Oleh: Syamsudin Kadir
(Wakil Sekretaris Umum DPW PUI Jawa Barat)
SIAPAPUN pasti menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya, baik pada kehidupan dunia maupun pada kehidupan akhirat kelak. Dunia dengan segala keunikannya merupakan tempat kita hidup sementara saat ini. Berbagai ujian dan bencana kerap hadir menimpa kita. Tak sedikit yang kalah dan menyerah, namun tak sedikit yang tetap bertahan dan bangkit kembali. Semua itu adalah fenomena kehidupan yang sudah biasa kita saksikan bahkan bisa jadi kita alami sendiri.
Untuk meraih kebahagiaan hidup di dunia juga di akhirat kita tentu perlu memiliki modal utama atau bekal penting. Modal tersebut mesti kita miliki dan lakoni dalam kehidupan kita sehari-hari, sehingga berdampak pada jiwa dan kehidupan kita. Modal tersebut adalah bersyukur dan bersabar. Keduanya tak boleh terpisahkan dari kehidupan kita, dari waktu ke waktu. Apalah lagi pada kehidupan yang semakin kompleks seperti akhir-akhir ini, bersyukur dan bersabar adalah modal yang tak bisa ditawar-tawar lagi.
Pertama, bersyukur. Bersyukur berarti selalu berterima kasih atas apa yang terjadi dan yang Allah tentukan. Berbagai bencana dan ujian yang menimpa kita sejatinya adalah alarm gratis dan langsung dari Allah atas perjalanan dan tingkah kita selama ini. Bisa jadi selama ini kita enggan bersyukur atas apa yang Allah anugerahkan untuk kita. Ada banyak nikmat yang Allah berikan, namun kita masih saja lalai dan mengingkarinya. Kita begitu mudah menggunakan nikmat Allah namun jarang sekali berterima kasih kepada Allah atas berbagai pemberian-Nya itu.
Padahal, bersyukur adalah ciri orang beriman atau orang yang percaya kepada Allah, akan kekuasan dan kebesaran-Nya. Dengan bersyukur berarti kita mengakui bahwa kita adalah makhluk yang tercipta oleh Sang Pencipta. Ia adalah Allah. Kita adalah hamba dari Sang Khaliq yang Maha Agung itu. Semakin kita giat bersyukur maka Allah semakin sayang pada kita dan semakin rindu kepada kita, hamba-Nya. Bila kita dicintai dan dirindui Allah maka itu pertanda kehidupan kita dalam senyawa bahagia.
Bahkan bila kita pandai bersyukur maka Allah bakal menambah nikmat-Nya pada kita. Apapun bentuk atau jenis nikmat yang kita peroleh, tak ada cara lain selain kita mesti bersyukur. Itulah yang membuat Allah semakin mencintai kita bahkan menambah nikmat-Nya untuk kita. Sebaliknya, bila kita kufur atau mengingkari nikmat-Nya, malas bersyukur bahkan sama sekali enggan bersyukur maka Allah mengingatkan bahwa azab-Nya amat pedih. Allah tidak bakal segan-segan memberi kita peringatan keras agar kita mengambil pelajaran berharga.
Semua itu merupakan apresiasi yang adil atau seimbang dari Allah. Hal ini menjadi motivasi dan pembingkai bagi kita agar menjalani hidup dengan semakin terarah dan memiliki makna tersendiri. Menjadi hamba yang bersyukur adalah dambaan kita semua. Sosok manusia yang akrab dengan Allah. Allah berfirman, “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.”” (QS. Ibrahim: 7)
Kedua, bersabar. Bersabar berarti menerima secara tulus dan tidak berkeluh kesah atas apa yang Allah beri dan tentukan pada kita. Sebab sesungguhnya Allah lebih tahu apa kebutuhan kita dan apa yang seharusnya kita lakukan. Bila Ia menguji kita dengan berbagai bencana dan ujian maka Ia juga yang bakal memberi kita solusi atau jalan keluarnya. Kita hanya perlu berikhtiar menggapai kehidupan yang lebih baik. Bagaimana pun, apa yang terjadi sesungguhnya ada dalam kendali-Nya. Maka bersabar adalah pilihan paling jenial layak kita pilih.
Pada dasarnya bagi seorang yang beriman kepada Allah, nikmat atau bencana sejatinya sama-sama dalam kendali Allah. Makanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan sekaligus mengapresiasi kita ummatnya. Dari Shuhaib, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim)
Imam Al-Munawi berkata dalam Faidhul Qadir, “Keadaan seorang mukmin semuanya itu baik. Hanya didapati hal ini pada seorang mukmin. Seperti itu tidak ditemukan pada orang kafir maupun munafik. Keajaibannya adalah ketika ia diberi kesenangan berupa sehat, keselamatan, harta dan kedudukan, maka ia bersyukur pada Allah atas karunia tersebut. Ia akan dicatat termasuk orang yang bersyukur. Ketika ia ditimpa musibah, ia bersabar. Ia akan dicatat termasuk orang yang bersabar.”
Sungguh, apa pun yang terjadi termasuk berbagai bencana dan ujian hidup yang sudah, sedang dan mungkin kita alami di masa yang akan datang adalah bagian dari skenario Allah. Bisa jadi merupakan cara Allah menegur kita agar lebih pandai bersyukur dan menyadarkan diri dari berbagai dosa dan maksiat yang kita lakukan. Sembari itu, bisa jadi itu adalah cara mengetik hati kita agar semakin bersabar sehingga semakin kokoh menjadi hamba-Nya yang taat.
Semoga kedua modal tersebut benar-benar menjadi karakter sekaligus sikap kita, yang menjadi modal utama kita dalam meraih kebahagiaan hidup, baik kehidupan di dunia maupun kehidupan di akhirat kelak! (*)