Oleh: Adibah NF
(Komunitas Bela Islam)
“HAI orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu), sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (TQS. Al Maidah ayat 51).
Sepanjang sejarah, tidak ada persoalan atau masalah yang paling kompleks dan rumit seperti persoalan Palestina. Bahkan di dalam sejarah dunia, tidak ada krisis yang terjadi melainkan bisa diselesaikan meski sesulit dan serumit apapun. Namun untuk persoalan Palestina tidak mudah untuk diselesaikan, karena bukan hanya berkaitan dengan bentrokan atau penyerangan semata, namun masalahnya berkaitan dengan perampasan tanah Palestina oleh Zionis Israel.
Pada akhir Ramadhan, umat Islam Palestina, saat mereka ingin menikmati qiyamu lailnya, berada dalam suasana yang sangat mencekam dan menakutkan. Hari Jumat terakhir Ramadhan (7/5/2021) tragedi berdarah terulang di Masjid Al Aqsa dan sekitarnya. Aparat dari kepolisian Zionis Israel dengan brutal dan keji menembaki jemaah yang sedang menunaikan ibadah dengan “rudal-rudalnya” (gas air mata, peluru karet, juga granat kejut) terus digempurkan dengan biadabnya. Hingga melukai 17 petugas dan sekitar 285 korban dari warga Palestina. (Portal-islam.id,10/5/2021).
Kebrutalan Zionis Israel terus membabi buta. Yang menjadi sasaran bukan hanya diarahkan ke salah satu gedung yang memiliki 12 lantai dan terdapat sejumlah kantor berita semisal Al-Jazeera dan Assosiated press saja, bahkan mengakibatkan seorang jurnalis Palestina terluka dalam serangan tersebut (News.detik.com,16/05/2021).
Bercokolnya Zionis Israel dengan pongah di Palestina, situasi yang terus menerus dibuat bergejolak, terjadi penindasan, kezaliman, pembantaian dan lain sebagainya tak henti-hentinya dilakukan termasuk berbagai serangan demi serangan tak kenal henti. Semua itu terus terjadi karena ulah para pemimpin dunia Islam yang bergandengan tangan dengan penjajah Palestina, sehingga mengakui keberadaan entitas Yahudi. Mereka terus berkolaborasi dengan penjajah yang membuat Israel bisa tetap bertahan dengan arogan. Dan dengan bebasnya melancarkan berbagi senjata andalannya untuk menghancurkan Palestina.
Sampai detik ini, tak satupun negeri muslim mampu menghentikan kebiadaban Zionis Israel terhadap Palestina dengan memberikan langkah nyata. Padahal negeri-negeri muslim mempunyai sebuah organisasi yang membentuk kerjasama yakni Komite Eksekutif Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Namun semua yang OKI lakukan selama ini, sebagai perkumpulan negeri-negeri muslim yang masing-masing negeri tersekat dengan paham nasionalismenya masih belum ada aksi nyata.
Apa yang didiskusikan OKI sipatnya hanya mengecam dan mengutuk agresi Israel ke Palestina. Atau hanya memberi peringatan terhadap Israel tentang dampak dan bahaya atas agresinya. Atau sebatas mendesak Dewan Keamanan (DK) PBB untuk bertindak dengan cepat mengakhiri kebiadaban Israel terhadap Palestina.
Narasi-narasi yang dinyatakan OKI seolah mampu menakuti Israel. Sejatinya, jangankan pernyataan OKI, berbagai resolusi yang PBB buatpun selalu diacuhkan Israel. Belum lagi rapat yang akan digelar DK PBB untuk membahas permasalahan Israel yang direncanakan pada Jumat (14/05/2021) telah diblokir Amerika Serikat (AS). Artinya, Israel tidak akan tunduk kepada negara manapun kecuali sudah tidak ada satupun yang mendukung dan melindunginya.
