Oleh: Dra. Rivanti Muslimawaty, M.Ag
(Dosen di Bandung)
DI TENGAH upaya setiap daerah melakukan vaksinasi Covid-19, Kabupaten Bandung masih tertinggal. Sejauh ini, baru ada 300 ribuan orang yang divaksin, dari target 2,4 juta jiwa. Bupati Bandung, Dadang Supriatna mengakui, vaksinasi di Kabupaten Bandung hingga saat ini baru mencapai sekitar 300 ribu atau masih tersisa sekitar 2,1 juta sasaran.
“Target kita itu akhir Desember 2021 atau awal Januari 2022, 80 persen penduduk selesai menerima vaksin. Dari total 3,6 juta penduduk Kabupaten Bandung, berarti sekitar 2,8 juta orang. Jika dihitung usia 18 tahun ke atas, berarti sekitar 2,4 juta orang ditargetkan selesai mendapatkan vaksin,” beber Dadang.
Pada pelaksanaannya, vaksinasi di Kabupaten Bandung mendapat sejumlah kendala. Dadang pun mengungkapkan penyebabnya. Ia menjelaskan, ada tiga poin penting bagaimana vaksinasi bisa dilaksanakan, yaitu tenaga vaksinator, sasaran vaksinasi dan vaksin itu sendiri. Ketiadaan salah satunya, menyebabkan kegiatan vaksinasi tidak dapat dilakukan.
Pengadaan tenaga kesehatan (nakes) untuk vaksinator, juga tengah diupayakan jajarannya. “Dua poin sudah ada, nakes dan sasarannya. Kemarin kita baru menerima sekitar 2 ribu vial vaksin, itu berarti untuk 20 ribu sasaran. Kalau 80 persen harus selesai akhir tahun, diperkirakan kita butuh 31 ribu vaksinasi per harinya,” terangnya.
Dadang mengaku telah melayangkan surat kepada Kementerian Kesehatan, juga meminta bantuan secara langsung kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat. “Permintaan bantuan ini untuk mendorong kelancaran distribusi vaksin,” tandasnya. Dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bandung, untuk penanganan covid-19 dari Belanja Tidak Terduga (BTT) sekitar Rp 80 miliar. Sekitar Rp 50 miliar diprioritaskan untuk kegiatan vaksinasi. (Galamedianews.com, 16/7/21).
Kepercayaan masyarakat terhadap pelaksanaan vaksinasi covid-19 untuk pencegahan dan peningkatan imunitas tubuh sudah mulai tumbuh. Korban yang terus berjatuhan membukakan mata masyarakat akan pentingnya vaksinasi.
Masyarakat yang tadinya enggan divaksin sekarang berbondong-bondong memenuhi setiap tempat penyelenggaraan vaksinasi seperti Puskesmas dan tempat lainnya. Sayangnya antusiasme masyarakat tidak dibarengi dengan kesiapan negara menyediakan vaksin, dan tidak semua vaksin Covid-19 bisa diberikan secara gratis kepada masyarakat.
Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) Erick Thohir berulang kali mengatakan, ada dua jenis usulan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di Indonesia, yakni ada yang gratis dari pemerintah dan ada juga vaksin mandiri.
Menurut Erick, alasan utama tak semua vaksin Covid-19 diberikan secara gratis adalah karena mempertimbangkan kondisi keuangan negara yang telah terkuras untuk penanganan dampak Covid-19. Lebih lanjut, Erick mengatakan, dalam kondisi pandemi Covid-19 suka tidak suka, semua elemen harus bisa gotong royong, dari pemerintah, masyarakat, hingga kalangan pengusaha. “Kami sangat mengharapkan masyarakat yang memiliki uang bisa membantu keuangan negara dengan melakukan vaksinasi mandiri alias tidak gratis,” kata Erick. (detikhealth, 8/12/20).
Semestinya negara bisa fokus menyediakan vaksin dengan mengoptimalkan dana yang dimiliki. Proyek-proyek infrastruktur bisa dihentikan dulu agar dananya bisa dialokasikan untuk penyediaan vaksin. Jika vaksin tersedia secara merata, rakyat bisa mengakses dengan mudah sehingga bisa menekan penyebaran Covid dan diharapkan lambat laun menghilang. Jika penanganan masih setengah hati seperti saat ini, penyebaran Covid dikhawatirkan akan semakin tinggi.
Vaksinasi adalah solusi komunal bukan individual, sehingga negara wajib menjamin seluruh warga negara mendapatkan vaksinasi yang difasilitasi oleh negara sepenuhnya. Ini adalah konsekuensi negara karena dari awal terjadinya wabah negara enggan melaksanakan karantina wilayah meski sudah ada aturannya, yaitu Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Sesuai undang-undang ini, salah satu kewajiban pemerintah adalah memenuhi kebutuhan hidup dasar masyarakat, termasuk makanan bagi hewan-hewan ternak milik warga. Berdasarkan UU Kekarantinaan Kesehatan ini, karantina wilayah dilakukan jika situasi kesehatan masyarakat dikategorikan darurat, salah satunya karena penyakit menular.
Pemerintah lebih memilih penerapan herd immunity, maka sudah menjadi kewajiban negara untuk menyediakan vaksin secara merata dan gratis. Pemerintah tidak bisa berdalih keuangan negara tidak mencukupi, karena bila pengelolaan negara ini dilakukan dengan baik, akan ada dana yang lebih dari cukup untuk memenuhi semua kebutuhan rakyat.
Negeri kita diberkahi dengan Sumber Daya Alam yang melimpah, bila pengelolaannya dilakukan secara benar sesuai dengan aturan dari Sang Pencipta, maka negara dapat memenuhi kebutuhan semua rakyatnya secara adil dan merata.
Bila kita melihat sejarah umat Islam, nampak jelas kemampuan negara khilafah yang optimal dalam meri’ayah rakyatnya, baik muslim maupun kafir dzimmy. Khilafah menerapkan syari’at Islam dalam pengelolaan negara termasuk pengaturan sumber-sumber pemasukan dan pengeluaran dana baytul mal (kas negara).
Tidak ditemukan laporan satu pun bahwa rakyat dawlah khilafah menderita karena tidak diurus dengan baik. Khilafah justru membantu warga negara kafir yang berada jauh dari kekhilafahan seperti Irlandia Utara ketika ditimpa Wabah Kelaparan Besar (the Great Famine/Irish Potato Famine) pada tahun 1845-1852.
Sejarah telah membuktikan ketangguhan syari’at Islam dalam institusi Khilafah, maka jangan kita meragukannya lagi. Mari bersinergi berjuang mewujudkannya. (*)