Oleh: Sari Ramadani
(Aktivis Muslimah Medan)
“BABLAS Tanpa Batas” mungkin kalimat inilah yang dapat menggambarkan “Toleransi” pada sistem hari ini. Ketika mayoritas selalu di anggap intoleransi kepada kaum minoritas, sehingga tindakan apa pun yang dilakukan oleh mayoritas selalu salah hingga berujung perselisihan. Lantas, bagaimanakah standar toleransi yang sebenarnya pada sistem hari ini?
Setelah sebelumnya terjadi banyak sekali polemik selama sekitar 15 tahun, akhirnya Pemerintah Kota Bogor menyerahkan dokumen izin mendirikan bangunan (IMB) untuk pembangunan rumah ibadah Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Jalan R. Abdullah bin Nuh, Yasmin, Kota Bogor, Jawa Barat.
Menurut Bima selaku Wali Kota Bogor, dokumen IMB GKI harus menjadi bagian dari ikhtiar bersama agar semakin menguatkan keberagaman dan memberi penghormatan terhadap kebebasan beribadah kepada umat dari semua agama yang diakui oleh negara. Selain itu juga beliau menegaskan bahwa pemkot setempat akan selalu mengawal pembangunan rumah ibadah gereja bersama dengan warga setempat. (m.republika.co.id, 08/08/2021).
Hanya terjadi dalam sistem hari ini yaitu Demokrasi-Sekularisme, bahwa untuk menyelesaikan sengketa yang berkaitan dengan toleransi beragama, membutuhkan energi besar dan waktu yang sangat panjang.
Kendati demikian, umat muslim sebagai mayoritas di negeri ini, masih saja menjadi pihak yang amat dirugikan karena dalam hal ini dianggap sebagai pemicu permasalahan yang duduk masalahnya dianggap hal yang wajar namun dibesar-besarkan. Padahal masalah yang sebenarnya berupa manipulasi oleh pihak non muslim selaku minoritas demi mencapai tujuannya.
Inilah watak sistem sekuler yang sebenarnya. Yang sudah terbukti telah gagal wujudkan toleransi dan selalu saja mengorbankan kepentingan umat muslim selaku mayoritas di negeri ini.
Standar ganda toleransi yang di tawarkan sistem hari ini terbukti tidak mampu memberikan kepuasan bagi semua pihak, berat sebelah dan cenderung menyudutkan umat muslim sebagai biang keladi dari semua masalah yang ada.
Inkonsistensi yang terjadi pada sistem hari ini, melahirkan cara pandang yang beragam tentang bagaimana bertoleransi. Kebebasan beragama pun sangat di junjung tinggi oleh sistem hari ini yang memang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan.
Sehingga karena hal inilah setiap individu merasa sangat berhak menjalankan ritual peribadahannya walaupun melanggar setiap aturan yang ada dan bahkan sanggup mengorbankan kepentingan pihak lain dengan berbagai cara.
Standar ganda toleransi yang tak jelas arahnya pun terlihat sangat jelas saat kaum minoritas merasa tertindas, maka para aktivis HAM dan kebebasan akan langsung bersuara. Namun, jika mayoritas yang tertindas, maka mayoritas harus mengalah dan menghargai minoritas meskipun pihak minoritaslah yang sebenarnya bersalah.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
لَاۤ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِ ۗ قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَّكْفُرْ بِا لطَّا غُوْتِ وَيُؤْمِنْ بِۢا للّٰهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِا لْعُرْوَةِ الْوُثْقٰى لَا انْفِصَا مَ لَهَا ۗ وَا للّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 256).
Sudah jelaslah bahwa hanya Islam yang memang mampu menjalankan “Toleransi” yang sebenarnya tanpa pernah bersuara lantang melabeli diri sebagai makhluk paling toleransi. Karena memang Islam sudah mengajarkan bagaimana bertoleransi yang sebenarnya sedari awal.
Fakta sejarah membuktikan bahwa pada saat sultan Muhammad Al-fatih berhasil menaklukkan kota Konstantinopel, beliau tidak membantai umat Kristen pada saat memasuki Hagia Sophia untuk pertama kalinya. Namun beliau membebaskan mereka untuk tetap menganut agama mereka tanpa pernah memaksa mereka untuk masuk ke dalam Islam.
Contoh lainnya yaitu Rasulullah memberi kesempatan kepada umat Kristen untuk beribadah ketika sampai saatnya untuk melaksanakan ibadah bagi mereka. Hal ini terjadi ketika beliau menerima delegasi Kristen Najran.
Dan masih banyak lagi contoh yang lain pada saat penerapan Islam dalam institusi pemerintahan yang memang benar-benar menerapkan toleransi yang sesungguhnya. Maka, tak inginkan kita hidup dengan aman dan damai sebagai mayoritas? Hanya Islamlah yang dapat mewujudkannya. Maka, bersegeralah wahai umat muslim!
Wallahualam bissawab.
Catatan: isi di luar tanggung jawab redaksi