Oleh: Sari Ramadani
(Aktivis Muslimah)
LELAH tak berujung ketika melihat konflik yang terjadi antara Israel-Palestina. Sebagai seorang muslim yang peduli akan hal ini, pastinya bertanya-tanya kapan konflik di Palestina akan usai, kapan rakyat Palestina dapat hidup normal tanpa bom dan juga rudal selayaknya saudara muslim di negeri-negeri lain, kapan Palestina akan benar-benar terbebas dari cengkeraman zionis Yahudi serta pertanyaan-pertanyaan lain yang sering kali muncul di benak kaum muslimin.
Namun sadarkah kita sebagai seorang muslim, bahwa hingga detik ini masih belum melakukan kontribusi terbaik demi membebaskan negeri Palestina yang di berkahi tersebut? Lantas jawaban apa yang sudah kita siapkan ketika Allah tanya di akhirat kelak?
Upaya gencatan senjata antara Palestina-Israel diusulkan oleh berbagai pemimpin dunia Islam. Seperti halnya Uni Emirat Arab (UEA) yang siap memfasilitasi perdamaian Palestina-Israel. Sedangkan Organisasi Kerja sama Islam (OKI) menyatakan bahwa untuk mencapai perdamaian abadi harus dengan dialog, solusi dua negara, dan resolusi PBB (aceh.tribunnews.com, 23/05/2021).
Ada juga Sudan yang menyatakan hal serupa. Bagi Sudan, normalisasi dengan Israel disambut baik. Kunjungan pejabat Israel ke Sudan juga disambut baik dalam beberapa bulan terakhir (kumparan.com, 22/05/2021).
Setelah agresi militer Israel atas Palestina terjadi dan menimbulkan banyak korban, ide gencatan senjata pun banyak di usulkan oleh berbagai pemimpin negeri-negeri muslim. Jika dilihat lagi hal ini makin menegaskan bahwa tidak adanya pembelaan secara nyata terhadap saudara muslim di Palestina oleh para pemimpin negeri muslim tersebut.
Gencatan senjata dan perdamaian semu yang di usulkan pun dimanfaatkan zionis Israel agar dapat berlindung sembari memulihkan tenaga. Namun sayangnya, zionis Israel dengan segala kelicikannya, mengkhianati masa gencatan senjata.
Pasukan militer Israel melakukan penyerangan kembali yang di tunjukan kepada warga Palestina di sekitar masjid Al-Quds, padahal Israel-Palestina sedang dalam kesepakatan gencatan senjata. Akibatnya makin banyak korban yang berjatuhan, hingga pertempuran lanjutan antara Israel dan Hamas di Gaza.
Serangan udara Israel di jalur Gaza telah menewaskan sebanyak 244 orang selama 11 hari konflik. Sedikitnya 232 warga Palestina, termasuk 65 anak-anak. Sedangkan Israel melaporkan 12 warganya, termasuk 2 anak-anak, terbunuh akibat serangan roket Hamas. (kompas.com, 21/05/2021).
Kekuatan militer yang dimiliki oleh negeri-negeri kaum muslimin di seluruh dunia jika di satukan, sebenarnya memiliki potensi yang sangat besar untuk menghentikan penjajahan dan dominasi Israel atas Palestina.
Sebut saja Mesir, Turki, Iran, Pakistan serta Indonesia yang memiliki kekuatan militer di darat, laut, dan juga udara yang mumpuni untuk menghentikan kebiadaban zionis Israel. Sebagai contoh, Mesir memiliki total 920 ribu personel militer, dengan perincian personel aktif 440 ribu, personel cadangan 480 ribu.
Militer udara Mesir meliputi jet tempur, pesawat militer, pesawat serang, helikopter, helikopter serang, dan lainnya. Kekuatan daratnya meliputi tank dan kendaraan lapis baja. Sedangkan kekuatan lautnya meliputi kapal selam dan angkatan laut.
Selain itu, kekuatan militer Mesir dari aspek sumber daya alam dan logistik juga besar. Produksi minyak Mesir mencapai 589.400 barel per hari (bph) (viva.co.id, 09/09/2020).
Namun sayangnya, kekuatan militer yang dimiliki oleh negeri-negeri muslim nyatanya masih tak mampu menghentikan kezaliman zionis Israel atas Palestina dikarenakan jeratan politik dan juga ekonomi negeri Barat termasuk Israel atas negeri kaum muslimin masih berlanjut. Sehingga para pemimpin negeri muslim pun tak akan berani mengusik zionis Israel bahkan seolah menutup mata atas konflik yang terjadi di Palestina.
Konflik yang terjadi antara Israel-Palestina sejatinya bukan hanya soal kemanusiaan semata, namun konflik yang terjadi dosanya adalah konflik agama dan ideologi. Upaya penyelesaiannya pun tak cukup hanya dengan perjanjian damai atau normalisasi hubungan Palestina-Israel. Karena hal tersebut justru menjadi pembenaran serta melegalkan penjajahan Israel atas Palestina.
Sejatinya kaum muslimin butuh pelindung (junnah) agar dapat menghentikan penjajahan yang dilakukan zionis Yahudi terhadap saudara muslim Palestina dengan jihad dan juga bersatunya kaum muslimin dalam satu kepemimpinan di bawah sistem Islam yang diterapkan secara keseluruhan. Sehingga tak ada lagi sekat-sekat kebangsaan yang menjadi penghalang untuk membela saudara muslimnya yang merasakan penindasan di negeri lain.
Untuk itu, marilah berjuang menegakkannya!
“Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang imam (Khalifah) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ’azza wajalla dan berlaku adil, maka dia (Khalifah) mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.” (HR Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad).
Wallahualam bissawab. (*)
Catatan: Isi di luar taggung jawab redaksi