Oleh: Alfindo Fernanda Riski
(Guru di Pesantren Sains Salman Assalam dan Mahasiswa Semester 6 IAIN Syekh Nurjati Cirebon)
PESANTREN merupakan lingkungan yang memiliki urgensi dalam pendidikan pada era ini. Sebab dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat, secara tidak langsung akan mempengaruhi pola pikir peserta didik dalam masa pendidikannya. Dampaknya, menjadikan mereka terlena dan sangat mempengaruhi pola pikir bahkan akhlaknya. Sehingga tak sedikit yang mengabaikan kewajibannya sebagai peserta didik, termasuk malas belajar.
Keberadaan sekaligus peran pesantren menjadi penting, sebab ia merupakan tempat yang menyeluruh dalam menjalankan proses pendidikan. Sebuah anonim mengafirmasi hal ini, “Sesungguhnya penerapan pendidikan akhlak dan pola pikir tidak cukup dengan ungkapan atau teori, akan tetapi harus ada suri tauladan dan lingkungan yang mendukung, dan setiap apa yang dilihat oleh para murid dan apa yang mereka dengar di pesantren semuanya adalah pendidikan”
Dari sini dapat disimpulkan bahwa dalam pendidikan perlu adanya seorang figur, baik dalam bentuk sosok kiai maupun guru. Mengapa? Sebab hal ini sangat mempengaruhi akhlak peserta didik. Pada saat kita menyuruh anak didik untuk berakhlak baik tetapi ada hal-hal yang meruntuhkannya, maka anak didik tidak akan mengikutinya. Sebab mereka akan menilai bahwa guru bisanya hanya memerintah tapi tidak menjadi contoh. Karena itu, keteladanan menjadi hal utama dalam proses pendidikan.
Hal ini juga menandakan bahwa memberi contoh merupakan hal yang sangat mudah, sedangkan menjadi contoh itu hal yang berat. Oleh karena itu, keteladanan seorang pendidik merupakan hal yang sangat penting dalam proses pendidikan. Sebab salah satu faktor keberhasilan dalam mendidik adalah adanya suri tauladan itu sendiri. Bahkan dalam level tertentu keteladanan merupakan unsur utama sebelum dilakukan proses belajar. Mengapa demikian? Sebab ia sangat berpengaruh pada proses pendidikan dan dampak pendidikan bagi jiwa dan perilaku peserta didik.
Faktor keberhasilan lainnya adalah terbentuknya lingkungan, karena ia juga sangat berpengaruh terhadap kepribadian anak. Pada saat kita menyuruh peserta didik belajar namun mereka melihat lingkungan sekitarnya masih asik bermain gadget atau hal-hal yang negatif, maka mereka malah menjadi enggan. Mereka menganggap lingkungan tidak kondusif bagi proses pendidikan atau pembelajaran. Bahkan pada level tertentu mereka pun turut terjebak pada lingkungan semacam ini. Atau mungkin menjadi biang dari lingkungan yang tidak kondusif untuk belajar.
Adapun kehidupan di pesantren mengandung unsur pendidikan yang bernilai positif bagi peserta didik (santriwan/santriwati). Dari kedisiplinan dalam memanfaatkan waktu, aktivitas sehari yang terencana hingga kegiatan yang sudah diprogramkan di dalamnya. Bila peserta didik berbuat salah biasanya langsung diperingatkan bahwa itu salah dan tidak harus dilakukan.
Tujuannya jelas, supaya anak tidak mengulanginya kembali. Bila tidak diingatkan sangat berbahaya bagi proses pendidikan itu sendiri, sebab mereka akan beranggapan bahwa itu hal yang lumrah. Padahal perbuatan salah yang dibiarkan hingga dilakukan berulang-ulang akan berakibat buruk bagi kelangsungan pendidikan sekaligus akhlaknya.
Dalam lingkungan pesantren pelaksanaan etika (adab) tidak cukup dilakukan hanya dengan pembelajaran, melainkan dengan praktek dalam keseharian. Sebab dalam banyak hal, tak sedikit orang yang tahu dan pintar mengenai teori akhlak yang baik namun nihil dalam praktik. Oleh sebab itu, keberadaan dan pendidikan pesantren menjadi penting. Di sini tidak hanya diajarkan teori berakhlak baik tapi juga mengamalkannya. Sehingga para pembina dan peserta didik di pesantren selalu dibiasakan untuk belajar teori sekaligus mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pesantren berprinsipkan bahwa pendidikan memiliki orientasi lebih tinggi daripada pengajaran. Bahkan lingkup pendidikannya jauh lebih luas dibandingkan dengan pengajaran. Mengapa demikian? Karena pendidikan di pesantren meliputi keseluruhan kehidupan di dalamnya, seperti upaya mengarahkan peserta didik agar dewasa, tekad yang kuat, motivasi yang tinggi dan pembinaan sikap dan perilaku. Dengan kualitas pendidikan yang maksimal pesantren akan menghasilkan generasi-generasi yang unggul, menjadi pemimpin yang militan, dan ulama yang intelek.
Dalam pesantren, peserta didik tidak hanya dibina agar paham pada agama, tapi juga dididik agar semakin paham pada kondisi atau realitas masyarakat juga negaranya. Karena itu, mereka digembleng, dididik, diarahkan, dan dibekali mental berani, tentu dengan tetap menjaga akhlak yang mulia.
Mereka pun dididik agar menjadi pemersatu di tengah keragaman pemahaman sekaligus latar belakang umat dan diupayakan kelak menjadi pemimpin umat sekaligus bangsa yang membanggakan. Mereka menjadi pemimpin yang membanggakan karena mampu mempererat berbagai elemen yang beragam, bukan malah mencerai beraikan atau memecah belah. (*)