Oleh: Irma Faryanti
(Member Akademi Menulis Kreatif)
DUKA masih menyelimuti dunia kesehatan di negeri ini. Betapa tidak, pandemi yang diharap segera tiada, nyatanya tak kunjung sirna. Dugaan bahwa akan ada lonjakan pasca Idul Fitri nyatanya terbukti, jumlah korban semakin tidak terkendali. Kebijakan PPKM yang digulirkan faktanya tidak cukup efektif dalam menangani penyebaran virus yang semakin menjadi-jadi.
Ketidakefektifan PPKM nampak jelas dari berlarutnya penetapan kebijakan. Dari yang semula direncanakan hanya dua pekan diperpanjang hingga awal bulan Agustus. Itupun tidak semua sektor bisa berjalan normal, perubahan hanya terjadi pada penyebutan yang semula PPKM darurat menjadi berlevel.
Pemerintah menyadari bahwa keputusan perpanjangan ini pasti menimbulkan banyak resiko, salah satunya adalah kesempitan hidup yang dialami oleh masyarakat akibat terbatasnya ruang gerak untuk beraktivitas di tengah PPKM. Sehingga bantuan sosial (bansos) pun menjadi hal mendesak yang tidak bisa diabaikan begitu saja.
Namun sayangnya, pemerintah bak ingin berlepas tangan dari tanggung jawabnya. Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy menyatakan bahwa bansos tidak bisa dipikul oleh pemerintah sendirian, ia meminta semua pihak untuk gotong royong dan saling membantu. (detikNews.com, 16 Juli 2021)
Hal yang paling menyedihkan, negeri ini pun akhirnya menjadi episentrum Covid-19 di dunia, bahkan pertumbuhannya menjadi yang terpesat seantero jagad ini. Pemberlakuan PPKM darurat nyatanya belum mampu membendung munculnya berbagai kasus baru. Solusi yang cenderung parsial dan tidak tepat sasaran menjadi penyebab masalah kian rumit dan berlarut.
Demikianlah, akibat kesalahan penanganan sejak awal, negeri ini semakin kehilangan arah dalam mengatasi wabah. Akibat tidak mau beresiko terganggunya perekonomian, keselamatan rakyat harus dikorbankan. Alih-alih melakukan pemutusan total terhadap hal-hal pemicu merebaknya penyebaran virus. Negeri ini justru membiarkan peluang merebaknya pandemi.
PPKM yang digadang-gadang bisa menghentikan, justru malah semakin memperparah keadaan. Masyarakat dibiarkan mengais rezeki di tengah segala pembatasan. Apa yang seharusnya menjadi hak mereka sebagai warga negara, urung diberikan walau sekedar sebuah jaminan kebutuhan.
Inilah watak asli penguasa kapitalis, yang lebih mementingkan ekonomi daripada keselamatan rakyatnya sendiri. Padahal masih ada banyak cara untuk bisa bangkit jika mau berusaha, misalnya dengan melakukan lockdown total negara hingga pandemi betul-betul bisa dikendalikan. Namun hal ini tentu harus disertai dengan jaminan terpenuhinya kebutuhan masyarakat.
Adapun sumber dana bisa diambil dari kekayaan alam yang dimiliki negeri ini, sehingga masyarakat bisa fokus menjaga diri dari paparan virus tanpa konsentrasinya harus terbagi untuk mencari rezeki. Karena penguasa telah mencukupi segala kebutuhan keseharian mulai dari pangan, obat-obatan dan berbagai fasilitas kesehatan lainnya. Namun sayangnya saat ini semua itu hanya sebatas mimpi.
Tapi inilah ironi negara demokrasi, kesejahteraan hanya sebatas angan dan sekedar ilusi. Sangat jauh terbalik dengan sistem Islam yang mengayomi umat di setiap keadaan. Konsepnya jelas, akan memberi jalan keluar secara tuntas bagi permasalahan pandemi.
Telah jelas ketentuan penanganan wabah dalam sebuah pemerintahan Islam. Negara akan segera melakukan sistem lockdown, memisahkan antara yang terpapar dengan yang sehat. Fokus menyembuhkan si sakit dengan memberi jaminan pemenuhan kebutuhan selama menjalani proses isolasi. Sementara daerah yang tidak terdampak wabah dibiarkan beraktivitas seperti sediakala.
Penguasa tidak harus mengorbankan keselamatan rakyatnya karena khawatir terganggunya ekonomi negeri, sebab seorang pemimpin dalam Islam adalah pelayan umat, ia tidak bekerja untuk kepentingan siapapun terlebih asing. Dari sisi pengelolaan kekayaan negara akan tertata dengan baik sesuai ketentuan syariat dan digunakan dengan cara yang tepat agar bisa ditujukan untuk kepentingan umat.
SDA melimpah dalam pandangan Islam termasuk kepemilikan umum bukan milik negara. Islam mengharamkan harta kekayaan milik umum untuk dimiliki oleh individu ataupun swasta. Maka kebutuhan, keselamatan dan kesejahteraan rakyat bisa terpenuhi baik di kala nirmal atau wabah. Penguasa bertanggung jawab penuh karena rasa takutnya kepada Allah akan hisab-Nya. Sabda Rasulullah saw. :
“Amir (pemimpin) masyarakat adalah pengurus mereka dan dia bertanggungjawab atas (urusan) rakyatnya.” (HR. Al Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at Tirmidzi dan Ahmad)
Oleh karenanya, yang diperlukan umat saat ini adalah sosok pemimpin yang mengayomi, peka terhadap apa yang diperlukan dan sigap dalam mengambil tindakan. Solusi yang diberikan pun mengakar dan tepat pada sasaran. Gambaran penguasa seperti ini hanya akan didapati ketika Islam diterapkan sempurna sebagai sebuah sistem hidup. Yang akan memberi naungan dan menjadi rahmat bagi semesta alam.
Wallahu a’lam Bishawwab.
Catatan: Isi di luar tanggung jawa redaksi