Oleh: Syamsudin Kadir
(Penulis Buku Membaca Politik Dari Titik Nol dan Salesman Toyota Jadi Walikota)
MENULIS merupakan salah satu tema perbincangan di jagat maya akhir-akhir ini. Hal tersebut sangat wajar, sebab menjamurnya media sosial sebagai dampak ikutan kemajuan teknologi membuat semua orang akrab dengan aktivitas menulis.
Pada awalnya menulis akrab disematkan sebagai aktivitas rutin para penulis atau orang-orang yang berprofesi sebagai penulis. Termasuk di dunia akademik atau pendidikan, aktivitas menulis cukup akrab bahkan dikategorikan sebagai penentu status pendidikan pada bidang tertentu.
Hal tersebut khususnya pada dunia perguruan tinggi. Skripsi, tesis dan disertasi sebagai salah satu produk ilmiah yang dijadikan sebagai prasyarat mendapat gelar akademik tertentu, hingga kini sangat akrab dan menjadi karya tulis yang sudah tak bisa ditawar-tawar lagi. Tak sah mendapatkan gelar akademik bila belum punya karya ilmiah semacam itu.
Jauh sebelum itu, pada saat anak-anak berusia belia, baik di play group, taman kanak-kanak dan sekolah dasar maupun sekolah menengah pertama dan atas, aktivitas menulis sudah menjadi rutinitas. Artinya, aktivitas menulis sudah dikenalkan sejak dini, bahkan sudah akrab dipakoni oleh siapapun sejak dini hingga kelak mereka mendapatkan gelar akademik tertentu.
Begitu juga para guru dan dosen di berbagai lembaga pendidikan, mereka akrab dengan aktivitas menulis. Selain aktivitas mengajar yang meniscayakan adanya aktivitas menulis, para pendidik itu juga diharuskan untuk menulis karya ilmiah dalam beragam bentuk dan jenisnya.
Saya sendiri tidak berprofesi sebagai penulis, sehingga secara profesi tidak punya tanggungjawab moral. Hanya saja sebagai seorang ayah atau orangtua dari anak-anak saya membuat saya terdorong untuk menulis. Dalam kondisi apapun saya berupaya untuk menghadirkan tulisan. Temanya banyak dan diksinya pun ringan-ringan saja.
Saya sering menulis artikel untuk berbagai surat kabar dan media online. Terutama untuk isu-isu publik bertema sosial-politik, kebijakan publik, kepemimpinan, pemilu, pendidikan, keagamaan, dan masih banyak lagi.
Belakangan saya juga menulis buku dalam beragam tema. Sekadar menyebut sebagian buku yang saya tulis seperti Pendidikan Untuk Bangsa, Melahirkan Generasi Unggul, Menjadi Pendidikan Hebat, Selamat Datang Di Manggarai Barat, Merawat Mimpi Meraih Sukses, Politik Cinta, dan sebagainya.
Diantara buku saya yang baru saja terbit adalah buku Membaca Politik Dari Titik Nol, Pendidikan Ramadan, dan Salesman Toyota Jadi Walikota. Insyaa Allah dalam waktu dekat bakal terbit buku terbaru sekitar lima atau 10 judul buku baru, termasuk buku Lubang Politik. Mohon doa dan dukungan dari pembaca.
Bagi saya masa pandemi: Covid-19 yang masih saja menyelimuti dunia termasuk negeri kita Indonesia bukanlah halangan yang membuat siapapun tak bisa berkarya, justru ini adalah momentum terbaik untuk terus menulis. Tersedianya waktu untuk berada di rumah adalah kesempatan yang sangat berharga untuk menulis hingga menjadi bacaan yang gurih dan bermanfaat.
Walau pada beberapa kesempatan saya selalu dihadapkan dengan kendal ini itu, saya tetap berupaya untuk menulis. Di tengah sakit sekalipun saya bakal berikhtiar untuk menulis, baik artikel maupun buku. Modal saya sederhana saja: niat dan tekad. Di samping modal lain seperti kerinduan untuk menghadiahkan buku untuk istri dan anak-anak saya untuk setiap bulannya.
Untuk beberapa kesempatan saya menulis untuk surat kabar. Tapi juga untuk media online dan beberapa akun media sosial yang saya punya. Di samping beberapa blog yang memang rutin saya isi dengan berbagai tulisan. Baik yang bernyawa serius maupun yang santai atau ringan.
Selain itu, saya juga menjadi pembaca setia ratusan naskah buku para tokoh termasuk para akademisi di perguruan tinggi. Saya membantu mereka untuk menjadi penyunting naskah buku yang mereka miliki. Untuk sebagian buku nama saya dicantumkan sebagai editor, sementara untuk sebagian buku nama saya tidak dicantumkan.
Padahal kalau dihitung mungkin sudah 500-an buku yang saya bantu baca dan edit. Apapun itu, bagi saya ini adalah kesempatan untuk belajar. Dengan membaca banyak naskah buku maka secara otomatis saya memperoleh banyak informasi dan pengetahuan baru.
Singkatnya, tak ada alasan untuk diam atau malas-malasan. Saya mesti menulis artikel dan buku. Kalau ada hambatan atau kendala yang tetiba datang, saya bakal kembali menulis artikel dan buku. Tentu dibarengi dengan tradisi baca yang juga mesti dijaga dan ditingkatkan.
Hal ini saya lakukan bukan karena profesi, sebab tidak berprofesi sebagai penulis, tapi karena ingin belajar berkata dan membenahi diri lewat tulisan serta menambah pengetahuan dengan membaca. Bila pembaca memperoleh manfaat dari karya tulis saya, itu adalah bonus atau hadiah terbaik yang membanggakan. Jadi, saya bakal terus menulis artikel dan buku. Ya, alhamdulillah dan insyaa Allah bakal saya tekuni selamanya. (*)