Oleh: Ine Wulansari
(Pendidik Generasi dan Pegiat Dakwah)
HIJRAH kata yang tak asing lagi bagi kita dan sering menjadi perbincangan publik. Dapat kita saksikan dari berbagai kalangan melakukan hijrah, mulai dari kalangan artis hingga generasi muda. Tentu saja ini merupakan hal yang positif dan sedikit banyak mempengaruhi khalayak.
Menuju arah yang lebih baik alias hijrah, sudah pasti menjadi dambaan kita sebagai insan. Berbagai proses kehidupan untuk mencapai perubahan tak sedikit menghadapi aral lintang yang berat. Banyak yang berhasil melaluinya dan tetap istikamah di jalan perubahan ini. Sungguh, hijrah adalah jalan yang tak mudah dilalui. Butuh kesiapan secara mental, bekal ilmu yang mumpuni dan kesungguhan dari diri sendiri.
Hijrah bukan hanya perubahan individu saja yang ingin menuju ke arah lebih baik. Harapan akan perubahan negeri ini pun menjadi impian kita semua, tak terkecuali Para tokoh atau pun pejabat, mereka memimpikan agar Indonesia maju dan berubah. Tentu hal ini merupakan keinginan yang baik.
Seperti Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa yang berharap agar bisa lepas dari jebakan negara pendapatan kelas menengah. Ia mendambakan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 6 persen pada 2022 mendatang. Bila hal ini dapat dicapai, Indonesia bisa naik kelas menjadi negara maju pada 2024. (CNNIndonesia.com, Rabu 04/08/2021)
Hal senada disampaikan Sukidi Muyadi Selaku anggota Dewan Pakar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), imajinasi tentang impian Indonesia di masa depan harus segera dirumuskan. Ia mengatakan, bangsa besar itu memiliki impian, gagasan, dan pemikiran terhadap keberlangsungan masa depan.
Harapan yang disampaikan Menteri PPN/Kepala Bappenas dan anggota dewan BPIP, menjadi harapan Presiden RI. Dalam pidato Joko Widodo pada peringatan hari Kelahiran Pancasila, ia menyampaikan harapannya menjadikan Indonesia negara maju, negeri yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. (Setkab.go.id, 1/6/2021)
Harapan menjadikan negeri yang maju merupakan keinginan yang mulia. Namun jika hanya sekadar keinginan tanpa ada tindakan nyata, maka hal ini sangat sulit untuk diwujudkan. Bagaimanakah mewujudkan impian dan harapan ini? Sementara yang kita tahu, negeri ini menerapkan sistem kapitalisme sekuler dalam pemerintahannya. Menyebabkan aspek politiknya menjadi rusak dengan menghalalkan segala cara.
Ditambah aspek ekonomi yang berbasis ekonomi ribawi. Juga aspek sosial yang buruk, serta aspek pendidikan yang jauh dari nilai Islam. Begitu pun dengan aspek hukum, keadilan hanya diperoleh bagi mereka yang berkuasa. Inilah fakta yang terjadi di negeri yang impiannya menjadi negara maju, namun yang terjadi banyak menyebabkan kerusakan bagi rakyat dan negara.
Dampak diterapkannya sistem kapitalisme ini, merupakan musibah besar bagi dunia dan Indonesia di dalamnya. Bagaimana tidak, negeri yang kaya raya dengan anugerah sumber daya alam yang melimpah, justru dikuasai tangan-tangan serakah yang memberi efek merusak negeri dan menyengsarakan rakyat. Indonesia masuk ke dalam perangkap utang ribawi yang memberi dampak berkepanjangan. Dengan utang ini, Indonesia bergantung pada negara lain. Aset-aset vital negara dengan mudahnya dijual kepada pihak asing.
Sementara Indonesia hanya mendapatkan bagian yang sangat kecil. Sektor-sektor strategis seperti tambang dan energi, pengelolaannya diserahkan pada swasta dan asing. Akhirnya, bukan bangsa Indonesia yang menikmatinya. Justru merekalah yang semakin kuat bercokol di negeri ini untuk menguasainya melalui jalur investasi.