AS sebagai negara adidaya dunia saat ini mempunyai pengaruh kuat di PBB, ia mampu menggunakan pengaruhnya untuk menggagalkan rapat demi melindungi Israel. Israelpun menjadi lebih pongah karena ada dukungan negara adidaya dunia, yakni AS. Sementara PBB selalu mengabdi pada kepentingan AS. Atau hanya tunduk kepada perintah AS berdasarkan kepentingan bersama.
Kebiadaban Zionis hanya akan bisa dihentikan dengan kekuatan militer. Bukan sebatas seruan dan kecaman serta mengutuk saja, namun yang dibutuhkan Palestina saat ini adalah para penolong hakiki, yang mampu membebaskan dan menyelamatkannya dari kebiadaban Zionis. Mengambil kembali tanah yang telah dirampas Zionis puluhan tahun lamanya.
Sehingga, Zionis tidaklah mulus mampu menguasai negeri-negeri muslim, seperti dulu saat umat Islam masih mempunyai pemimpin/junnah, perisai yang selalu menjaga dan melindungi tanah/wilayah dan rakyatnya. Kerasnya serangan Yahudi terhadap kaum muslim dan tanah yang menjadi miliknya, tidak bergeming dari tujuan untuk tetap mempertahankannya.
Itulah pemimpin umat yang amanah dalam menjalankan tanggung jawabnya sebagai junnah.
Terbukti bagaimana seorang pemimpin kaum muslim yang benar-benar menjalankan syariat yang harus dijalankannya, beliau sebagai pemimpin/khalifah, mampu menolak berbagai bujuk dan rayuan yang ditawarkan kaum Yahudi.
Sebagaimana salah satu yang dilakukan oleh penggagas berdirinya Zionis, Theodore Hertzl dalam mendesak Khalifah Daulah Utsmaniyah saat itu Sultan Abdul hamid II untuk menerima dan membuat keputusan bahwa Daulah Utsmaniyah mengakui imigrasi orang-orang Yahudi ke bumi Palestina.
Namun Khalifah Abdul Hamid II menolaknya. Beliau menyatakan: “Tanah Palestina bukanlah milikku, (akan tetapi) ia adalah milik kaum muslimin.”
Hertzl tak putus asa terus melobi Sultan dengan berbagai cara, termasuk mengiming-imingi memberikan tawaran yang cukup menggiurkan kala itu, yaitu melunasi utang-utang Khalifah Utsmani yang saat itu kondisinya terpuruk. Namun Sultan mengatakan, selama ia masih hidup, ia lebih rela menusukkan pedang ke tubuhnya sendiri daripada melihat tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Khilafah Utsmaniyah. Keputusan Sultan Abdul Hamid II sangat tegas yaitu melarang imigrasi orang-orang Yahudi ke Palestina.
“Aku tidak akan melepaskan walaupun sejengkal tanah ini (Palestina) karena ia bukan milikku. Tanah itu adalah hak umat Islam. Umat Islam telah berjihad demi kepentingan Palestina. Mereka telah menyiraminya dengan darah mereka. Maka biarkanlah orang-orang Yahudi itu menggenggam jutaan uang mereka. Jika negeriku tercabik-cabik, maka sangat mungkin mendapatkan negeri Palestina, tanpa ada imbalan dan balasan apapun. Namun harus diingat, bahwa hendaknya pencabik-cabikan itu dimulai dari tubuh dan raga kami. Namun tentunya saya juga tidak akan menerima raga saya dicabik-cabik sepanjang hayat masih dikandung badan.” (Sultan Abdul Hamid II).
Itulah sikap tegas seorang pemimpin, tidak terbujuk dengan rayuan dan iming-iming apapun meskipun sangat menggiurkan. Tidak seperti para pemimpin saat ini, yang haus kekuasaan duniawi, tanpa memedulikan urusan ukhrawi. Hanya membebek pada orang-orang kafir Yahudi, rela menjadi kacung-kacung mereka. Dengan menggadaikan umat dan tanah miliknya hingga akidahnya, demi eksistensi diri sesaat. Padahal tidak sedikit di antara mereka adalah para pemimpin dari kalangan umat Islam. Yang seharusnya membela Islam bukan membiarkan Islam dinodai ajarannya, dihina Nabinya dan dijarah tanah serta kekayaannya.
