Oleh: Syamsudin Kadir
(Penulis Buku “Membaca Politik Dari Titik Nol”)
DINAMIKA politik di Kota Cirebon akhir-akhir ini mulai hangat. Hal ini terutama karena publik menyaksikan munculnya tokoh atau politisi muda yang diradar media sekaligus digadang-gadang partai politik untuk maju kompetisi politik atau Pilkada Kota Cirebon yang segera menjelang.
Salah satunya adalah munculnya H. Zaenal Mutaqin pada pemberitaan media. Munculnya HZM, demikian ia kerap disapa, di radar media selama setahun terakhir memunculkan berbagai apresiasi. Misalnya, bahwa ternyata elemen muda Kota Cirebon masih punya semangat, idealisme dan ide sehingga tergerak untuk berani mengambil bagian pada kompetisi politik lima tahunan.
Dengan tanpa beban masa lalu, ia datang dengan narasi yang fresh dan konektif dengan kebutuhan kekinian Kota Cirebon, yang sedikit-banyak menjadi tantangan berat bagi para tokoh atau politisi tua yang dalam beberapa kali Pilkada di Kota Cirebon turut menjadi peserta kontestasi.
Kondisi semacam ini tentu membuat para tokoh atau politisi tua dan pendukung mereka berpikir lebih serius dan matang untuk memenangkan kompetisi secara jantan sekaligus maksimal nantinya. Ditambah biaya politik yang semakin mahal, hadirnya tokoh-tokoh muda, bukan saja menjadi penantang berat bagi politisi tua dalam memenangkan kontestasi, tapi juga menambah beban politik yang selama ini memang sudah berat.
Memahami dinamika sekaligus fenomena semacam ini sebetulnya mendesak kita untuk paling tidak, misalnya, mengatakan bahwa dalam konteks atau sisi tertentu demokratisasi di Kota Cirebon sedang bertumbuh subur. Geliat warga Kota Cirebon untuk membincang berbagai hal yang dikaitkan dengan sikap dan pilihan politik mereka adalah contoh paling nyata perihal ini. Termasuk dinamika elite politik dan munculnya berbagai tokoh yang digadang-gadang sebagai bakal calon peserta Pilkada Kota Cirebon.
“Saya dan beberapa kader Partai Gerindra sudah mendapatkan sinyal, sehingga perlu bekerja keras, termasuk menyapa warga secara rutin,” ungkapnya.
Kalau ditelisik, demokrasi sendiri sejatinya adalah sistem dimana semua orang bisa berkompetesi secara elegan namun tetap dalam bingkai konstitusi, Undang-undang, profesional dan bertanggung jawab. Bukan saja mereka yang tergolong politisi tua, tapi juga mereka yang tergolong politisi muda, yang akhir-akhir ini muncul dalam dinamika politik Kota Cirebon.
Politik sebagai seni melakoni teori demi mencapai tujuan demokrasi pun mestinya ditunaikan secara elegan dan sama-sama bertanggung jawabnya, yang berarti dengan seluruh daya dan upaya menghilangkan intrik, hingar bingar dan pergolakan yang merugikan kepentingan warga juga Kota Cirebon itu sendiri. Sehingga demokrasi atau politik, dalam hal ini Pilkada, tidak menjadi pemicu konflik dan menjadi momok yang menakutkan bagi warga Kota Cirebon.
“Saya sudah mulai membangun komunikasi dengan petinggi beberapa partai politik. Dengan begitu, berbagai hal bisa dicarikan titik temu,” ungkapnya sembari tersenyum.
Dalam perspektif pengamat politik Eep Saefulloh Fatah (2000), demokrasi sekaligus politik adalah instrumen juga sarana mencari titik temu berbagai elemen yang terfragmentasi menuju cita-cita luhur negara.
Dalam konteks Kota Cirebon, apa yang diungkap oleh Eep sejatinya mendesak kita secara gratis untuk mempercayai bahwa demokrasi sejatinya bukan ruang untuk saling menghabisi dan bukan pula medan untuk saling menepikan. Demokrasi justru ruang sekaligus medan terbuka bagi adanya titik temu bagi semua elemen dalam membangun dan mewujudkan cita-cita kolektif, termasuk dalam menempuh kompetisi politik.
“Politik mesti mengedepankan kebersamaan dan titik temu. Sebab tujuan kita adalah membangun dan memajukan Kota Cirebon,” ungkapnya pada saat saya temui di sebuah tempat.
Munculnya HZM dalam dinamika politik Kota Cirebon beberapa waktu terakhir pun demikian. Ia merupakan wujud nyata betapa sistem politik kita memungkinkan setiap warga negara untuk tampil ikut berkompetisi. Kuncinya adalah prasyarat yaitu usungan sekaligus dukungan partai politik.
Bila saya telisik, HZM adalah salah satu kader Partai Gerindra yang mendapat sinyal untuk diikutsertakan pada Pilkada Kota Cirebon nanti. Aktivitas dan advokasi sosial yang ia lakukan selama beberapa waktu terakhir adalah wujud nyata betapa ia mampu memanfaatkan peluang dan momentum.
Bukan saja ingin berbagi pada sesama, tapi juga merekatkan hubungan baik kepada warga Kota Cirebon. Termasuk dengan petinggi atau elite lintas partai politik di Kota Cirebon. Ya, menggalang politik titik temu. (*)