KESAMBI, fajarsatu – Sejumlah pengusaha jasa barang dan kontruksi di Kota Cirebon kembali resah. Pasalnya, para pengusaha lokal ini mengindikasikan akan kembali gigit jari dalam pelaksanaan lelang sembilan paket pekerjaan senilai Rp 7 miliar lebih yang dilakukan Pokja ULP.
Hal iu diungkapkan sejumlah pengusaha lokal kepada media di kawasan perkantoran Bima, Kelurahan Sunyaragi, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon, Senin (30/8/2021).
Para pengusaha menduga ada pengkondisian pada lelang sembilan paket pekerjaan yang membuat mereka akan menempuh sanggah banding dan jalur hukum.
“Kami ikut lelang sembilan paket pekejaan yang dilakukan Pokja ULP, tapi anehnya muncul indikasi kami mau dizonk dengan modus lama dengan mencari-cari alasan,” kata owner CV Kania, Hasanudin.
Ia menambahkan, pihaknya akan fight melawan karena hal ini dinilai sudah tidak benar dan lebih memihak pengusaha luar kota.
Lanjutan Hasanudin, keanehan lelang yang juga diikuti pengusaha luar kota ini muncul karena semua peserta lelang berada urutan satu.
Dikatakannya, kriteria satu ini dari sisi administrasi lulus, tapi pada Rencana Kerja Kontruksi (RKK) perusahaannya dinilai ada yang salah, khususnya pada keselamatan kesehatan kerja kontruksi (K3).
“Ini kan jelas mengada-ada, padahal pengertiannya bukan begitu. Nah ini beda persepsi. Mangga dibuka saja PUPR No 10 pasal 1 tahun 2021, Pasal 11 juga mengkaitkan. Makanya kami jawab dengan tegas, tapi belum ada jawaban hari ini,” tambah Hasanudin.
Terkait hal ini, pihaknya akan melakukan sanggah banding agar proses lelang berjalan semestinya dan tidak membunuh eksistensi pengusaha lokal.
“Kami pengusaha lokal juga punya hak. Ada kelebihan pengusaha lokal, alamatnya jelas di Kota Cirebon. Sekarang ada kontraktor luar kota, apa Pokja ULP tahu keberadaan mereka dimana? ini kelemahannya,” tandas dia.
Yang ganjil, tambah Hasanudin, seperti pada lelang pertama sebelumnya, adalah memakai kaidah 10 persen atau 20 persen pagu jaminan, padahal dalam aturannya tidak ada hanya ada dimudahkan atau memudahkan pengusaha mana pun secara umum.
Ia mengatakan, pada lelang sembilan paket saat ini, pihaknya telah melakukan sanggahan sebelum nanti masuk ke sanggah banding.
“Isi sanggahan, Pokja ULP telah mengabaikan Intruksi No. 02/IN/M/2020 tentang Protokol Pncegahan Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19),” ujarnya.
Hasanudin menambahkan, penyedia jasa kontruksi wajib menyediakan fasiltas kesehatan di lapangan, sehingga dapat disimpulkan bahwa penetapan lelang tak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Disamping itu pokja telah mengabaikan tata urutan dari sisi penawaran lulus.
Sementara, Sekretaris Gapeknas, Nurhaedi mengatakan, terkait persoalan adanya dugasn pengkondisian pada sembilan peket pekerjaan ini, hal yang wajar bila kemudian prngusaha lokal marah.
Makanya, lanjut Nuhaedi, pihaknya akan menempuh tiga langkah. Pertama sanggah banding, kedua bawa ke ranah hukum dan terakhir hearing dengan dewan.
“Ingat pada saat sanggah banding, Pokja ULP tak boleh mengeluarkan pengumuman hasil lelang. Itu aturan,” tegas Edi..
Seorang pemgusahan lainnya, H. Adnan menyebutkan, dirinya mendukung langkah-langkah yang akan ditempuh para pengusaha lokal, apalagi pengusaha lokal harusnya lebih diutamakan, minimal dari segi etika dan manfaat.
“APBD itu judulnya APBD Kota Cirebon, ya utamakan dulu lah warga Kota Cirebon. Bukan malah cari-cari kesalahan,” ujarnya.
Terpisah pengusaha lokal senior, H. Yuyun Wahyu Kurnia menyarankan agar para pengusaha lokal melakukan protes dilakukan dengan cara-cara persuasif.
“Saya mendukung karena kalau itu benar, itu hak mereka untuk memperjuangkannya. Apalagi dudah 4 tahun ini pengusaha lokal banyak yang terpinggirkan hingga banyak yang bubar,” kata Yuyun. (irgun)