Oleh: Syamsudin Kadir
(Penulis Buku Membaca Politik Dari Titik Nol)
MEMBACA politik Indonesia memang sebuah aktivitas yang rumit namun asyik. Rumit, karena permainan politik elite susah ditebak kepastiannya. Namun menjadi asyik karena siapapun dapat membaca atau menelisik dinamika politik. Dengan demikian, startegi dan aksi politik para pemain politik semakin dibaca dan membuat siapapun penasaran. Tentu ini sebuah efek ganda dari semakin dinamisnya politik Indonesia.
Bila kita menengok pemilu 2014 dan 2019, khususnya pemilu presiden atau Pilpres, dinamika politik terasa begitu kencang dan hangat. Partai politik dengan segala aksinya mempertontonkan dinamika politik yang dalam sisi tertentu membuat sebagian kita mengelus dada. