Oleh: Adibah NF
(Pemerhati Generasi)
DUNIA kini masih berada pada kondisi yang sama. Yaitu sama-sama sedang menghadapi masalah pandemi yang tak kunjung hengkang. Tak satupun negara mampu menyelesaikan masalah pandemi secara sempurna.
Alih-alih terselesaikan, malah muncul berbagai masalah baru. Ditambah lagi ada beberapa kebijakan yang berpotensi memunculkan klaster baru, misalnya dibolehkannya belajar tatap muka, menggelar pernikahan, berwisata dan lain sebagainya, meskipun tetap ada pembatasan bukan solusi tepat tapi menambah masalah.
Penanganan masalah kesehatan dan pendidikan harusnya menjadi perhatian serius dan fokus, bukan ajang coba-coba. Sebab yang akan ditangani dan diselesaikan adalah persoalan manusia, bukan yang lain.
Maka solusi yang harus diterapkanpun adalah solusi tepat dan terbaik untuk keberlangsungan hidup manusia, bukan sekedar terpenuhi pembelajaran buat anak didik dan terselesaikan kurikulum yang dibuat semata.
Tak bisa dimungkiri bahwa selama pandemi hampir dua tahun ini, anak-anak berjibaku pada aktivitas belajar daring yang menuai permasalahan yang mereka hadapi. Kebosanan anakpun menyelimuti terkadang sulit disingkap.
Tak sedikit dari para orang tua kebingungan, kesulitan bahkan stress mendampingi putra putrinya yang semakin sulit dikendalikan. Tersebab, kejenuhan belajar daring yang panjang. Belum lagi tugas sekolah yang setiap hari terus mengalir. Dengan cara daring ini target pendidikan belum berhasil.
Mengevaluasi pemberlakuan pendidikan daring yang diterapkan dengan berbagai persoalan, sebagian masyarakat menginginkan adanya system belajar tatap muka. Tanpa berpikir matang, alasan ini membuat pihak berwenang yakni pihak pemerintah mengambil kebijakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) untuk wilayah yang menerapkan PPKM level 1 sampai 3, sebagaimana dijelaskan dalam intruksi Menteri Dalam Negeri No. 35 tahun 2021. (kompas.com, 27/8/21).
Kebijakan Tanpa persiapan
Kebijakan pelaksanaan belajar tatap muka bagi siswa, seharusnya melalui pertimbangan matang bukan sembarang. Semua yang terlibat dalam pelaksanaan PTM wajib memenuhi seluruh aspek penunjang kesehatan agar target pendidikan tercapai dengan baik. Anak dan pendidik dalam posisi aman dan nyaman. Seluruh perlengkapan yang menjadi penunjang terselenggaranya pendidikan, tersedia di setiap sekolah yang akan melaksanakan PTM. Seperti, tetap menerapkan protokol kesehatan yang lengkap dan seluruh siswa dan guru/pendidik sudah divaksin.
Selain itu, pihak sekolah harus memastikan bahwa vaksinasinya telah mencapai minimal 70% dari warga sekolah. Sesuai dengan program vaksinasi anak usia 12-17 tahun yang sudah disediakan pemerintah. Hal ini bukan hanya mencukupkan pada guru yang divaksin, namun memperhatikan juga terhadap kekebalan komunitas yang harus sudah terbentuk.
Jika jumlah guru hanya sekitar 10 persen dari jumlah siswa masih jauh dari herd immunity terhadap kekebalan yang baru akan terbentuk sempurna jika mencapai minimal 70% varians udah divaksin, sesuai ketentuan yang telah ditetapkan badan kesehatan dunia,WHO. Tanpa memperhatikan hal itu, bisa berpotensi ada klaster baru yakni klaster sekolah.
Target tersebut belum terpenuhi, karena masih minimnya jumlah anak yang divaksin. Artinya belum memenuhi standar kekebalan komunitas (herd immunity) tersebut yang harusnya dijadikan acuan bagi pemerintah saat melahirkan kebijakan dengan memperhatikan data yang masuk dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tercatat, bahwa vaksin dosis pertama yang diberikan kepada anak sejumlah 9,34% atau 2.494.621. Sedangkan vaksin dosis kedua sejumlah 1.432.264 atau 5,36%. Yang menjadi target vaksinasi anak usia 12—17 tahun sejumlah 26.705.490 orang. (radarbogor.id, 26/8/21).
