Oleh: Adisa Fauziah
(Aggota Akademi Menulis Kreatif5)
“BARANG siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS Ali Imran: 85).
Dirilis dari lamannya kemenag.go.id, Rabu (9/6/2021), Kemenag Nizar selaku Sekretaris Jendral (Sekjen) saat membuka Rapat Kerja Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementrian Agama 2021 yang di gelar di Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat, meminta kepada ASN Kemenag se Indonesia agar melek moderasi beragama. Dan meminta kepada seluruh Kanwil Kemenag dan Kabupaten/kota menyiapkan anggaran untuk pelatihan penguatan Moderasi Beragama.
Pelatihan tersebut akan menyamakan persepsi agar sama, apa yang disampaikan Moderasi Beragama secara nasional sampai ke daerah. Dengan menghadirkan fasilitator, instruktur dan narasumber dari tingkat nasional. Karena ini merupakan hal penting, sebab negara akan hancur bila warganya tidak rukun.
“Penguatan Moderasi Moderasi Beragama merupakan program prioritas pertama Kemenag di bawah kepemimpinan Menag Yaqut Cholil Qoumas. Saya berharap ini harus menjadi perhatian kita bersama, khususnya Kasubbag Ortala dan KUB Kanwil Kemenag se Indonesia,” sambungnya.
Adib sebagai Kakanwil Kemenag Jabar menyambut baik digelarnya Rapat kerja PKUB ini yang dihadiri oleh Sekjen Kemenag, Kepala PKUB Kemenag, Stafsus Menteri Agama, Kakanwil Kemenag Jabar, Direktur Agama Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Bappenas serta Direktur Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kementerian Keuangan.
Menurut Adib, Pemprov Jabar sudah mendeklarasikan Jabar sebagai rumah bersama bagi umat beragama, dan mejadi provinsi terdepan dalam kerukunan umat beragama.
Selain ASN, moderasi beragama penting diterapkan di perguruan tinggi Islam, karena mahasiswa di kampus terkait, berpotensi untuk pro terhadap radikalisme.
Dengan menerapkan protokol semisal pendampingan, pemonitoran dan evaluasi hingga melakukan rehabilitasi untuk individu yang sudah terpapar ekstremisme. (Kompas.id, 26/2/2021).
Moderasi Beragama dalam Kaca Mata Barat
Barat melihat bagaimana umat Islam hari ini semakin terdengar lantang menyerukan keinginannya untuk kembali pada aturan Islam yang diemban negara. Gelora perjuangan untuk menegakkan Islam kaffah di tengah umat pun dianggap Barat sebagai sebuah ideologi yang mengancam eksistensinya. Barat menilai, adanya pengusung Islam ideologis berpotensi melahirkan institusi Khilafah. Hal ini membuat Barat semakin menggencarkan upayanya dalam penjegalan kembalinya Islam ideologis.
Kemudian baratpun melakukan pengelompokkan umat Islam menjadi empat, yang dikenal sebagai politik belah bambu, yaitu Islam fundamentalis (menolak nilai-nilai demokrasi dan budaya Barat serta menginginkan negara Islam otoriter), Islam tradisional (mengharapkan masyarakat konservatif), Islam sekularis (mengupayakan dunia Islam sekular seperti Barat) dan Islam modernis (membayangkan dunia Islam jadi bagian modernitas global, sekaligus mengharapkan reformasi Islam).
Istilah Islam Moderat merupakan jalan tengah, yang merevisi pemahaman umat Islam, bahwa Islam tidak radikal, Islam toleran, Islam penuh kasih sayang, Islam menghormati keragaman, Islam tidak memaksakan agama, Islam tidak anti Barat, serta Islam terbuka dengan perubahan dan kemoderenan. Melalui pemahaman ini justru menjauhkan umat dari Islam karena telah terkooptasi oleh ide liberalisme.
Dengan demikian, semakin kentaralah bahwa ideologi Kapitalisme yang diemban Barat, menciptakan permusuhan terhadap Islam dan merekayasa berbagai peristiwa serta melakukan provokasi-provokasi sebagai pintu masuk permusuhan terhadap Islam ideologis, sehingga memunculkan Islamofobia.
Lebih dari itu, Islam ideologis memang ancaman nyata terhadap hegemoni Barat di dunia, sehingga Barat bernafsu mengarahkan umat pada Islam moderat. Yang menjadi sasaran untuk ikut mengokohkan idenya, yakni dengan membuat program pelatihan penguatan moderasi beragama bagi para penceramah atau da’i sebagai pembawa ide ini, agar memudahkan untuk bisa diterima umat, selajutnya diharapkan semakin massif arus moderasi beragama ini sampai pada umat Islam dan segera diadopsi.
