Oleh: Syamsudin Kadir
(Penulis Buku “Kalo Cinta, Nikah Aja!)
DI TENGAH bencana non alam atau masa pandemi: Covid-19 ini, mesti diakui bahwa tak sedikit yang menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan hidup. Permasalahan dalam beragam wajah pun muncul seketika. Rasanya seperti tak ada lagi jalan keluar atau solusi yang bisa ditempuh agar berbagai masalah hidup terselesaikan. Sehingga tak sedikit yang frustasi, sakit jiwa dan sampai pada level yang berbahaya yaitu mencela atau mengingkari ketuhanan Allah.
Pada aksi lanjutannya, dalam beberapa kesempatan ada saja yang mengingkari bahwa Allah adalah Pencipta makhluk-Nya. Mereka pun enggan mengakui Allah sebagai Tuhan yang layak disembah. Mereka pun sangat berani mengatakan bahwa Allah itu tak layak disembah dan tidak memiliki otoritas terhadap makhluk-Nya. Bagi mereka, manusia punya otonom untuk menentukan nasibnya, sehingga tak perlu menghamba dan bersyukur kepada-Nya. Atau tak perlu lagi berurusan dengan Zat Yang Kuasa itu.
Sikap semacam itu perlu kita perbaiki. Saling menasehati dalam kebaikan dan kesabaran pun perlu kita giatkan. Sebab kalau kita mau jujur, sungguh, Allah itu Maha Kasih pada kita hamba-Nya. Tanpa kita minta pun Ia sudah memberi kita berbagai nikmat. Ia telah menciptakan dan memberi kita nikmat yang jumlahnya tak berbilang.
Nikmat yang akrab dengan kita diantaranya adalah teliga, mata dan hati. Coba saja telisik pendengaran, penglihatan dan hati kita. Semuanya unik dan benar-benar terasa betapa hidup kita penuh nikmat.
Ia pun mengingatkan kita dalam firman-Nya yang sangat mulia,
قُلْ هُوَ الَّذِي أَنْشَأَكُمْ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ ۖ قَلِيلًا مَا تَشْكُرُونَ
“Katakanlah: “Dialah (Allah) Yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati”. (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur.” (QS. al-Mulk: 3)
Dalam kitabnya, Ibn Katsir mengutip riwayat dari Imam Ahmad al-Musnad. Di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ada seorang pengemis yang diberi sebutir kurma oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, akan tetapi pengemis menolak karena merasa pemberiannya itu hanya sebutir biji kurma.
Kemudian datanglah seorang pengemis lain dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tetap berikan sebutir biji kurma. Pengemis ini mengucapkan terima kasih dan rasa syukur telah mendapat pemberian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meski hanya sebutir kurma. Mendengar rasa syukur pengemis kedua ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun menambahkan 40 dirham untuknya.
Dilansir dalam “Buku Pintar Hadist Edisi Revisi” oleh Syamsul Rijal Hamid, hadits bersyukur atas segala nikmat Allah ini disampaikan oleh Ibnu Amr ra. bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ada dua watak yang apabila keduanya terdapat dalam diri seseorang, maka Allah mencatatnya sebagai orang yang sabar dan bersyukur. Yakni, seseorang yang jika melihat orang lain lebih pintar atas dirinya dalam masalah agama, ia mengikutinya. Dan jika melihat orang lain lebih sulit dari dirinya, lalu ia memuji Allah atas karunia yang diterimanya. Orang seperti inilah yang dicatat oleh Allah sebagai orang yang bersabar dan bersyukur.” (HR. Tirmidzi).
Begitulah seharusnya kita melakoni hidup ini. Sesulit apapun hidup kita, kita tetap menjaga rasa dan sikap syukur kita kepada Allah. Ya sangat elok manakala kita selalu bersyukur dan terus berupaya untuk bersyukur kepada Allah atas seluruh nikmat yang Ia berikan selama ini. Terutama nikmat yang sehari-hari melekat pada diri kita. Seperti nikmat pendengaran, penglihatan dan hati. Di samping nikmat lain yang tak bersentuhan langsung dengan fisik kita yang bila kita telisik lebih dalam maka kita bakal tersadarkan betapa Allah begitu sayang pada kita.
Bila kita menghadapi ujian hidup seperti kesusahan dalam hidup maka yang kita lakukan adalah melihat kondisi mereka yang lebih sulit dari kita. Karena di luar sana begitu banyak orang yang menghadapi permasalahan hidup yang jauh lebih sulit dan rumit dari kondisi kita. Sederhana saja, di luar sana ada yang makan hanya sekali dalam sehari, ada juga yang tertimpa sakit yang sangat berat, dan tak sedikit yang memiliki masalah dengan keluarganya. Mereka pun benar-benar hidup dalam kondisi yang sangat dan jauh lebih sulit.
Tapi kita, alhamdulillah, masih bisa bernafas dengan begitu asyiknya, masih bisa makan dan minum dengan nyaman, masih sehat dan masih akrab dengan keluarga kita. Betul setiap kita memiliki masalah dan tantangan hidup masing-masing, terutama pada masa pandemi ini, kesulitan ekonomi begitu terasa, kehawatiran terpapar virus pun begitu menggeliat, dan masih banyak lagi; tapi percayalah, kita masih beruntung diberi kesempatan oleh Allah untuk berbenah diri. Apa jadinya bila kita terpapar berbagai penyakit termasuk Covid-19? Astaghfirullah…
Bersyukur merupakan salah satu sikap yang perlu kita jaga, terutama pada kondisi semacam ini. Bersyukur merupakan salah satu pertanda bahwa kita memiliki hubungan yang baik dan akrab dengan Allah yang memberi kita nikmat bahkan menciptakan kita. Di samping itu, menjadi hamba yang pandai bersyukur merupakan satu indikasi paling sederhana bahwa hidup kita diberkahi oleh-Nya. Maknanya, hidup kita sejatinya ada dalam lindungan dan keberkahan-Nya. Bila demikian, semoga hidup kita semakin tenang dan bahagia, serta bencana non alam: Covid-19 ini segera berlalu.
Sembari itu, berdoalah kepada Allah sebagai wujud penghambaan dan sikap syukur juga penyerahan diri kita kepada-Nya, “Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh!”. (QS. An-Naml: 19). (*)