Oleh: Ummu Farizahrie
(Pegiat Dakwah)
ISU terorisme kembali muncul di negeri ini. Kali ini disematkan kepada sebuah kelompok penggalangan dana kemanusiaan bernama Syam Organizer. Disinyalir mereka mengumpulkan dana melalui kotak-kotak amal yang disebar melalui media sosial untuk mendanai kelompok terorisme dan diduga berafiliasi dengan Jamaah Islamiyah (JI). Aparat kepolisian mengatakan mereka telah memulai aksinya sejak tahun 2019.
Hal ini diperkuat dengan ditemukannya 1.540 buah celengan kotak amal pada saat penggeledahan sebuah ruko di Soreang, Kabupaten Bandung, oleh Densus 88 Antiteror Polri pada Minggu 15 Agustus 2021.
Menurut Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol. Ahmad Ramadhan, ribuan kotak amal tersebut disita dari kantor sekretariat yayasan Syam Organizer Jawa Barat. Dia menduga kotak amal tersebut digunakan untuk membiayai aksi terorisme. (Tribunnews, 16 Agustus 2021)
Syam Organizer sendiri menurut pengakuannya adalah lembaga donasi. Kegiatan mereka membantu para pengungsi Suriah dan Palestina. Memberikan makanan pada mereka yang berada di kamp-kamp pengungsian, mereka juga membantu pengadaan mobil ambulans, merenovasi rumah ibadah yang rusak dan membantu biaya pengobatan bagi mereka yang tak mampu. Semua biaya diambil dari donasi yang terkumpul. Mereka membantah uang yang terkumpul digunakan untuk membiayai terorisme.
Teror terorisme yang terus digoreng untuk menyerang Islam dan pemeluknya adalah ulah Barat dan agennya sebagai salah satu agenda Islamophobia. Mereka menciptakan ‘monster’ yang nantinya dapat memojokkan Islam dan syari’atnya. Umat Islam selalu dijadikan tertuduh untuk setiap kejahatan kemanusiaan semisal terjadinya teror bom, pembakaran rumah ibadah ataupun penyerangan fisik kepada non muslim.
Mereka membuat stigma negatif terhadap simbol-simbol Islam. Misalnya seorang muslimah bercadar ataupun muslim bercelana cingkrang akan dicap teroris. Atau muslim yang ingin menjalankan syari’at Islam dalam kehidupannya disebut radikal.
Bahkan organisasi atau kelompok dakwah Islam pun tidak luput dari tudingan teroris. Yaitu mereka yang mendakwahkan Islam kaffah dan menginginkan diterapkannya syari’at Islam. Orang-orang yang menjadi anggota organisasi/kelompok ini beserta pendukungnya akan dinamai fundamentalis. Bahkan mereka mengaburkan makna jihad dan mengaitkannya dengan tindak terorisme.
Demikian berbagai sebutan untuk membuat framing jahat bahwa Islam, syari’atnya dan pemeluknya patut diwaspadai oleh masyarakat bahkan sampai level dunia. Bahkan yang lebih membuat miris, framing ini juga mengubah pola pikir dan pola sikap sebagian umat Islam. Mereka pun ikut-ikutan memusuhi simbol Islam tersebut, membenci bahkan menolak syari’at Islam itu sendiri.
Sejak peristiwa 911, yaitu penyerangan menara kembar WTC di AS pada 11 September 2001, mereka kaum pembenci Islam merancang gerakan yang dinamakan Global War on Terorism (GWoT). Presiden AS saat itu George W Bush menggiring opini ke seluruh dunia bahwa mereka harus berada di pihak Amerika dalam memerangi terorisme, jika tidak demikian maka berarti mereka menentang Amerika.
Pada awalnya isu terorisme ini digunakan Barat untuk menancapkan hegemoninya di negeri-negeri kaum muslim, terutama setelah runtuhnya Khilafah Islam. Ketakutan mereka adalah umat Islam akan berusaha mengembalikan ideologi Islam sebagai satu-satunya pemahaman umat Islam di seluruh dunia. Sementara bagi kapitalisme, ideologi ini adalah ancaman bagi eksistensi mereka menguasai dunia terlebih Amerika.
Hingga akhirnya Amerika menjadikan siapapun yang menentang kepentingannya akan dicap sebagai teroris, terutama untuk kelompok-kelompok Islam yang dianggap mengganggu kepentingan AS. Mereka pun melakukan aksi memata-matai kelompok gerakan Islam dan menuduh Islam sebagai dalang dibalik setiap serangan terorisme. Walaupun pada akhirnya hal yang demikian tidak terbukti.
Yang demikian mereka lakukan melalui kaki tangannya di negeri kaum muslim. Seperti yang sering kita saksikan di negeri ini, penangkapan terduga teroris di berbagai tempat. Baik terbukti bersalah maupun tidak. Bahkan asas praduga tak bersalah dalam kasus ini seolah dilupakan.
Praktik tersebut jelas bertentangan dengan Islam terlebih aktivitas untuk memata-matai (tajassus). Hal itu terlebih apabila dilakukan terhadap seorang mukmin maka merupakan dosa besar.
Allah Swt. berfirman dalam surah Al Hujurat ayat 12 yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain...”
Syariat Islam pun melarang keras tindakan terorisme, karena hal itu menimbulkan banyak madharat. Aksi teror dapat menyebabkan terbunuhnya orang-orang tak bersalah. Padahal Islam sangat menghargai nyawa seorang manusia.
Allah Swt. berfirman dalam surah Al Maidah ayat 32 yang artinya: “…Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.”
Kesadaran akan pentingnya ukhuwah islamiyah hingga berwujud aktivitas ta’awun tidak akan dipandang sebagai tindakan makar atau terorisme. Negara dalam sistem Islam memiliki mekanisme yang jelas dalam memberikan penjagaan terhadap umat dari tindakan kejahatan terlebih sebagai intervensi asing.
Kegiatan pengumpulan dana melalui kotak amal oleh Syam Organizer tidak serta merta dinyatakan sebagai aksi terorisme. Diperlukan penelaahan secara mendalam apa yang dimaksud teror dan terorisme.
Mengapa ditujukannya hanya pada umat Islam, sedangkan pelaku yang nyata-nyata membuat horor, ketakutan serta ancaman dibiarkan. Selain itu tentu saja perlu mengedepankan azas praduga tak bersalah dan tabayyun agar tidak menjadi fitnah di masyarakat. Sebab fitnah adalah perbuatan keji, terlebih jika menimpa kaum muslim.
Seperti firman Allah Swt. yang artinya: “Fitnah itu bahayanya lebih besar daripada pembunuhan”. (TQS. Al-Baqarah:191)
Juga dalil mengenai perlunya tabayyun dalam menerima sebuah berita. Yaitu firman Allah Swt. dalam surah Al Hujurat ayat 6 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu seorang yang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya…”.
Seorang Khalifah yang menjadi pemimpin negara Islam akan menjadi junnah (perisai) dan raa’in (pelindung) bagi rakyatnya. Dengan syari’at Islam yang ditegakkan sudah tentu akan memberi rasa keadilan, keamanan dan kesejahteraan bagi umat. Daulah Islam memiliki struktur pertahanan yang kuat, sehingga tidak mudah disusupi ataupun di intervensi oleh asing. Dengan demikian Islam dan pemeluknya menjadi sebuah kekuatan yang akan menguasai dunia dan membawa rahmat bagi seluruh alam.
WalLahu a’lam bi ash shawab.
Catatan: isi di luar tanggung jawab redakasi