Oleh: Suryani
(Pemerhati Masalah Sosial)
WABAH Covid-19 di tanah air akhir-akhir ini semakin melonjak, yang terkonfirmasi positif kian banyak, angka kematianpun semakin bertambah. Kekhawatiran akan adanya varian baru seperti yang terjadi di India akhirnya ditemukan juga di Indonesia. Sebagaimana yang dilansir dari laman CNNIndonesia.com Minggu 13 Juni 2021 ditemukan virus varian baru Covid-19 dari India di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengingatkan, “Varian baru virus Covid-19 sudah masuk Kudus, maka masyarakat harus sadar betul akan penularannya yang lebih cepat dibanding virus varian sebelumnya. Masyarakat harus disiplin mematuhi protokol kesehatan terutama saat berada di antara banyak orang jangan sekali-kali melepas masker,” kata beliau kala ditemui di sela kunjungan kerja di posko Covid-19 di Kudus.
Inilah yang sedang terjadi di negeri kita, melonjaknya orang yang terpapar dengan masuknya jenis varian baru yang penularannya sangat cepat, mengakibatkan rumah sakit kian sesak, banyak pasien yang antre, ambulans tak memadai untuk menjemput pasien Covid-19, kamar dan ruangan yang tak lagi mencukupi. Bahkan sejumlah RS tak mampu menampung para pasien, hingga terjadi penolakan pasien. Kondisi ini menambah keresahan dan ketakutan bagi masyarakat.
Dari fakta di atas seharusnya penguasa sebagai pembuat kebijakan dan pelindung masyarakat mengevaluasi sudah benarkah penanggulangan Covid-19 ini? Karena bukannya hilang atau setidaknya menurunkan angka penularan, yang terjadi malah semakin melonjak tajam. Kebijakan-kebijakan yang sering berubah-rubah, tidak konsisten dalam penerapannya menunjukkan ketidakmampuan penguasa dalam menangani wabah ini.
Sebenarnya menjadi hal yang wajar, ketika yang dipakai bukan aturan dari sang pencipta manusia, tapi dari sistem kapitalis yang didasari oleh kepentingan materi semata. Segala sesuatu disandarkan kepada keuntungan sebanyak-banyaknya. Untung rugi selalu menjadi pertimbangan dalam membuat kebijakan, keselamatan rakyat menjadi nomor sekian, justru yang diutamakan adalah ekonomi.
Kita bisa lihat dari awal wabah pertama kali terjadi di Wuhan China, ketika banyak negara menyetop wisatawan China masuk, negara kita malah melambaikan tangan agar mereka masuk dengan leluasa. Mudik dilarang, tapi TKA bebas masuk ke dalam negeri, dengan alasan diperlukan untuk perusahan-perusahan yang besar, padahal rakyat sendiri banyak yang tidak mempunyai pekerjaan karena dampak dari pandemi. Dari situ muncullah ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah, yang mengakibatkan masyarakat banyak yang abai terhadap prokes, yang akhirnya lonjakan kasus tak terbendung lagi.
Jelas ini bertentangan dengan Islam, Islam memposisikan penguasa adalah pemelihara rakyatnya. Ketika terjadi wabah penyakit yang menular, nyawa rakyatlah yang utama diselamatkan. Hal ini juga yang dilakukan Khalifah Umar bin Khattab ketika dalam perjalanan menuju Syam, beliau memutuskan kembali karena adanya wabah di wilayah tersebut.
Khalifah Umar pernah keluar untuk melakukan perjalanan menuju Syam, saat sampai di wilayah tersebut Umar mendapat kabar adanya wabah di wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf kemudian menceritakan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
“Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu, sebaliknya jika wabah terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu.” (HR Bukhari)
Pemerintah dalam Islam akan terus menerus mengedukasi masyarakat untuk melaksanakan protokol kesehatan, tidak keluar rumah jika tidak terlalu penting dan tegas menutup tempat yang mengakibatkan kerumunan, tempat hiburan, tempat wisata untuk sementara waktu ditutup. Agar terlaksana dengan baik, maka bagi yang melanggarnya ada sanksi yang adil tidak tebang pilih. Kemudian harus ada upaya testing secara massal kepada seluruh masyarakat dan gratis untuk bisa memisahkan yang sehat dengan yang sakit. Sehingga yang sehat masih bisa bekerja agar ekonomi bisa berjalan, dan yang sakit diisolasi agar tidak menularkan kepada yang lain serta diobati/treatment sampai sembuh tentunya dengan gratis pula. Kemudian melakukan tracing untuk melacak terhadap orang yang terkonfirmasi positif, kemana dan dengan siapa dia berinteraksi, agar keberadaan wabah cepat terdeteksi.
Semua pembiayaan tentu saja tanggung jawab negara. Karena memang tugas negara untuk memastikan keselamatan rakyatnya. Tentu saja mudah bagi negara yang menerapkan sistem Islam, karena memiliki sistem ekonomi Islam yang unik, di mana sumber pendapatan negara bukan hanya didapatkan dari pajak, sebagaimana saat ini, di tengah sulitnya ekonomi karena dampak dari pandemi masih harus dibebani pajak yang mencekik.
Hasil pendapatan negara diperoleh dari beberapa pos penerimaan di antaranya: dari hasil kepemilikan milik negara yaitu jizyah, ganimah, fa’i, kharaj dan kepemilikan umun yakni SDA yang dikelola negara, hasilnya dikembalikan kepada rakyat.
Islam mengutamakan keselamatan manusia daripada ekonomi, kehilangan materi tidak akan berarti apa-apa jika dibanding dengan hilangnya sumber daya manusia sebagai penerus risalah Nabi saw. Inilah amanah seorang pemimpin dalam mengimplementasikan firman Allah Swt. dalam mengurus urusan umat:
“….Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan seluruh manusia. Sesungguhnya Rasul Kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi.” (TQS al-Maidah ayat 32)
Sudah terlalu banyak tenaga kesehatan yang meninggal akibat tidak diterapkannya syariat Allah dan Rasul-Nya, padahal perlu waktu yang lama untuk menjadi seorang dokter atau perawat, belum lagi dari kalangan intelektual, birokrasi, dan ulama yang wafat karena terpapar Covid-19.
Maka sudah selayaknya kita mengambil Islam sebagai aturan dalam kehidupan, baik itu individu, masyarakat dan negara. Namun harus ada keinginan yang kuat diiringi kerja keras untuk memperjuangkannya, diawali dengan bersatunya umat dalam satu kepemimpinan. Sehingga lahirlah sosok pemimpin cinta rakyat serta melindungi nyawa rakyat dari wabah penyakit yang menular seperti saat ini.
Wallahu a’lam bi ash-sawwab.
Catatan: isi di luar tanggung jawan redaksi