MAJALENGKA – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Majalengka berunjuk rasa atas kebijakan pemerintah tanggal 1 April 2022, terkait penetapan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi jenis Pertamax yang semula Rp 9 ribu perliter kini menjadi Rp 12.500 per liternya.
“Rakyat membutuhkan pemerintah pasca dilanda Covid-19 yang berkepanjangan menyebabkan krisis ekonomi, ini malah dihadapkan dengan formula kenaikan harga BBM Pertamax di tengah kelangkaan Pertalite serta penghilangan Premium,” seru Ketua Umum HMI Majalengka, Agi Muhlis Bahari saat berorasi di depan gedung DPRD Majalengka, Kamis (7/4/2022).
Agi Muhlis menyatakan, bahwa pihaknya sangat menyayangkan Pemerintah Indonesia telah mengambil keputusan yang dianggapnya tidak masuk akal karena malah menyebabkan rakyat semakin tertekan setelah berkepanjangan dilanda pandemi Covid-19.
Ia memandang, kebijakan tersebut tentunya tidak sesuai dengan wacana pemerintah sendiri mengajak masyarakat untuk memulihkan ekonomi.
HMI meminta kepada pemerintah dapat memperhatikan aspek-aspek kebutuhan masyarakat dalam rangka menyejahterakan rakyat sesuai dengan amanat UUD 1945.
“Pemerintah wajib memperhatikan kondisi ekonomi masyarakat yang saat ini belum stabil. Maka dari itu HMI Cabang Majalengka meminta agar Pemerintah mengembalikan UU No 8 Tahun 1971,” tegasnya.
Agi Muhlis menyebutkan, kenaikan harga Pertamax akan menimbulkan beberapa dampak, seperti di antaranya kelas menengah yang biasa pengguna Pertamax akan beralih ke Pertalite, dan peralihan pemakaian tersebut bisa mengakibatkan kelangkaan pasokan Pertalite.
Selain kenaikan harga BBM jenis Pertamax, HMI Cabang Majalengka juga menyoroti penetapan kenaikan PPN menjadi 11 persen yang semula 10 persen.
“Ketika PPN meningkat maka harga barang akan menjadi naik dan hal ini membuat masyarakat akan menahan belanja,” kata Agi Muhlis.
Terlebih, lanjutnya, kenaikan PPN ini masuk pada bulan Ramadhan. Ada potensi kinerja emiten tertekan dalam jangka pendek hingga menengah apabila memang pajak pertambahan nilai sudah resmi diterapkan.
Beberapa sektor yang akan terdampak kenaikan PPN seperti consumer goods dan ritel. Produk produk utama yang diproduksi serta dijual kedua sektor ini merupakan barang yang menjadi sektor objek PPN.
Menurutnya, kenaikan PPN akan menaikkan harga beras dan sembako lainnya. Sehingga dalam waktu lebih panjang kenaikan harga sembako akan mengancam ketahanan pangan, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
“Kebutuhan pangan menjadi pengeluaran terbesar. Oleh sebab itu, kenaikan PPN jika diterapkan pada produk sembako jelas akan memberatkan bagi masyarakat,” tandasnya. (hen)