Islam Moderat, Bahaya Bagi Umat Islam
Beberapa bahaya ide Islam Moderat yang harus diwaspadai; Pertama, Men”deideologisasi” Islam, yaitu menjauhkan umat dari pemahaman Islam sebagai ideologi yang tidak hanya merupakan ajaran ritual, namun sebagai aturan hidup. Islam ideologis yang dijauhkan dari umat akan memandulkan Islam, karena hukum-hukum Islam hanya menjadi konsep yang tidak bisa diterapkan. Lalu, umat dibuat ragu dengan kebenaran Islam sebagai satu-satunya solusi bagi seluruh permasalahan umat.
Kedua, melalui penyusupan paham pluralisme yang memandang semua agama benar. Sebab Islam moderat menerima yang lain secara terbuka dan tidak mengklaim kebenaran diri sendiri. Ketiga, Memecah belah Islam dan umatnya, dengan membuat berbagai dikotomi seperti moderat vs radikal, tradisional vs transnasional, dan sebagainya.
Keempat, menghalangi tegaknya Daulah Khilafah Islamiyah, yakni dengan meminggirkan dakwah ideologis, menakut-nakuti umat dengan memberi gelar kepada para pejuang penegak syariah sebagai radikal, teroris dan lain-lain.
Selain itu, Barat juga membuat lima proyek moderasi yang dilemparkan ke tengah-tengah umat.
Diantaranya sekularisme, yaitu pemisahan agama Islam dari dunia politik. Relativisme, yaitu merelatifkan ajaran agama, bahwa tidak ada klaim kebenaran karena kebenaran tidak tunggal. Kontekstualisme/substansialisme, yang bermakna antitesa terhadap paham tekstual dan formalisme pemahaman agama. Westernisme, yang mengunggulkan paham Barat dan wajib ditiru dan diikuti, dan gender/emansipasi wanita, yaitu menyerukan kesetaraan gender.
Moderasi dalam Pandangan Islam
Pemahaman yang terus digulirkan di tengah umat melalui pernyataan agar jangan mempertentangkan agama satu dengan lainnya bukan hal yang benar, karena ini berarti menggiring umat pada pendapat bahwa semua agama benar. Dan ini merupakan pemikiran yang bertentangan dengan Islam.
Sesungguhnya, jika yang dianggap ekstrem atas nama agama adalah seseorang melanggar nilai luhur dan harkat mulia kemanusiaan, atau melanggar kesepakatan bersama yang dimaksudkan untuk kemaslahatan, ini sama saja dengan mengatakan bahwa orang yang berusaha menjalankan ajaran agamanya tapi melanggar ketentuan ini, bisa disebut ekstrem atau melampaui batas. Sebab hal ini jelas-jelas bertentangan dengan akidah Islam.
Sejatinya seorang muslim harus memiliki keyakinan kuat bahwa Islamlah ajaran yang benar, yang akan mengangkat martabat manusia, menyelamatkan manusia dari kejahiliahan dan memperkokoh keimanan. Sehingga tidak akan mudah terbawa arus moderasi sebagaimana barat serukan. Karena, keimanan yang sempurnalah yang akan memberikan kebahagiaan hidup di dunia dan keselamatan kelak di akhirat.
Alhasil, sesungguhnya ide Islam Moderat ini pada dasarnya adalah bagian dari rangkaian proses sekularisasi pemikiran Islam ke tengah-tengah umat, yang dipoles warna baru. Ide ini menyerukan semua agama sama dan menyerukan untuk membangun Islam inklusif yang bersifat terbuka, toleran terhadap ajaran agama lain, menyusupkan paham pluralisme yang memandang semua agama benar. Padahal sudah sangat jelas bahwa Allah Swt telah menegaskan,
“Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS Ali ‘Imran: 19).
Allah SWT dengan sangat tegas menyatakan bahwa agama yang benar dan mulia di sisi Allah hanyalah Islam, terlebih lagi adanya celaan yang pasti bahwa tidak akan diterima agama selain Islam, dan mereka tidak akan selamat di akhirat kelak.
Jelaslah bahwa pluralisme haram bagi kaum muslimin. Dari sinilah kita mendapati penganut Islam moderat memberlakukan toleransi melampaui batas yang telah digariskan oleh Islam. Parahnya murtadnya seseorang ataupun menjadi ateis dianggap sebagai hak seseorang.
Ketiadaan khilafah memungkinkan Munculnya ide-ide nyeleneh seperti halnya Islam Moderat, yang bisa jadi akan berganti nama kelak bila Barat memandang perlu akibat dari tiadanya institusi khilafah di tengah-tengah umat. Hanya Khilafahlah yang akan menjaga akidah umat dari berbagai ide sesat dan menyesatkan.
Wallahu a’lam bishshawab.
Catatan: Isi di luar tanggung jawab redaksi