Oleh: Irma Faryanti
(Member Akademi Menulis Kreatif)
DUA pekan sudah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) diberlakukan. Menurut rencana awal, kebijakan ini dilaksanakan hingga tanggal 20 Juli 2021. Namun ternyata pemerintah berniat memperpanjang PPKM tersebut hingga akhir bulan Juli.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy menyatakan bahwa Presiden Jokowi dalam rapat kabinet terbatas di Sukoharjo Jawa Tengah, telah memutuskan bahwa PPKM dilanjutkan sampai akhir bulan Juli. (kontan.co.id, 17 Juli 2021)
Berita susulan mengabarkan bahwa keputusan perpanjangan belum pasti diputuskan. Kesimpangsiuran informasi semakin membuat rakyat bingung. Nasib mereka seolah tak tentu arah, apakah masih bisa keluar mencari nafkah atau masih tetap terbelenggu di rumah. Pemerintah serba salah dalam menentukan langkah, jika dilanjutkan mereka akan berhadapan dengan protes berbagai pihak, sementara jika PPKM dihentikan bahaya penyebaran wabah menjadi ancaman yang mengerikan.
Tentu bukan tanpa alasan mengapa program tersebut belum bisa diakhiri, mengingat target yang diharapkan belum tercapai, dan masih banyak hal yang harus dievaluasi pasca pelaksanaan PPKM selama dua pekan ini. Berdasarkan fakta di lapangan, pemberlakuan kebijakan belum berhasil membawa perubahan. Kasus kematian akibat Covid-19 terus bertambah, rumah sakit nyaris penuh, sementara tenaga medis satu per satu turut menjadi korban.
Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman menyatakan bahwa pelaksanaan PPKM darurat pada sepekan pertama masih belum memberi perkembangan berarti dalam mengatasi penyebaran wabah. Bahkan perkembangan kasus Corona cenderung meningkat. Pertumbuhan kasus per 3 Juli sebanyak 38,3 persen, meningkat pada 9 Juli menjadi 46,4 persen. Demikian juga dengan angka kematian sama-sama mengalami peningkatan. Per satu juta penduduk angka nya meningkat dari 219 menjadi 236.
PPKM adalah kebijakan yang ditetapkan pemerintah untuk memutus rantai penyebaran wabah. Sayangnya, dalam pelaksanaannya mendapat pro kontra dari masyarakat karena kebijakan ini dinilai tidak berpihak pada rakyat kecil. Penguasa melarang sebagian sektor untuk beroperasi tapi membiarkan sektor lain yang mampu mempengaruhi perekonomian untuk tetap berjalan. Pemerintah lebih mengkhawatirkan terpuruknya perekonomian dibandingkan keselamatan rakyatnya.
Lockdown yang seharusnya diterapkan untuk memutus penyebaran, masih enggan dilakukan oleh pemerintah. Bahkan selama pemberlakuan PPKM, perjalanan ke luar negeri masih diperbolehkan dengan syarat ketentuan yang ketat. Sementara rakyat harus berjibaku menentukan nasib hidupnya karena tidak ada jaminan pemenuhan kebutuhan dari negara.
Penguasa yang seharusnya bertanggung jawab penuh atas urusan rakyatnya, faktanya tidak berlaku dalam sebuah negara kapitalis. Karena sistem ini lebih mengedepankan keuntungan materi dan berdiri atas asas manfaat. Tidak heran jika kepemimpinan yang terwujud adalah sosok yang miskin tanggung jawab dan abai dalam mengayomi urusan rakyat yang dipimpinnya.
Sementara Islam berbeda jauh dengan kapitalis. Sistem ini lebih tanggap dalam mengatasi wabah sejak awal agar penyebarannya tidak semakin meluas. Lockdown yang dilakukan menjadi langkah efektif untuk mencegah jatuhnya korban. Hal ini dilakukan berdasarkan ketetapan hukum Islam yang telah disyariatkan oleh Rasulullah. Beliau bersabda dalam hadisnya:
“Apabila kalian mendengar wabah di suatu tempat, maka janganlah memasuki tempat itu. Dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu tengah berada di tempat itu, maka janganlah kamu keluar darinya.” (HR. Muslim)
Penguasa dalam sebuah pemerintahan Islam akan melakukan tes yang massif agar mampu membedakan mana yang sehat dan sakit untuk selanjutnya dipisahkan dan diberi penanganan hingga sembuh. Sementara daerah yang tidak terkena wabah akan dibiarkan menjalankan aktivitas seperti biasanya dan saling membantu dalam menyuplai kebutuhan daerah terkena wabah. Semua diurus oleh negara tanpa harus pusing memikirkan cara pemenuhan kebutuhan hidup.
Hal inilah yang pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khaththab saat terjadi wabah thaun di Syam. Beliau memerintahkan untuk melakukan lockdown dan membentuk posko-posko bantuan bagi mereka yang terkena wabah agar kebutuhannya terpenuhi.
Demikianlah gambaran kontras perbedaan pemimpin kapitalis dengan Islam. Kesadaran akan posisinya sebagai pelayan umat menjadi pendorong bagi seorang pemimpin Islam untuk bersikap amanah dalam menjalankan tanggung jawabnya. Agar dapat menjaga kehormatan, harta, akal bahkan nyawa rakyat yang dipimpinnya.
Sosok kepemimpinan inilah yang dirindukan umat. Seorang penguasa yang hanya menjadikan ketundukan dan rasa takutnya hanya pada Allah saja. Ia akan menjalankan seluruh urusan kehidupan berdasarkan tuntunan al Qur’an dan as Sunnah. Semoga Allah menyegerakan terwujudnya seorang pemimpin yang peduli akan rakyatnya.
Wallahu a’lam Bishawwab.
Catatan: isi di luar tanggung jawab redaksi