Oleh: Rismayana
(Aktivitas Muslimah)
PERMASALAHAN kekerasan terhadap perempuan dari dulu sampai sekarang tidak kunjung selesai. Bahkan saat pandemi covid-19 ini jumlahnya makin meningkat.
Adanya lonjakan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak semakin meningkat, ini tentu saja sangat mengkhawatirkan dan meresahkan di berbagai kalangan masyarakat. Hal ini juga disampaikan oleh ketua perlindungan perempuan Andy Ventriyani diacara yang bertajuk menguatkan arah kebijakan dan strategi penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
Ia menyampaikan jumlah pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2020 naik 68 persen dibandingkan pada tahun 2019 yang mencatat 1419 kasus, diakuinya laju lonjakan pengaduan sangat signifikan jika merunut pada rata,-rata penambahan kasus serupa selama lima tahun hanya 14 persen.
Tapi pada semester 1 tahun 2021 antara bulan Januari hingga Juni 2021 angka laporan pengaduan ke Komnas Perempuan sudah melampaui pengaduan yang diadukan di tahun 2020 yaitu lebih 2500 kasus. (suara.com, 24/08/2021).
Kasus kekerasan terhadap perempuan yang setiap tahun terus meningkat, bukannya malah menurun tentu saja ini membuat sebagian kalangan masyarakat semakin resah dan prihatin.
Untuk mencegah tindakan kekerasan terhadap perempuan semakin banyak baru-baru ini Pemrop Sumut yang diwakili oleh Nawal Lubis selaku ketua tim penggerak PKK menyampaikan untuk mencegah meningkatnya kekerasan terhadap perempuan diperlukan kinerja yang signifikan antara masyarakat dan perangkat desa dalam hal ini tim PKK yang melalui dasa wisma PKK.
Karena menurut beliau dasa wisma punya peran penting dalam kegiatannya khususnya kegiatan pemberdayaan keluarga, dasa wisma PKK bisa memberi edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai cara mencegah kekerasan rumah tangga. Masyarakat disaran mengadu apabila melihat ada potensi tindak kekerasan masyarakat dianjurkan berperan aktif.
Masyarakat dalam hal ini tidak boleh takut ataupun malu, masyarakat juga dituntut untuk mendeteksi apabila ada gejala kekerasan rumah tangga sedini mungkin, sehingga potensi kekerasan bisa dicegah dan tak berulang kembali ujar beliau. (waspada.co.id, 23/09/2021).
Mengapa tindak kekerasan terhadap perempuan terus berlanjut?
Hal ini terus saja berulang diakibatkan tidak diterapkannya hukum yang jelas (baku) di tengah-tengah masyarakat, sehingga keluarga, masyarakat dan negara tidak paham akan hak-hak dan kewajibannya.
Inilah kegagalan dari sistem kapitalis sekuler, sistem yang tidak memiliki landasan yang kuat dalam berpikiran tidak memiliki landasan hukum yang baku yang mengatur tingkah laku manusia, inilah yang mengakibatkan tatanan moral kehidupan masyarakat semakin rapuh dan terpuruk.
Agar kekerasan dalam rumah tangga tidak terus berlanjut, satu-satunya harus kembali kepada sistem yang diridai Allah yaitu sistem Islam. Karena dalam Islam perempuan mendapatkan kedudukan sosial dan kehormatan yang tinggi.
Islam telah menetapkan hak-hak dan kewajiban bagi perempuan dan kaum laki-laki, penetapan hak dan kewajiban ini terikat dengan hukum syarak, sehingga dalam pemecahan masalah tidak ada istilah kesetaraan gender.
Karena dalam Islam urusan sangsi pelanggaran yang dibuat baik laki-laki maupun perempuan memiliki porsi yang sama di dalam hukum. Siapa saja yang melanggar hukum hudud, jinayat dan ta’zir baik laki-laki ataupun perempuan akan mendapatkan hukuman yang sama tanpa ada diskriminasi.
Maka ketika hukum syariah yang berkaitan dengan kehidupan perbuatan manusia dilaksanakan dengan baik oleh pria dan wanita, maka ketika kehidupan dalam rumah tangga berlangsung kekerasan terhadap perempuan bisa dicegah dan dihindari dengan menjalankan hukum Islam secara kaffah.
Hanya dengan kembali kepada sistem Islamlah laki-laki maupun perempuan bisa meraih puncak kebahagiaan yang hakiki.
“Dan sungguh kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan kami angkut mereka di darat, dan di laut dan kami beri rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.” (TQS. Al-Isra’ [17]: 70).
Wallahualam bisawab.
Catatan: isi di luar tanggung jawab redaksi