Seorang khalifah adalah penanggung jawab atas keutuhan negeri yang menjadi kekuasaannya, yang merupakan amanah dari umat Islam untuk menjaga dan mengurusinya sesuai syariat.
Innama al imamu junnatun yuqatalu min wara’ihi wa yuttaqa bihi fa in amara bitaqwallahi wa ‘adala kana lahu bidzalika ajrun wa in ya’muru bi ghayrihi kana ‘alayhi minhu.
“Sesungguhnya seorang imam (Khalifah) laksana perisai, dimana orang-orang mejadikannya sebagi pelindung (bagi dirinya) dan akan berperang di belakangnya, maka jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘azza wa jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya makaia harus bertanggungjawab atasnya.” ( HR. al Bukhari, Muslim, an Nasai dan Ahmad).
Demikianlah seharusnya yang dimiliki dan dijalankan seorang pemimpin negeri. Harus mempunyai kemampuan melindungi dan menjaga rakyatnya, serta berlaku tegas kepada siapa saja dari orang kafir yang berusaha membujuknya demi kepentingan kafir penjajah. Adanya pemimpin yang ikhlas dan benar-benar menerapkan ideologi dan risalah Islam, menjaga kehormatan, darah dan jiwa rakyatnya, yang akan mengerahkan militernya sebagai tandingan yang akan menandingi negara-negara adidaya yang bersekongkol dan mempunyai tujuan yang sama untuk menghadang Islam jangan sampai tegak kembali seperti dulu. Dan negara itu tiada lain adalah Khilafah Islamiyah. Ini sebuah janji Allah, keniscayaan, bukan hayalan.
Sebab itu, solusi atas persoalan Palestina mutlak memerlukan tegaknya Daulah Khilafah Islamiyah, yang akan menegakkan syariat Allah Swt. secara total. Karena Palestina adalah tanah suci yang tidak akan diserahkan begitu saja oleh para pengkhianat atau agen-agen Barat (dari kalangan penguasa-penguasa muslim) kepada kaum muslimin. Mereka sengaja dijadikan boneka-boneka Barat untuk memalingkan benak umat dari tanggung jawab terhadap dakwah dan dari upaya menegakkan eksistensi Khilafah Islamiyah.
Bumi Palestina tidak bisa dibebaskan kecuali oleh tangan orang-orang yang tawadlu’ dan mukhlis. Dalam satu komando, dan mempunyai kekuatan senjata untuk menandinginya, yaitu kekuatan militer yang tangguh. Bukan PBB dan OKI yang bisa membebaskan penderitaan yang Palestina alami.
Kiblat pertama pun tak akan pernah bisa dibebaskan kecuali di bawah panji La ilaha Illa al-Allah (raayatul ‘uqaab), panjinya Rasulullah saw dan Khilafah Islamiyah. Tidak ada pemimpin pasukan yang akan memimpin misi pembebasan tanah Palestina kecuali Khalifah kaum muslimin. Pasukan Islam yang akan berjihad baik di Timur maupun di Barat, siap mengalahkan dan memusnahkan kekuatan-kekuatan penghalang dan perampas, untuk membebaskan Palestina dan negeri-negeri lainnya, dalam rangka menyebarkan hidayah dan menyelamatkan umat manusia.
Saat ini terpenting adalah, bagaimana mewujudkan Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara serta menyebarluaskan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia. Sehingga, bukan persoalan Palestina saja yang akan terselesaikan, namun negeri-negeri lainnyapun demikian. Semua akan kembali kepada pangkuan Islam, bi idznillah.
Wallahu a’lam bishshawab.