Oleh: Syamsudin Kadir
(Wakil Sekretaris Umum DPW PUI Jawa Barat)
SALAH satu hal penting yang selalu dirindukan oleh orang beriman adalah mendapatkan petunjuk atau hidayah dari Allah. Bahkan ini merupakan anugerah paling istimewa yang Allah berikan kepada manusia. Sebab dengan adanya hidayah dari Allah maka kehidupannya terarah pada jalan yang Ia ridhoi dan berkahi. Kalau Allah sudah memberinya hidayah itu pertanda Allah sayang sekaligus cinta padanya. Sehingga tidak heran bila orang beriman selalu berharap melalui doa-doanya agar Allah selalu memberinya petunjuk atau hidayah, termasuk menjaga hatinya pada Islam.
Bahkan pada saat yang sama akan berupaya dan berharap agar Allah menghindarkannya dari jalan yang dimurkai dan sesat. Sebab bila mengikuti jalan yang dimurkai dan tersesat maka itu pertanda Allah tidak memberinya ketenangan dan keberkahan hidup. Hal ini pun diungkap oleh Allah dalam surat al-Fatihah, “Tunjukilah kami jalan yang lurus (6), (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat (7).” (QS. al-Fatihah: 6-7)
Kita tentu saja sangat ingin menjadi hamba Allah yang terus mendapatkan bimbingan dari Allah agar mampu menjalani kehidupan di dunia ini dengan benar dan pada jalan yang benar. Kita tidak ingin terjebak pada jalan mereka yang dimurkai dan tersesat dari jalan-Nya. Sehingga kelak bila kita hidup di alam akhirat kita mendapatkan akibat yang baik yaitu kebahagiaan bersama orang-orang beriman dan orang-orang soleh di dalam surga-Nya.
Pertanyaannya, bagaimana dan seperti apa ciri orang yang mendapatkan hidayah Allah? Bila kita menelisik al-Qur’an, maka kita akan menemukan beberapa ciri orang yang mendapatkan hidayah Allah. Pertama, selalu lapang dada dan mudah langkahnya dalam menjalankan ajaran Islam. Dengan begitu, dadanya tidak sempit dan sesak dengan berbagai perintah dan larangan agama Islam. Ia merasa bahwa ajaran Islam adalah ajaran yang mudah baginya, menenangkan hatinya dan menyelematkan kehidupannya.
Sejak ia bersyahadat atau mengikat dirinya dengan Islam, yaitu penegasan perihal imannya pada Allah sebagai satu-satunya Tuhan dan Muhammad sebagai utusan terakhir Allah bagi umat manusia, maka sejak itu ia akan berupaya agar berbagai perintah agama dijalankan dan larangannya ditinggalkan. Ia pun akan tergerak hatinya untuk meningkatkan kualitas imannya dan selalu terdorong untuk menunaikan shalat lima waktu secara rutin, begitu juga ibadah lainnya seperti zakat, shaum ramadan dan sebagainya.
Kelapangan dada untuk menerima dan menjalankan ajaran Islam pun menjadi hidayah yang istimewa, sebab tidak semua manusia mendapatkan anugerah semacam ini. Allah berfirman, “Barangsiapa dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), Dia akan membukakan dadanya untuk (menerima) Islam. Dan barangsiapa dikehendaki-Nya menjadi sesat, Dia jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia (sedang) mendaki ke langit.” (QS. al-An’am: 125).
Kedua, selalu sabar dan merasa nikmat dalam iman dan Islam serta menjalankan ajarannya. Sehingga ketika ayat-ayat Allah dibacakan dan disampaikan kepadanya maka hatinya tergetar dan tergerak untuk menjalankan isi ajarannya. Langkahnya tergerak untuk menjalankan shalat lima waktu, bersedekah dan berbuat baik bagi sesama. Ia mengikat semuanya dengan tawakal kepada Allah, sebab ia yakin hanya Allah-lah yang Maha di atas segalanya. Ia tak mudah tergoda dengan pujian manusia, sebab yang ia cari adalah martabat dan kemuliaan di sisi-Nya.
Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal (2), (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka (3), Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia (4).” (QS. al-Anfal: 2-4)
Ketiga, bersikap tegas dalam keimanannya dan tidak khawatir bila menjadi umat-Nya. Dengan demikian, ia akan berupaya agar ia selalu beriman kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, hari akhir dan ketentuan Allah. Ia akan menjaga imannya dengan keyakinan yang kokoh dan tidak tergoyah dengan bujuk rayuan siapapun yang membuat imannya rusak atau tergantikan. Sebab ia sangat percaya bahwa iman dalam balutan Islam adalah iman yang sesungguhnya.
Ia pun akan berupaya agar istiqomah dalam menjalankan ajaran-Nya, tidak khawatir dengan ancaman dari siapapun serta tidak bersedih hati dalam melakukan berbagai amal soleh. Sebab orang yang mendapatkan hidayah sangat yakin bahwa Allah pasti membimbing, menguatkan dan memberinya jalan terbaik baginya. Ia sangat percaya bila ia bersama Allah maka itu berarti ia dalam jalan keselamatan hidup, sehingga ia tergerak untuk melakukan berbagai kebaikan.
Baginya, bersama atau pada jalan Allah serta hidup dalam bingkai agama Allah itu sudah sangat cukup untuk menjalani kehidupan ini. Sebab Islam adalah agama yang mengatur manusia baik dari aspek kehidupan dunia maupun akhiratnya. Al-Qur’an menegaskan mengenai hal ini, “Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah,” kemudian mereka tetap istiqamah tidak ada rasa khawatir pada mereka, dan mereka tidak (pula) bersedih hati.” (QS. al-Ahqof: 13).
Betapa nikmatnya hidup ini bila berada dalam balutan hidayah Allah. Mendapatkan hidayah untuk memeluk agama Islam adalah anugerah yang tak ada bandingannya. Walau iman kita mungkin masih iman, bila kita masih meyakini Islam sebagai agama yang haq dan satu-satunya agama yang diridhoi Allah maka itu adalah nikmat yang tak ada bandingannya. Karena itu, kita mesti berupaya untuk menggapai dan selalu pada hidayah-Nya.
Semoga Allah selalu memberi kita petunjuk dan keteguhan dalam ber-Islam sehingga tidak dimurkai Allah atau terjebak pada jalan kesesatan. Bila Allah memberi kita hidayah dan ridho dengan kita, maka itulah kekuatan dan modal yang membuat kita mengalami kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat kelak, insyaa Allah. (*)