KEJAKSAN, fajarsatu – Sat Reskrim Polres Cirebon Kota (Ciko) berhasil mengungkap PJTKI Ilegal dengan melakukan tindak pidana mempekerjakan pekerja imigran Indonesia secara ilegal.
Hal itu terungkap dalam konferensi pers yang berlangsung di Mako Polres Cirebon Kota, Jumat (29/10/2021).
Kapolres Cirebon Kota, AKBP M. Fahri Sirefar mengatakan, pihaknya mendapatkan informasi dari Badan Perlindungan Pendapatan Tenaga Kerja Indonesia (BPPTKI) dan juga Dinas Tenaga Kerja bahwa ada seseorang yang melakukan perekrutan penampungan penempatan pekerja imigran Indonesia secara ilegal.
“Berdasarkan informasi tersebut kami melakukan pemeriksaan dokumen ternyata diketahui bahwa tersangka ST yang mengaku dari PT Akarin Utama Sejahtera (AUS) yang ternyata sudah tidak lagi memiliki izin untuk melakukan penyelenggaraan penempatan pekerja imigran Indonesia,” kata Fahri.
Lanjutnya, ini dibuktikan dari surat yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja yang telah menghentikan pelayanan penempatan pekerja imigran PT AUS memiliki izin tetapi karena ada permasalahan administrasi sehingga izinnya dicabut.
“Setelah itu diketahui ternyata tersangka ST seorang wanita setengan baya ini telah menampung sembilan orang pekerja imigran Indonesia. Kita baru tahu ternyata dalam UU No 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Penempatan Tenaga Kerja Imigran Indonesia dilarang untuk melakukan perencanaan perbuatan jahat dalam kegiatan pekerja imigran indonesia,” ucap Kapolres.
Fahri menjelaskan, dalam UU Tindak Pidana Perdagangan Orang diketahui bagi seorang yang melakukan eksploitasi di luar wilayah negara devisa maka akan dikenakan pidana.
“Juga disebutkan di pasal selanjutnya juga terkait masalah perbuatan jahat dalam perdagangan orang ini juga dikenakan pidana, bahwa dalam penyelenggaraan penempatan pekerja imigran Indonesia dilarang untuk dilakukan secara perseorangan tetapi harus berbadan hukum,” katanya.
Fahri menyebut, atas perbuatannya tersangka dijerat Pasal 81 dan 83 UU No 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Imigran Indonesia dengan ancaman penjara paling lama penjara 10 tahun dan denda sebanyak-banyak Rp 1 miliar.
“Selain itu juga dikenakan UU Pidana Perdagangan Orang yaitu Pasal 4 dan Pasal 11 dengan ancaman pidana paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun,” ungka Fahri.
Ia menambahkan, pengungkapan kasus ini berdasarkan hasil penggeledahan barang bukti ditemukan sebuah dokumen-dokumen ada workpass, izin kerja ke Singapura termasuk paspor milik korban dan work over.
“Tersangka sudah menempatkan 11 orang bekerja di luar negari, sedangkan untuk korban FA sendiri masih berada di tempat penampungan beserta beberapa calon korban lainnya dan sudah kita lakukan pemeriksaan dan saksi memberikan kesaksiannya seperti itu,” katanya.
Sementara keuntungan yang diperoleh tersangka, lanjut Fahri, dengan sistem pada saat nanti sudah bekerja baru, dipotong gaji untuk melakukan pembayaran.
“Kita sedang melakukan pengembangan tentang UU Penjeratan Hutang karena berdasarkan keterangan saksi korban bahwa tersangka ST ini kalau nanti tidak jadi berangkat ke luar negeri, korban harus membayar antara Rp 5 juta hingga Rp 10 juta. Dari sisni akan kita kembangkan apakah ada secara psikis sehingga korban terkena penjeratan utang seperti terdapat dalam UU tersebut,” pungkas Fahri. (irgun)