Oleh: Syamsudin Kadir
(Wakil Sekretaris Umum DPW PUI Jabar dan Penekun Kebijakan Publik di Pascasarjana Universitas Majalengka)
SALAH satu lembaga ekonomi syariah yang sangat berperan dalam pemberdayaan ekonomi umat adalah wakaf. Dalam sejarah, wakaf telah memerankan peran penting dalam pengembangan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat.
Hal-hal yang paling menonjol dari lembaga wakaf adalah peranannya dalam membiayai berbagai pendidikan Islam dan kesehatan. Sebagai contoh di Mesir, Saudi Arabia, Turki dan beberapa Negara lainnya pembangunan dan berbagai sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan dibiayai dari hasil pengembangan wakaf.
Kesinambungan manfaat hasil wakaf dimungkinkan oleh berlakunya wakaf produktif yang didirikan untuk menopang berbagai kegiatan sosial dan keagamaan. Wakaf produktif pada umumnya berupa tanah pertanian atau perkebunan, gedung-gedung komersial, dikelola sedemikian rupa sehingga mendatangkan keuntungan yang sebagian hasilnya dipergunakan untuk membiayai berbagai kegiatan tersebut. Sehingga dengan demikian harta wakaf benar-benar menjadi sumber dana dari masyarkat untuk masyarakat.
Hadirnya Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf memberi nuansa segar bagi sektor perekonomian Islam khususnya, dan juga memberi peluang lebih luas kepada masyarakat untuk beramal melalui lembaga wakaf dalam bentuk uang dan bahkan ke depannya terbuka peluang bagi wakaf bidang lain seperti emas, saham, obligasi dan lain sebagainya.
Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan aset sosial syariah berupa harta wakaf. Melansir data dari Badan Wakaf Indonesia (BWI), potensi wakaf uang di Indonesia saat ini mencapai Rp 180 triliun per tahun. Sedangkan berdasarkan nilai valuasi tanah wakaf secara keseluruhan, potensinya telah mencapai Rp 2.000 triliun.
Apabila aset wakaf dikelola secara produktif akan menjadi salah satu pilar utama dalam pembangunan ekonomi dan peradaban Islam. Pengelolaan wakaf produktif sendiri telah dilakukan sejak zaman Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menempatkan wakaf yang produktif sebagai salah satu pilar peradaban Islam, khususnya di bidang ekonomi.
Sekadar contoh, pembangunan Masjid Nabawi di Madinah saat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berhijrah didasarkan pada konsep wakaf. Saat itu para sahabat Nabi berlomba-lomba mewakafkan aset-aset produktifnya seperti perkebunan kurma, maupun berbagai aset produktif lainnya di samping untuk kepentingan pembangunan masjid juga untuk memajukan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam episode-episode berikutnya bagaimana wakaf produktif itu dimobilisasi menjadi salah satu pilar utama pembangunan ekonomi Islam dan juga peradaban Islam. Dan bersamaan juga dengan mobilisasi zakat, infak, dan sedekah untuk memajukan kesejahteraan umat. Tentu pada era kita saat ini perlu dilakukan tranformasi dengan tetap menjaga substansi wakaf terutama dari aspek legalitas dan syariatnya. Transformasi perwakafan Indonesia yang lebih modern, akan mampu memaksimalkan potensi aset wakaf untuk mendukung perekonomian nasional dan memajukan kesejahteraan umat.
Bank Indonesia secara khusus setiap tahun aktif memobilisasi wakaf-wakaf produktif dari para pimpinan dan pegawai. Mobilisasi wakaf produktif ini dilakukan sebagai proyek investasi akhirat melalui gerakan budaya kerja yang berbasis spiritual agama yang disebut Bank Indonesia religi. Adapun contoh wakaf produktif yang dilakukan seperti wakaf 980 juta Al-Qur’an, pembangunan masjid, tanah pertanian untuk penyediaan pangan berbasis pesantren, serta green wakaf berbasis pemberdayaan ekonomi masjid.
Paling tidak ada empat strategi dalam melakukan transformasi wakaf produktif sebagai upaya membangun, tidak hanya perekonomian umat Islam tetapi juga perekonomian nasional, untuk kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia.
