Oleh: SYAMSUDIN KADIR
(Penulis Buku “Melahirkan Generasi Unggul” dan Pendidikan Ramadan”)
SEPERTINYA hari ini, Rabu 28 April 2020, untuk minimal satu tulisan dari target satu tulisan lepas atau artikel per-hari selama Ramadan, saya belum menemukan ide yang tepat, kira-kira saya mesti menulis apa dan tentang apa. Maklum, sejak Selasa kemarin (27/4/2021) hingga hari ini Rabu (28/4/2021) kesehatan saya sedikit terganggu, jadi saya belum bisa menulis seputar shaum dan ibadah khas Ramadan seperti yang biasa saya lakukan hari-hari sebelumnya.
Nah, agar tetap punya tulisan, kali ini saya mesti berputar otak. Kebetulan beberapa waktu terakhir ada begitu banyak pembaca tulisan saya dari berbagai pelosok nusantara yang bertanya perihal tradisi membaca. Kebetulan juga saya, istri saya Eni Suhaeni dan kedua anak saya yang pertama dan kedua: Azka Syakira dan Bukhari Muhtadin sama-sama punya selera yang sedikit-banyak mirip yaitu suka membaca buku. Semoga anak saya yang kecil Aisyah Humaira kelak suka membaca buku juga.
Jadi, pada tulisan kali ini saya mencoba untuk memantik semangat saya dan keluarga kecil saya untuk terus menjaga tradisi baca ini secara baik. Bila diantara pembaca ada yang berkenan untuk melakukan hal yang sama, saya kira itu sesuatu banget. Ya, kita jodohlah untuk bab ini. Betul kan?
Sebagai pemantik awal, saya perlu menyatakan bahwa bangsa yang besar dan maju adalah bangsa yang warganya mencintai dan memburu ilmu pengetahuan. Kuncinya adalah membaca, terutama membaca buku yang berkualitas. Bukan masalah tebal atau tipisnya. Tapi soal isi dan substansinya.
Dalam berbagai kesempatan kita kerap menemukan banyak orang yang begitu semangat berbelanja pakian, makanan, minuman dan sebagainya. Tentu dengan merek yang wah. Pokoknya ke mana pun beli pakaian, beli makanan, beli minuman. Bahkan ada yang membuat jadwal khusus hanya untuk memenuhi seleranya. Lagi-lagi, hanya bab pakian, makan dan minuman.
Tak salah memang. Karena bisa jadi itu selera masing-masing orang. Tapi akan menjadi naif manakala belanja semacam itu tidak dibarengi dengan belanja buku. Bahkan tak ada anggaran khusus untuk membeli buku. Bayangkan, buku yang kerap dimaknai sebagai jendela ilmu pengetahuan tak dihiraukan. Bahkan, tak sedikit orang yang meremehkan buku karya orang lain, pada saat mereka tak satu pun buku karya yang ditorehkan. Jangan kan menulis buku, menulis artikel pendek pun tak bisa!
Kalau pun mau membaca buku, maunya cari buku gratisan. Atau ketika ada buku baru yang nampak di toko buku atau yang diiklankan di berbagai laman atau group media sosial, maunya gratisan alias dikasih an sich. Bayangkan, untuk pakaian, makan, dan minum rela mengeluarkan uang begitu banyak. Tapi untuk buku yang tak seberapa, malah minta gratisan.
Seorang teman yang sudah banyak menulis buku sempat menyampaikan kepada saya, “Mas Syam, apa jadinya kalau semua orang minta buku gratisan padahal cuma lima puluh ribu rupiah, sementara untuk baju baru rela menghabiskan jutaan rupiah, untuk makan dan minuman rela mengahbiskan ratusan ribu rupiah?”. Dan masih banyak pertanyaan lain.
Saya tentu tidak berposisi sebagai penghukum selera orang. Cuma dugaan saya, karena mental semacam itu akhirnya tak sedikit yang enggan membaca buku, yang berdampak pada minus dalam banyak hal termasuk dalam ilmu pengetahuan. Padahal membaca adalah kuncinya. Kalau kita sudah memegang kuncinya, maka akan dengan mudah bagi kita untuk memperoleh berbagai ilmu pengetahuan.
Nah, daripada sibuk membicarakan orang yang enggan membeli dan membaca buku, yang bisa jadi hanya menambah dosa, pada tulisan ini saya mencoba berbagi seputar apa saja yang mesti diperhatikan atau yang menjadi modal agar bisa gila membaca termasuk gila membaca buku, atau yang kerap kita sebut sebagai kutu buku.
Berikut beberapa hal sekadar sebagai pemantik. PERTAMA, luruskan niat dan kuatkan tekad. Kalau kita sudah punya niat yang tulus dan tekad yang membara untuk membaca maka akan muda bagi kita untuk menunaikannya. Daya dorong dari niat dan tekad semacam itu pun akan berdampak pada respon kita di saat melihat buku. Kalau lihat buku inginnya langsung membaca buku.