Inilah yang sangat disayangkan. Kebijakan PTM tanpa persiapan dan pertimbangan matang. Baik dari sisi kesiapan maupun kesehatan. Seolah kebijakan diambil untuk mengejar waktu tahun ajaran baru dengan harapan kualitas pendidikan terpenuhi. Menimbang pendidikan daring (PJJ/BDR) yang selama ini diterapkan banyak menghambat ilmu yang tersalurkan kepada siswa. Padahal masalahnya bukanlah pada sistem daring itu sendiri, melainkan sistem pembelajarannya yang kerap menuai masalah.
Katakanlah, sering terjadinya perubahan keputusan terhadap sistem pembelajaran yang turut membingungkan para siswa juga pendidik. Sehingga ketika pemerintah membolehkan PTM menjadi dilema pula. Disatu sisi mereka khawatir keamanan saat mengikuti PTM, disisi lain mereka juga menginginkan sekolah normal yang dilakukan di sekolah seperti biasa.
Dilema ini bukan hanya berpengaruh pada siswa dan pendidik, namun orang tua yang paling utama merasakan kecemasan untuk melepas anaknya mengikuti PTM. Akan tetapi sistem pembelajaran harus tetap berlangsung, meskipun belum sepenuhnya bisa dipastikan semua siswa dan pendidik aman dari ancaman terpapar Covid-19
Kesehatan dan Pendidikan dalam Sistem Islam
Kesehatan merupakan hak mendasar bagi seluruh rakyat, termasuk di dalamnya hak kesehatan bagi anak. Oleh karena itu, sebelum membuat kebijakan itu penting memperhatikan baik buruk terhadap kehidupan anak, sebab hak anak di masa pandemi yang wajib terpenuhi paling utama yaitu hak hidup, disusul hak sehat dan hak pendidikan.
Jadi kesehatanlah yang seharusnya diprioritaskan karena merupakan kepentingan terbaik bagi anak. Negara yang wajib menjamin terpenuhinya seluruh keperluan rakyat mulai dari sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan.
Ketersediaan kebutuhan yang berkaitan dengan kesehatan, sarana dan prasarana. Mulai dari ketersediaan pangan, kebersihan lingkungan, peralatan dan perlengkapan kesehatan yang memadai, juga tenaga kesehatan yang piawai, wajib ada. Dan publik mudah mendapatkan dan menggunakan semua fasilitas tersebut.
Demikian pula masalah pendidikan dalam sistem Islam bersifat fleksibel dengan dasar, syarat tujuan, dan metodenya tetap terlaksana. Apabila pembelajaran dengan tatap muka belum memungkinkan, negara akan memanfaatkan misalnya, berbagai teknologi yang ada untuk melakukan daring disertai peralatan dan fasilitas yang menunjang, sehingga pembelajaran tetap bisa dilaksanakan.
Negara akan berupaya keras menyiapkan semua fasilitas dan kualitas tersebut dari kas negara. Berikut membuat kebijakan karantina wilayah, agar masalah wabah cepat terselesaikan dengan sempurna tidak berlama-lama, masalah pendidikan dan kesehatan rakyat tertangani. Hal ini akan diatur oleh orang-orang ahli dan amanah dalam bidangnya masing-masing.
Begitulah sistem Islam sungguh luar biasa dalam menyelesaikan masalah. Membuat kebijakan yang tidak tergesa-gesa, namun membuatnya dengan penuh ketenangan, teratur dan tepat. Seluruh rakyat terjaga, terlindungi dan merasa aman serta nyaman tanpa banyak kekhawatiran seperti hidup dalam rantai kapitalis saat ini.
Saatnya mengambil hukum Islam secara menyeluruh. Sebab, semua permasalahan umat akan terselesaikan dengan sempurna. Bukan hanya masalah kesehatan dan pendidikan saja, namun terselesaikannya semuanya yang menjadi persoalan manusia di dunia ini. Ingat! Hanya pendidikan dalam sistem Islam sajalah yang mampu melahirkan manusia atau generasi yang beradab, berpengaruh, kuat, hebat tak terkalahkan oleh generasi di masa apapun. Dengan menguasai ilmu Islam secara sempurna, kekuasaan dunia dan kebaikan akhirat ada dalam genggamannya.
“ Barang siapa yang hendak menginginkan dunia, maka hendaklah ia menguasai ilmu, barang siapa menginginkan akhirat, hendaklah ia menguasai ilmu, dan barang siapa menginginkan keduanya (dunia akhirat) hendaklah ia menguasai ilmu.” (HR.Ahmad).
Wallahu a’lam bishshawab.
Catatan: isi di luar tanggung jawab redaksi