Pertama, meningkatkan kemampuan dalam merancang proyek produktif berbasis wakaf. Selama ini wakaf lebih banyak diasioasikan dengan pembangunan masjid, penyediaan lahan pemakaman, atau berbagai kepentingan peribadatan. Padahal merujuk sejarah peradaban Islam, wakaf banyak juga dilakukan dalam bidang pertanian, perkebunan, penyediaan komplek perkantoran, tempat perbelanjaan, bahkan juga perhotelan.
Kita harus dan mampu mendisain suatu proyek yang tentu saja di dalamnya ada untuk sarana peribadatan (seperti) masjid dan juga untuk pendidikan sekolah, madrasah, dan juga universitas, tapi dalam komplek itu ada juga yang tentu saja proyek-proyek komersial seperti komplek perbelanjaan, komplek perkantoran, ataupun juga perhotelan.
Dengan demikian, secara utuh proyek wakaf ini dapat saling membiayai. Hasil dari proyek investasi komersial dapat digunakan untuk membiayai proyek peribadatan, sehingga selain kandungan kemaslahatan dunia, proyek wakaf seperti ini tetap mengandung pahala akhirat.
Kedua, meningkatkan kemampuan dalam mendisain struktur pembiayaan proyek wakaf produktif. Transformasi wakaf harus mampu menghubungkan wakaf sebagai keuangan sosial menjadi komersial.
Sebagai salah satu contohnya adalah kas wakaf dalam bentuk sukuk. Sukuk adalah keuangan komersial, tapi wakaf tunainya adalah keuangan sosial. Kemampuan mendisain manajemen keuangan yang terintegrasi antara keuangan sosial dan keuangan komersial ini adalah salah satu kunci mentransformasikan wakaf secara produktif.
Ketiga, memastikan kesesuaian unsur syariah secara fikih dan akad dalam setiap proyek wakaf produktif. Hal ini penting agar proyek wakaf ini benar-benar mengandung nilai syariah dan dipercaya umat, misalnya bagaimana mengintegrasikan keuangan sosial dan komersial dengan dasar syariah yang kuat.
Sehingga tidak ada celah pelanggaran terhadap aset wakaf dan akad wakaf itu sendiri. Semua pihak pun akan merasa aman dan nyaman, sehingga tidak menimbulkan gesekan atau permasalahan yang mengganggu pemanfaatan dan pemberdayaan wakaf.
Keempat, dalam melakukan transformasi wakaf produktif adalah dengan digitalisasi. Digitalisasi wakaf sangat penting untuk mempermudah dan mempercepat para pewakaf (wakif) dalam menyalurkan harta wakafnya.
Bank Indonesia dalam mendukung digitalisasi wakaf dengan mengembangkan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) yang merupakan salah satu sistem pembayaran digital yang dapat digunakan para pewakaf untuk menyalurkan harta wakafnya secara mudah.
Wakaf hanya akan punya manfaat bila dikelola dengan baik dan produktif. Ia mesti dikelola dengan profesional sehingga punya dampak positif. Wakaf sendiri bertujuan untuk memberikan manfaat atau faedah harta yang diwakafkan kepada orang yang berhak dan dipergunakan sesuai dengan ajaran syariah Islam.
Hal ini sesuai dengan fungsi wakaf yang disebutkan pasal 5 Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf yang menyatakan wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
Bila wakaf dikelola dengan baik dan secara transformatif maka ia benar-benar punya dampak berarti bagi kemajuan ummat dan bangsa. Ingat, wakaf yang diamanahkan oleh wakif kepada nazir (baik perorangan maupun organisasi dan badan hukum) seperti yang disebutkan pada Pasal 9 UU Nomor 41 tahun 2004, tidak bisa diklaim sebagai milik pribadi atau digunakan untuk kepentingan pribadi. Jadi, sangat jelas dan tegas bahwa walaupun nazirnya perorangan, wakaf tetap diperuntukkan untuk kepentingan dan kemaslahatan ummat, bukan untuk kekayaan pribadi atau orang perorang.
Hal ini perlu diingatkan bagi siapapun, agar jangan sampai melawan syari’at dengan alasan yang mengada-ada. Sebab bila melanggar maka dampaknya bukan saja diperoleh di dunia (konflik sosial, pidana, dan penjara) tapi juga di akhirat (neraka). (*)