Oleh: Umniyatul Ummah
(Pegiat Dakwah)
PENISTAAN agama kembali berulang, kali ini dilakukan oleh YouTuber Muhammad Kece (MK) yang menghina Islam khususnya Nabi Muhammad saw. Ia mengatakan jika Nabi Muhammad dekat dengan jin, dikerumuni jin, tidak dekat dengan Allah Swt serta menyebut kitab kuning yang diajarkan pondok pesantren mengandung unsur radikal dan menyesatkan.
Hal ini sontak menuai reaksi di berbagai kalangan masyarakat, kesal dan juga marah karena Islam selalu saja dilecehkan. Namun umat Islam diminta agar bersabar dan tidak terprovokasi yang akan merugikan umat Islam itu sendiri.
Salah satunya dari ulama ternama di negeri ini yakni Anwar Abbas. Dilansir iNews.id (22/8/21) yang mengatakan bahwa Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas dalam akun youtubenya beliau meminta agar aparat penegak hukum segera menangkap Muhammad Kece yang telah menghina dan merendahkan agama Islam.
Bahkan lebih dari itu, ungkapan MK yang sebelumnya beragama Islam kemudian pindah ke Kristen pada tahun 2014 ini jelas telah mengganggu kerukunan antar umat beragama dan meresahkan.
Oleh karena itu pihaknya ingin segera polisi menangkap dan menindak tegas agar para penista agama jera dan tidak melakukan perbuatannya kembali.
Namun efektifkah hukum di negeri ini untuk menangkal penghinaan terhadap agama? Kita masih ingat kasus penistaan agama sebelumnya yang dilakukan oleh Joseph Paul Zhang hingga saat ini masih menggantung dan masuk dalam daftar pencarian orang sehingga tidak jelas penyelesaiannya.
Berulangnya kasus penistaan agama tidak lain merupakan dampak dari diembannya sistem kehidupan yang berasal dari Barat, yaitu sekularisme liberalisme.
Sistem sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan) dan liberalisme (paham kebebasan) ini membuat negara tidak mampu menjaga dan melindungi kehormatan agama. Paham ini meminggirkan peran negara sehingga negara tidak hadir sepenuhnya ketika kaum muslim terzalimi dengan berbagai ujaran kebencian terhadap Islam.
Kita juga mengenal ada empat kebebasan dalam sistem ini diantaranya adalah kebebasan berpendapat, kebebasan beragama, kebebasan kepemilikan dan terakhir kebebasan bertingkah laku. Kebebasan berpendapat kerap kali dijadikan alasan dan selalu menjadi pembenaran oleh mereka para penista.
Ditambah lagi hukum di negeri ini yang masih jauh dari kata adil dan tidak berpihak pada umat Islam. Negara cenderung pasif, begitupun pihak yang berwenang terkesan lamban dalam menangani masalah penodaan agama. Sangat berbeda ketika pelaporan ujaran kebencian dan penghinaan kepada para pendukung penguasa, akan lebih cepat bereaksi dan ditangani.
Lebih dari itu, sekularisme telah menempatkan agama sebagai sesuatu yang tidak penting dan sakral sehingga keberadaanya tidak harus dijaga apalagi dilindungi. Hal ini berdampak pada perlakuan negara terhadap agama yang hanya dianggap sebagai urusan individu semata. Bahkan penerapannya hanya sebatas ibadah ritual sementara urusan kehidupan lainnya diserahkan kepada masing-masing.
Alhasil, dalam sistem ini kejadian penistaan agama akan terus ada karena ketiadaan penjaga. Sistem ini telah memberi ruang kepada siapa saja untuk menyuarakan pendapatnya. Meskipun pendapatnya mengundang kegaduhan dan kemarahan masyarakat. Sanksi yang dijatuhkan pun terkesan tebang pilih dan tidak pernah tuntas penanganannya dalam sistem sekuler buatan manusia ini. Sehingga negara gagal dalam melindungi umat dan agama.
Sejatinya sistem Islam, yang datang dari dzat yang Maha Sempurna Allah Swt. Sistem ini lahir dari akidah Islam dan memancarkan berbagai aturan mengenai kehidupan berupa syariat yang wajib ditaati oleh kaum muslim.
Salah satu tujuannya adalah menjaga agama, di samping menjaga jiwa harta dan juga keamanan. Oleh karenanya seorang pemimpin dalam sistem Islam (khalifah) akan bertanggung jawab merealisasikan tujuan tersebut. Ia akan bertindak tegas, pantang berkompromi, dan tidak lemah terhadap para penista.
Karenanya penistaan terhadap agama dan perilaku sejenisnya yang dapat mendatangkan permusuhan dan memecah belah umat tidak akan ada lagi. Terlebih lagi Islam memiliki aturan yang sangat rinci yang digali dari Al Qur’an dan As Sunnah. Bagi penista agama maupun penghina nabi negara akan memberikan sanksi berupa hukuman mati yang di dalamnya ada perincian-perincian, dan diputuskan oleh qadhi dalam pengadilan Islam.
Ketegasan hukuman ini dapat kita lihat ketika Khalifah Abdul Hamid mengambil sikap yang berani merespon pelecehan yang dialamatkan kepada Rasulullah saw. Dengan cepat beliau memanggil duta besar Perancis untuk meminta penjelasan atas niatnya yang akan menggelar teater berisi penghinaan terhadap Nabi saw. Beliau berkata kepada duta tersebut: “Akulah khalifah umat Islam Abdul Hamid. Aku akan menghancurkan dunia di sekitarmu jika kamu tidak menghentikan pertunjukan tersebut.”
Begitulah sikap pemimpin negara dalam Islam yang tegas dan berwibawa. Pemimpin seperti ini sangat dirindukan oleh kaum muslim agar Islam dan Rasul-Nya tidak selalu dihina dan dilecehkan karena kebencian mereka, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al Qur’an surat Ali Imran ayat 118 yang artinya: “…. Sungguh, telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang tersembunyi di hati mereka lebih jahat.”
Maka dari itu, seruan terhadap tegaknya syariat adalah suatu keharusan. Agar umat memahami bahwa hidup di bawah sistem kufur sekularisme kapitalisme beserta turunannya tidak akan membawa kepada kebaikan yang ada hanya kemudharatan, umat terpecah belah dan tidak adanya kerukunan umat beragama. Sudah saatnya kita kembali kepada sistem Islam yang menerapkan aturannya secara kaffah agar kemuliaan Islam akan selalu terjaga.
Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Catatat: Isi di luar tanggung jawab redaksi