Dapat kita lihat dengan jelas, sistem kapitalisme telah gagal membawa Indonesia menuju kemakmuran. Rakyat terus-menerus menghadapi kesulitan hidup secara ekonomi, dan negeri ini jauh dari keberkahan disebabkan dosa maksiat yang dianggap biasa dan disebut sebagai hak asasi.
Kebobrokan yang disuguhkan sistem rusak ini harus segera diganti, agar perubahan hakiki yang menjadi harapan umat segera terwujud. Tidak ada jalan lain yang harus ditempuh untuk terwujudnya impian menjadi negeri yang diberkahi, yakni hijrah. Tentu saja hijrah bersama dari sistem demokrasi sekuler menuju sistem Islam. Dengan semangat yang dimiliki umat, sudah seharusnya diarahkan bukan hanya sekadar memperbaiki pada level individu saja, tetapi juga sampai pada level negara.
Hijrah dapat diartikan berpindah dari kondisi yang buruk menuju kondisi yang lebih baik. Dari kejahiliahan dan kemaksiatan menuju cahaya kebenaran, dari kehidupan sistem sekuler menjadi islami yang menerapkan nilai-nilai Islam.
Menjadi syarat utama ketika seorang individu hendak berhijrah, yakni memantapkan niat karena Allah Swt. Diikuti dengan perbuatan yang mematuhi segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Tentu saja hal ini dapat dilakukan dengan mempelajari atau mengkaji ajaran Islam. Tak boleh mencukupkan diri dengan mengubah penampilan dengan menggunakan simbol-simbol agama semata.
Jika hijrahnya individu tidak dibarengi dengan hijrahnya lingkungan tempat ia berada, maka akan membahayakan akidahnya. Sebab lingkungan yang buruk akan mempengaruhi seseorang dalam berhijrah. Menurut ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari menjelaskan, bahwa hijrah itu ada dua macam. Pertama, hijrah bathinah yaitu meninggalkan apa saja yang diperintahkan oleh hawa nafsu yang selalu cenderung pada seruan setan. Kedua, zhahirah yaitu menyelamatkan agama dari fitnah.
Maka dari itu, hijrah yang sempurna ketika seseorang meninggalkan segala yang dilarang Allah Swt., termasuk meninggalkan syirik menuju Darul Islam. Perubahannya bukan hanya untuk diri sendiri, melainkan perubahan untuk negeri.
Kemudian, bagaimana cara mewujudkan perubahan agar menjadi negeri yang diberkahi? Memang bukanlah hal yang mudah mewujudkannya, banyak tantangan yang akan dilalui. Tentu saja tantangan ini akan mampu dilewati dengan kekuatan akidah Islam yang dimiliki setiap individu yang melakukan perubahan.
Maka dibutuhkan kerja sama seluruh komponen rakyat dalam mewujudkan negeri maju dan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an surat Saba’ ayat 15: “Sungguh, bagi kaum Saba’ ada tanda (kebesaran Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan sebelah kiri, kepaflda mereka dikatakan, ‘Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. Negerimu adalah negeri yang baik sedang Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Pengampun.”
Menurut Iman al-Qurthubi, tafsiran mengenai baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur pada ayat di atas menunjukkan bahwa Allah menghimpun sekaligus pada orang-orang Saba’ yakni antara ampunan Allah atas dosa-dosa mereka dan anugerah-Nya bagi kebaikan tempat tinggal mereka. Kedua hal ini adalah keselarasan antara keberkahan negeri dan kesalehan penduduknya.
Oleh karena itu, untuk mewujudkan harapan Indonesia menjadi negeri yang diberkahi hanyalah dengan menerapkan Islam dalam naungan Daulah Islamiyah (sebuah negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah). Inilah satu-satunya prasyarat dan cara untuk menghancurkan sistem yang rusak dan merusak bernama kapitalisme. Daulah juga yang akan mampu menghentikan keserakahan musuh-musuh umat yang terus menguasai kekayaan setiap negeri muslim.
Wallahu a’lam bish shawab.
Catatan: isi di luar tanggung jawab redakasi