KEDUA, baca buku dari tema atau buku yang paling disukai. Agar kita gila membaca buku maka bacalah buku-buku yang kita sukai. Misal, tema-tema cinta, novel, sejarah, pemikiran, motivasi dan sebagainya. Intinya, mulailah dari yang disukai. Kalau sudah suka, maka nanti bakal gila baca!
KETIGA, membangun lingkungan yang mendukung. Hal ini bisa kita lakukan misalnya, menyediakan buku di setiap kamar di rumah. Atau bisa juga menyediakan ruang khusus di rumah untuk menyimpan buku atau jenis bacaan lain. Ya sederhananya, bikin perpustakaan rumah. Atau bisa juga dengan membawa buku ke mana pun kita pergi. Sehingga kita terus tergoda untuk membaca isi bukunya, atau minimal membaca judul bukunya.
KEEMPAT, jadwalkan untuk ke toko buku. Ini juga penting. Pastikan kita punya jadwal khusus ke toko buku. Kita bisa mengajak istri, suami, anak atau keluarga kecil atau keluarga besar kita. Selain ke toko buku, bisa juga ke perpustakaan di kota di mana kita berdomisili. Atau bahkan ke perpustakaan nasional di Jakarta.
KELIMA, jadwalkan untuk membeli buku. Yang tak kalah pentingnya adalah pastikan diri untuk membeli buku. Jangan sampai di rumah kita lebih banyak makanan dan bantal atau pakian daripada buku. Perbanyak buku dengan banyak membeli buku. Sediakan uang khusus untuk membeli buku.
Kalau ada info buku baru, ya langsung cari tahu. Bila perlu langsung membeli. Apalagi bukunya ditulis oleh keluarga, orang sedaerah, dan atau tema-temanya terkait dengan daerah kita, profesi kita dan sebagainya, ya langsung beli saja. Jangan mau gratisan terus!
Saya perlu ingatkan, kita, tidak ada yang jatuh miskin gegara kita membeli buku. Tak ada yang menderita kelaparan hanya karena membeli buku. Tidak ada yang jatuh sakit lalu meninggal hanya karena membeli buku. Itu tidak ada sama sekali. Lalu, mengapa masih ragu?
KEENAM, buat hukuman bila tidak membaca. Misalnya, tidak boleh makan kalau belum membaca, tidak boleh tidur kalau belum membaca, tidak boleh jalan-jalan kalau belum membaca. Pokoknya kasih hukuman. Buat perjanjian. Atau bisa juga dengan: kasih hadiah kalau kita mampu menyelesaikan atau menuntaskan membaca satu atau dua buku sehari.
KETUJUH, buat jadwal khusus untuk membaca. Saya sendiri terbiasa untuk membaca di malam hari. Misalnya pukul 22.00 sampai 02.00. Itu jadwal khusus saya. Walau kerap ada saja hambatan, tapi saya berupaya untuk membaca sesuai jadwal. Selain waktu itu juga ada. Hanya saja biasanya tidak baku. Tentu setiap kita berbeda-beda. Intinya senyamannya masing-masing kita saja. Yang penting terjadwal dan disiplin dengan jadwal itu.
KEDELAPAN, biasakan untuk berdialog dengan isi buku. Tidak semua isi buku itu sama dengan pemahaman kita. Atau bisa jadi dari buku yang dibaca kita menemukan hal atau informasi baru. Iya kan? Karena itu kita boleh berdialog bahkan berdebat dengan isi buku. Tandai hal-hal yang menurut kita itu layak ditandai. Pakai bulpen warna merah, biru, hitam atau yang lainnya berdasarkan klasifikasi bacaan kita.
KESEMBILAN, biasakan untuk menulis kembali hal-hal yang penting dari buku yang kita baca lalu mempublikasinya. Jadi, kita perlu menuliskan apa saja yang unik dan baru yang kita peroleh dari buku yang kita baca. Setelah itu, kalau layak dipublikasi silahkan dipublikasikan ke pembaca lain melalui berbagai media sosial yang kita punyai.
KESEPULUH, yakinkan diri kita bahwa sejarah manusia dan manusia sejarah terlahir dari tradisi membaca buku yang kuat. Kalau kita ingin menjadi lelaki sejarah, maka yang mesti kita lakukan adalah gilakan diri kita untuk membeli dan membaca buku. Termasuk di lingkungan keluarga kita. Istri, suami, anak, dan sebagainya.
Tentu masih banyak lagi yang bisa dijadikan sebagai modal yang perlu diperhatikan, untuk sementara beberapa hal di atas layak diperhatikan. Mari mencintai dan mencumbui buku hingga akhir sejarah. Karena Indonesia mesti terus tersenyum dan kita tak lelah berbagi kegembiraan juga kemajuan.
Ngomong-ngomong sebelum tulisan ini berakhir dan sebelum pembaca memesan buku saya, eh maksudnya membaca buku, apakah sudah mulai ada rasa “gila” membaca buku atau belum? Sudah, daripada banyak menyusun alasan membela diri, sekarang segeralah obati dengan membaca dan membeli buku baru yang belum dibaca atau belum dibeli. Memesan dan nembaca buku-buku saya juga boleh! (*)