maupun belum bergabung bisa bergabung dan turut menjadi penguat. Dengan demikian, AFMY semakin kontributif dalam menyelesaikan berbagai masalah umat Islam, terutama dalam menyolidkan organisasi pemuda muslim se-dunia.
Kedua, aktivis AFMY perlu memberi perhatian yang lebih serius pada media. Pada era perkembangan teknologi informasi dan menjamurnya media, berbagai pemberitaan kerap dihegemoni oleh kepentingan yang memojokkan dan merugikan umat Islam. Ini menjadi pemantik bagi AFMY untuk memiliki media dan mengisinya dengan berbagai pemberitaan yang bergizi, seimbang dan konstruktif. Aktivis AFMY pun, lebih khusus para pengurusnya, perlu menggiatkan tradisi literasi terutama menulis sebagai upaya menebarkan ide naratif sekaligus mengisi media serta membangun opini atau wacana yang mencerahkan bagi organisasi pemuda muslim dan umat Islam se-dunia.
Sebetulnya, ada banyak peserta yang turut memberi respon, namun secara umum dari apa yang disampaikan oleh Keynot Speakre, Panelis dan Peserta, dalam ingatan saya, acara Webinar kali ini menghasilkan beberapa poin penting yang perlu ditindak lanjuti oleh AFMY, pertama, mengokohkan jaringan persaudaraan antar organisasi Islam di nusantara termasuk dalam wadah AFMY melalui hubungan yang solid terutama dalam menghadapi berbagai masalah yang dihadapi umat Islam.
Kedua, membangun kesadaran organisasi dan pemuda Islam bahwa mereka adalah pemimpin masa depan. Karena itu, pemuda Islam mesti banyak belajar dan memahami Islam dengan benar sehingga tidak terpapar oleh pemikiran dan organisasi yang menyeleweng.
Ketiga, mengokohkan cita-cita besar bahwa nusantara mesti menjadi model kokohnya umat Islam sekaligus negara-negara muslim se-dunia, sehingga menjadi penyemangat bagi berbagai organisasi dan negara di dunia betapa pentingnya kesatuan umat.
Keempat, perlu mengambil langkah strategis dari aspek politik, pendidikan, ekonomi, budaya dan media dalam membantu umat Islam di berbagai negara yang masih dirundung konflik. Komunikasi struktural dengan pemerintah (negara) dan kolaborasi dengan berbagai organisasi non negara dapat memudahkan AFMY dalam menjalankan peran pentingnya untuk menyelesaikan masalah umat Islam di seluruh dunia.
Di atas segalanya, kegiatan semacam ini, terutama pada masa pandemi ini, perlu digiatkan. Bencana non alam tak boleh membunuh semangat dan tekad kita untuk terus membangun konsolidasi dan kebersamaan, menelaah berbagai masalah keumatan dan menemukan solusinya, serta berupaya untuk menjadi pemersatu bagi keragaman umat di tengah gelombang masalah yang terus dihadapinya, termasuk untuk mendamaikan negeri muslim yang masih saja dilanda konflik dan memerdekakan negeri muslim yang masih saja dijajah oleh negeri penjajah. (*)