Oleh: Ummu Farizahrie
(Pegiat Dakwah)
SERANGAN keji terjadi kembali. Kali ini menimpa keluarga muslim di kota London, selatan Ontario, Kanada. Sebanyak lima orang anggota keluarga yang terdiri dari dua orang wanita berusia 44 dan 77 tahun, seorang pria usia 46 tahun dan seorang gadis berusia 15 tahun menjadi korban tewas, sedangkan satunya lagi anak laki-laki hanya mengalami luka-luka. Mereka ditabrak oleh sebuah truk pickup ketika sedang menunggu untuk menyeberang jalan pada Minggu malam 6 Juni 2021.
Menurut penuturan Inspektur Layanan Polisi London, Paul Waight, ada bukti bahwa peristiwa ini sudah direncanakan, dicanangkan dan dimotivasi dari rasa kebencian karena para korban adalah Muslim. (detikNews, 8/6/2021).
Peristiwa ini mendapat kecaman dari Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau melalui cuitan di akun Twitter nya, dia mengatakan, “Kepada komunitas muslim di London dan kepada warga muslim di seluruh wilayah negara ini, ketahuilah bahwa kami mendukung anda. Islamofobia tidak memiliki tempat di masyarakat kita. Kebencian ini berbahaya dan tercela dan itu harus dihentikan.” tegasnya. Perdana Menteri juga menyatakan bahwa kejadian itu mengerikan dan merupakan tindakan kebencian.
Peristiwa diatas terjadi di tengah merebaknya ketakutan terhadap serangan Islamofobia di berbagai provinsi di Kanada. Bukan kali ini saja, Dewan Nasional Muslim Kanada mencatat terdapat 300 kejadian penyerangan terhadap muslim Kanada termasuk 30 serangan fisik dari tahun 2015-2019.
Kecaman seperti yang dilakukan Perdana Menteri Justin Trudeau dan para pemimpin negara lainnya tidaklah cukup. Umat Islam butuh pembelaan lebih dari itu. Berbagai serangan yang menyasar kepada kaum Muslim di berbagai penjuru dunia adalah tindakan keji. Karena jiwa orang yang beriman adalah suci dihadapan Allah dan haram hukumnya darah itu tertumpah dengan sebab yang bathil. Rasulullah saw bersabda:
“Tidak halal darah seorang muslim kecuali karena salah satu dari tiga sebab: pertama, orang yang telah menikah yang berzina, kedua, jiwa dengan jiwa (membunuh), ketiga, orang yang meninggalkan agamanya (murtad), lagi memisahkan diri dari jama’ah kaum muslimin.” (HR Bukhari dan Muslim)
Sejak terjadinya serangan terhadap gedung WTC di New York pada tahun 2001 dan seruan-seruan perang terhadap terorisme, umat Islam menjadi tersudut dan dianggap sebagai dalang dari berbagai tindakan penyerangan dan kerusuhan yang terjadi. Stereotip yang menjadikan umat Islam selalu dituduh sebagai biang masalah tentu sangat merugikan dan merupakan ancaman. Prasangka buruk yang tidak berdasar itulah yang melahirkan Islamofobia.
Islamofobia muncul sejatinya bukan semata-mata karena tuduhan terhadap beberapa kejadian kekerasan yang melibatkan umat Islam. Tetapi lebih kepada kebencian kepada umat Islam dan ajarannya. Ada upaya jahat dari kafir barat untuk menjegal bangkitnya ideologi Islam. Mereka memberi stigma negatif terhadap pengusungnya dengan sebutan teroris, radikalis, fundamentalis dan lain-lain.
Namun umat Islam di seluruh dunia tidak berdaya membendung berbagai stigma buruk yang dilekatkan pada mereka. Apalagi negara tidak pernah hadir sepenuhnya membela rakyat yang didzalimi. Bahkan negara seolah-olah membiarkan dan memelihara kelompok Islamofobia ini. Semua itu tidak lain buah dari diterapkannya ideologi kapitalisme yang memandulkan peran negara. Negara hanya sebatas regulator sedangkan aturan dan kebijakan diserahkan kepada penguasa sesungguhnya yaitu para korporat.
Kegagalan sistem kapitalisme telah menyebabkan kehancuran bagi negara-negara penganutnya. Bukan hanya dalam sektor ekonomi tetapi juga dari sisi sosial, pendidikan, akhlak dan lain sebagainya. Mereka menemukan fakta banyaknya pemuda yang terlibat narkoba dan kejahatan lainnya. Tidak ada ketentraman dalam kehidupan mereka. Di sisi lain mereka juga mendapati bahwa orang-orang muslim hidup dalam kedamaian dan tidak terlibat kejahatan. Hal ini menimbulkan rasa dengki di hati mereka. Allah Swt berfirman yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang-orang yang di luar kalanganmu (seagama) sebagai teman kepercayaanmu, (karena) mereka tidak henti-hentinya menyusahkan kamu. Mereka mengharapkan kehancuranmu. Sungguh, telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang tersembunyi di hati mereka lebih besar lagi. Sungguh, telah kami terangkan kepadamu ayat-ayat (kami), jika kamu mengerti.” (TQS. Ali Imran {3}: 118)
Islamofobia adalah pertarungan dua ideologi, yaitu Kapitalisme dan Islam. Dua ideologi tersebut tentu sangat bertentangan. Kapitalisme dengan asas sekulernya dan demokrasi liberal yang menjadi pondasi bangunannya tentu tidak dapat membawa kemaslahatan. Sementara ideologi Islam berasal dari Sang Pencipta Allah Swt.
Islam dijalankan dengan berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah. Kebaikannya membawa kemaslahatan bagi pemeluknya, bahkan semesta alam. Hal ini telah dibuktikan dengan sejarah peradaban Islam yang gemilang. Sebuah sejarah peradaban yang bukan hanya dirasakan oleh umat Islam tapi juga diakui oleh kalangan non muslim.
Seperti pengakuan umat Nasrani di Syam kepada Abu Ubaidah bin Al Jarrah pada 13 H bahwa umat Islam lebih mereka cintai daripada Romawi yang seagama dengan mereka karena Islam lebih menepati janji, lembut, tidak menzalimi dan lebih baik dalam mengurus mereka.
Namun demikian umat harus disadarkan bahwa Islamofobia tidak dapat dibiarkan. Tidak cukup dengan mengecam tragedi penyerangan muslim ataupun menunjukkan ajaran Islam yang benar. Umat Islam memerlukan junnah (perisai) untuk melindungi mereka. Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya seorang imam adalah perisai, orang-orang berperang dari belakangnya dan menjadikannya pelindung, maka jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘azza wa jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya maka ia harus bertanggungjawab atasnya.“ (HR. al-Bukhari, Muslim, an-Nasai dan Ahmad).
Seorang Khalifah dalam bingkai Daulah Islam akan menjadi perisai dalam membela hak-hak kaum muslimin dimanapun mereka berada. Termasuk mengakhiri Islamophobia dan menegakkan keadilan bagi setiap manusia.
WalLahu a’lam bi ash shawab.
Catatan: isi di luat tanggung jawab redaksi