KEDAWUNG, fajarsatu – Wakil Ketua Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah menggelar Ngopi Bareng Fahri bersama Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Cirebon yang berlangsung di Famouz Cafe di Jalan Tuparev, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Cirebon , Senin (29/11/2021) sore.
Acara diskusi berjalan santai dan hangat dipandu Koordinator BEM se-Cirebon, Yuda dengan beragam pertanyaan dari para mahasiswa yang hadir dalam kesempatan tersebut.
Fahri menangkap beragam pertanyaan mahasiswa usai dirinya memberikan pemantik di awal diskusi dengan berbagai kondisi dan situsi bangsa saat ini. Mulai dari UU ITE, Garuda yang mulai bangkrut hingga bagaimana cara mengkudeta kekuasaan yang sah secara konstitusi.
Dari beragam pertanyaan mahasiswa, Fahri memangkap berbagai keluhan, termasuk belum optimalnya implementasi kehidupan demokrasi di Indonesia.
“Jadi aktifis mahasiswa itu coba kalau berdemo jangan terlalu santun. Hanya bisa berkoar acung-acung spanduk saja. Tapi, sampaikan dengan gagah dan berani,” ujar Fahri.
Dan lewat Pemilu 2024 mendatang, kata Fahri, sudah saatnya memilih pemimpin baik di legislatif maupun di eksekutif yang memiliki kemampuan mengelola negara. Karena potensi negeri ini luar biasa, maka harus dikelola oleh pemimpin yang memahami tentang Indonesia.
“Lewat Pemilu nanti kita bisa mengkudeta pemimpin. Pilih yang punya kemampuan mengelola negara yang luar biasa ini. Jangan pilih wakil rakyat yang gak bisa ngomong, tapi hanya nerima gaji doang,” tegas Fahri.
Bicara soal capres-cawapres ke depan, kata Fahri, pemerintah pusat jangan lagi menyumbat aspirasi dari daerah. Mereka (daerah, red) bisa mengajukan capres-cawapresnya sendiri-sendiri.
“Maka itu agar threshold dihapus atau ditiadakan. Supaya dari Aceh, Papua, Cirebon dan daerah lainnya punya capres maupun cawapres yang siap maju di Pemilu. Sekali lagi, aspirasi dari daerah jangan disumbat,” terangnya.
Fahri juga menyoroti terkait otonomi pengelolaan keuangan di daerah yang terjadi saat ini.
“Otonomi pengelolaan anggaran mutlak digunakan. Sentralisasi keuangan pun harus dihentikan,” katanya.
Ia beralasan, selama ini Pemerintah Pusat terlalu menikmati sentralisasi. Mestinya setiap daerah diberikan kewenangan untuk merencanakan sendiri pendapatannya.
Dengan demikian, daerah bertanggungjawab atas pengeluaran yang lebih baik. Sehingga kata kuncinya ada di sentralisasi.
“Intinya, sentralisasi keuangan harus segera diakhiri,” tegasnya. (irgun)