Oleh: Adibah NF
(Komunitas Literasi Islam)
LAGI! petani kena frank. Dulu petani tomat yang menangis karena saat panen harga tomat anjlok, sampai masa panen pun dibiarkan rusak, membusuk dan kering. Sekarang giliran petani cabai merah keriting dan juga petani cabai jenis lainnya yang menangis karena harga cabai benar-benar anjlok.
Seperti harga cabai keriting dari kisaran Rp 25 ribu hingga Rp 30 ribu per kilogram menjadi Rp 2.000-Rp 3.000 per kilogram. Padahal beberapa bulan lalu, konsumen menjerit karena harga cabai berbagai jenis harganya melangit.
Demikian pula dengan cabe jenis lainnya. Seperti harga cabai rawit di pasar grosir misalnya jatuh pada kisaran harga Rp 8.000 per kilogram, pada bulan sebelumnya masih pada kisaran harga Rp 35 ribu per kilogram.
Diikuti harga cabai besar dari harga Rp 8.000 per kg menjadi Rp 5.500 per kg, juga harga cabe rawit hijau dari Rp 13 ribu menjadi Rp 4.000 per kg. Sesuatu yang wajar jika para petani akhirnya membiarkan tanaman cabainya tanpa dipanen bahkan ada yang sampai membiarkan atau membakar lahannya.
Menurut Abdul Hamid, selaku ketua Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI), para petani cabai mengeluhkan anjloknya harga cabai. Menurutnya, karena pasar sepi sementara hasil panen melimpah tak terserap pembeli seperti restoran, pelaku usaha warteg hingga perkantoran. Bahkan tidak sedikit para pedagang di pasar menolak pasokan cabai karena masih memiliki pasokan. Kumparanbisnis, Sabtu(28/8/2021).
Selain itu, anjloknya harga cabai disebabkan karena sepinya pasar efek dari PPKM dan impor komoditas yang telah dilegalkan pemerintah. Meskipun cabai bukan merupakan komoditas strategis, namun cukup tinggi tingkat konsumsi masyarakat terhadap cabai.
Maka tak aneh jika sebagian dari para petani memilih bercocok tanam cabai itu merupakan pilihan terbaik. Terlebih ada momen tertentu dimana cabai menjadi idola masyarakat. Tapi sayang, semangat para petani ketika dimusim tanam dengan berharap akan mendapat keuntungan saat panenpun amblas.
Sebenarnya, bukan hanya petani cabai yang sering kena frank saat panen. Para petani lainpun tak jarang mengalami hal yang sama. Semisal petani bawang putih, bawang merah, kedelai, juga komoditas ternak seperti ayam, atau komoditas strategis dan politis semisal beras tak luput dari permasalahan.
Seolah hal ini bukanlah masalah yang penting untuk segera diselesaikan dan dibahas secara serius. Semestinya masalah ini dijadikan topik pembahasan pemerintah dalam menyemangati para petani demi terwujudnya kesejahteraan para petani dan keadilan bagi konsumen.
Alhasil, jika negara mandiri dibidang pangan, semisal komoditas cabai ini tanpa perlu mendatangkan komoditas yang dimiliki negeri sendiri dari negara lain. Mengingat mayoritas penduduk negeri ini memang senang dan ahli dalam bertani/bercocok tanam. Tapi, lagi-lagi, pemerintah negeri ini tampak gagap dalam menghadapi situasi semacam ini. Seharusnya, serius mencari solusi demi kesejahteraan rakyat secara umum.
Menurut Kementerian Pertanian (Kementan) penyebab anjloknya harga cabai dipasar akibat dari faktor kelebihan produksi atau surplus. Liputan6.com (29/8). Tak jarang apabila terjadi situasi seperti ini diakibatkan dari pembiaran pemerintah terhadap masalah impor yang tetap berjalan di tengah produksi sedang surplus, baik karena impor maupun panen raya dengan dalih untuk memenuhi kebutuhan perindustrian. Bahkan seolah pemerintah kebingungan dalam mengambil keputusan. Ambil impor atau tolak.
Pemerintah adalah pihak yang berperan besar dalam situasi yang merugikan ini dengan menciptakan kondisi kondusif terhadap banyaknya mafia dan kartel di sektor pangan. Ditambah lagi posisi tawar pemerintah lemah menghadapi tekanan asing akibat jebakan kesepakatan internasional dalam masalah pangan.
Dalam hal ini, pantas apabila dikatakan saat ini, pemerintah dalam sistem kapitalisme, tidak menjadikan kepentingan rakyat menjadi masalah utama. Kekuasaan yang dimiliki, hanyalah alat untuk mewujudkan kepentingan kelompok atau partai politik yang telah mengangkatnya. Sehingga dukungan kepemimpinan seperti praktik bisnis dan perjudian. Alhasil kebijakan yang dikeluarkanpun tak lepas dari kepentingan para pendukungnya semata.
Peran Pemerintah dalam Pandangan Islam
Dalam Islam, pemerintah adalah pelayan dan penjaga/pelindung rakyatnya. Bukan pebisnis atau pedagang. Mereka sejatinya berperan untuk memastikan umat telah terpenuhi seluruh kebutuhannya dengan baik. Serta memastikan kedaulatan dan kemandirian yang tetap terjaga dalam negaranya. Karena kekuasaan yang mereka miliki itu merupakan amanah dari Allah Swt.
Kepemimpinan adalah alat penegak hukum-hukum Allah Swt. Yang wajib dilaksanakan dan dijalankan sesuai dengan yang Allah Swt. perintahkan. Sehingga dapat dipastikan kesejahteraan dan keadilan akan dirasakan umat secara umum. Bukan hanya untuk segelintir pendukung seperti dalam sistem kapitalis demokrasi saat ini. Namun benar-benar menjalankannya karena Allah semata. Sebab, semua amanah yang mereka pikul akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak.
Dengan begitu, tak aka nada satu masalahpun yang luput dari penyelesaian semisal masalah pangan. Apabila kebutuhan masyarakat terhambat, maka akan dicari apa faktor-faktor yang menghambatnya.
Apakah dari proses produksi, rantai pasok, atau distribusi pangan termasuk apakah karena munculnya fluktuasi harga yang memberatkan, semua itu akan diselesaikan. Pemerintah tak akan memberikan sedikitpun celah bagi orang-orang yang membuat penderitaan rakyatnya.
Alhasil, jika pengaturan urusan umat diatur dengan aturan Sang Khaliq, yang dilaksanakan oleh Khalifah sebagi pemimpin umat yang amanah, dalam sistem pemerintahan yakni Khilafah Islamiyah, maka seluruh umat akan berjalan dalam kehidupan ini dengan kesejahteraan, keamanan, ketenteraman dan penuh berkah.
Wallahu a’lam bishshawab.
Catatan: isi di luar tanggung jawab redaksi