Oleh: Uqie Nai
(Alumni Branding for Writer)
DAMPAK pandemi Covid-19 terus susul-menyusul menerpa Indonesia. Belum reda kesulitan ekonomi menimpa masyarakat dengan beragam sebab, akibat perusahaan bangkrut, karyawan di rumahkan, PHK massal, lapangan kerja semakin sulit, harga kebutuhan pokok melejit, kini mendung pengangguran membayangi pegawai ritel modern.
Dikutip dari laman liputan6.com (25/5/2021), Hero Grup berencana menutup seluruh gerai Giant di akhir Juli 2021 mendatang. Penutupan ini dilakukan sebagai bagian dari strategi bisnis PT Hero Tbk. agar bisa fokus pada bisnis baru bermerek dagang IKEA, Guardian dan Hero Supermarket.
Menurut data Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK), Hero tbk. yang semula memiliki karyawan hampir 15.000 orang, sejak dua tahun lalu perusahaan sudah pengurangi karyawannya karena mengalami kerugian, baik karyawan tetap atau kontrak. Kini, perusahaan bakal melepas 7.000 karyawan tersisa. (cnnindonesia.com, 28/5/2021)
Penutupan gerai Giant oleh PT Hero Supermarket memunculkan reaksi dari Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey. Roy mengatakan penutupan gerai ritel akan berdampak pada beberapa aspek, antara lain:
Pertama, menghilangkan pendapatan negara dan retribusi daerah melalui pajak reklame, pajak air dan tanah. Kedua, potensi hilangnya daya beli masyarakat semakin meningkat akibat PHK. Ketiga, pelaku usaha ritel akan kehilangan investasinya.
Atas kondisi tersebut Roy berharap bahwa pemerintah menjadikan sektor perdagangan ritel menjadi salah satu prioritas APBN 2021, karena jika tidak dipertahankan berakibat kerugian pada korporasi.
Bukan Korporasi yang harus Dipertahankan, Melainkan Sistem yang harus Diganti
Banyaknya perusahaan gulung tikar hingga terpuruknya ekonomi di segala sektor, riil dan non riil bermula dari penanganan negara terhadap wabah. Sikap setengah hati dan tebang pilih atas beragam kebijakan yang digulirkan pemerintah disinyalir sebagai pemicunya.
Sejak awal harusnya kebijakan yang dipilih pemerintah adalah bersegera lockdown area masuk dan keluar. Lalu melakukan tracing, test and treatment bagi warga yang terinfeksi dan yang tak kalah pentingnya adalah menggelontorkan dana semaksimal mungkin untuk penanganan wabah. Baik untuk pasien, nakes atau warga terdampak, hingga kondisi benar-benar stabil untuk memulihkan ekonomi dan sosial warganya.
Demikian harapan rakyat untuk kebaikan negeri ini. Sayangnya, negara punya arah pandang lain sesuai kaca mata kapitalisme. Kondisi pandemi bukan berarti akses wisatawan asing ditutup, kerjasama bilateral dibatalkan, investasi ditunda tapi biarkan kehidupan berjalan normal, masyarakat cukup dihimbau jaga jarak, jaga fisik dan bermasker. Selebihnya, biarlah masyarakat mencari solusi sendiri dengan caranya.
Keinginan Ketua Umum Aprindo agar pemerintah menolong korporasi dengan ritelnya sebetulnya telah sejak lama dilakukan pemerintah. Buktinya, kebijakan memulihkan ekonomi dan dibukanya akses wisata di saat pandemi, adalah demi kepentingan korporat bukan kesejahteraan rakyat.
Sejatinya, persoalan utama bangkrutnya pengusaha ritel tak bisa dilepaskan dengan sistem yang menaunginya. Bukan semata karena wabah, banyaknya saingan bisnis, menjamurnya pengecer atau melemahnya daya beli masyarakat tapi karena ‘siapa yang memegang kendali perekonomian.’ Tentu saja Amerika dan kapitalismenya. Bahkan dollar sebagai mata uang Amerika menjadi senjata mematikan atas beragam mata uang di dunia terlebih mata uang kertas.
Kegagalan sistem kapitalisme dalam memulihkan ekonomi negeri ini telah begitu nyata menyerang ketahanan ekonomi individu, masyarakat bahkan negara. Landasan materi di atas segalanya telah meminggirkan sebuah konsep ‘berharganya nyawa manusia.
Setiap hari angka kematian akibat Covid-19 terus meningkat. Padahal tak akan ada artinya ekonomi digenjot sedangkan pelakunya lemah, sakit dan satu persatu berguguran. Lalu siapa yang akan menjalankan roda ekonomi jika SDA musnah, SDM sakit, selain keuntungan bagi imperialis kapitalis?
Kembali pada Islam, jangan Jauhi Syariat
Bertahan pada sistem sakit bahkan sekarat hanya akan memperpanjang penderitaan masyarakat dengan beban yang ditanggungnya. Demokrasi kapitalisme sudah tak bisa lagi dipertahankan menjadi sistem kehidupan terlebih untuk menyelesaikan krisis ekonomi global selain harus mencampakkannya dan beralih pada ideologi Islam sebagai sistem kehidupan yang sahih.
Islam dengan seperangkat aturannya memiliki solusi jitu yang datang dari pemilik kehidupan, Allah Azza wa Jalla. Aturan di dalamnya tidak saja mampu menyelesaikan masalah personal tapi juga global. Dari mulai akidah, akhlak, ipoleksosbud-hankam, Islam adalah yang terdepan. Pun demikian halnya dengan penanganan wabah agar tidak memunculkan dampak susulan, Islam punya tips luar biasa.
Untuk menyelesaikan persoalan umat, syara’ telah menunjuk satu kepemimpinan umum warisan Rasulullah saw. Kepemimpinan ini berwenang menerapkan aturan Islam secara menyeluruh melalui penguasa raa’in (pelayan umat). Di tangannya urusan publik akan diselesaikan dengan sebaik-baiknya dari mulai pangkalnya.
Jika wabah sebagai pangkal masalah dan akan berdampak menyeluruh, maka negara akan segera menerapkan karantina wilayah, social distancing dan physical distancing sebagaimana contoh Rasulullah saw. saat ada wabah lepra. Lalu kemudian seperti yang dilakukan masa kepemimpinan Khalifah Umat ra., memisahkan yang sakit dan sehat, memberikan pelayanan medis secara cepat dengan nol biaya (gratis).
Warga terdampak dan keluarganya akan dipenuhi kebutuhannya secara maksimal, mengerahkan kas negara dan kas daerah, sementara warga yang sehat tetap bisa melanjutkan aktivitasnya secara normal tanpa harus khawatir dengan penyebaran virus atau hilangnya perlindungan negara.
Dalam kondisi apapun negara tidak akan membiarkan orang asing mengintervensi kedaulatannya terlebih dengan jerat utang ribawi, karena jelas Allah telah mengharamkan praktik riba apapun jenisnya (QS.al-Baqarah [2]: 275).
Negara pun akan menempatkan kepemilikan individu, umum dan kepemilikan negara sesuai porsinya. Satu sama lain tidak berhak mengambil yang bukan haknya kecuali alasan yang dibolehkan syariat. Kekayaan alam yang merupakan fasilitas umum seperti air, padang rumput dan api akan dikelola oleh negara demi kemaslahatan seluruh masyarakat. Dan tidak akan diserahkan pada swasta atau asing untuk mengelolanya sebagai bentuk penjagaan terhadap hak umat dan kedaulatan negara. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah Swt.,
“…Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (TQS. An-Nisa: 141)
Seluruh masyarakat, baik muslim dan nonmuslim yang menjadi warga negara akan mendapat hak yang sama termasuk hak mendapat perlindungan. Para pedagang, pengusaha ritel atau pengusaha lainnya akan beraktivitas sesuai aturan Islam, dengan tidak menjual barang haram, transaksi ghulul atau transaksi ribawi.
Bahkan saking hati-hatinya dalam menjaga bercampurnya urusan kepemimpinan dan perdagangan, Khalifah Umar bin Abdul Aziz melarang para pejabatnya untuk berbisnis di wilayah kekuasaan mereka.
Apa yang dilakukan kepala negara dalam kepemimpinan Islam berbanding lurus dengan ketaatannya pada syariat. Mengatasi masalah apapun harus disandarkan pada aturan Allah dan Rasul-Nya, maka dampak susulan dari wabah sebagaimana yang muncul saat ini tidak akan terjadi di era pemerintahan Islam.
Masyarakat tenang, aman dan nyaman. Pengusaha dan pekerja akan menjalankan tugasnya sesuai akad kesepakatan tanpa khawatir pailit, PHK massal atau pensiun dini bagi pekerja tetap. Kehidupan dalam balutan keimanan mengharuskan mereka tidak fokus mengejar dunia apalagi riayah penguasa benar-benar berfungsi nyata.
“Siapa saja yang bertakwa pada Allah, akan Allah berikan padanya jalan keluar dan rezeki yang tidak terduga, dan siapa yang bertawakal pada Allah, maka Allah akan cukupi (kebutuhannya).” (QS at Thalaq: 2-3. (*)
Catatan: Isi di luar tanggung jawab redaksi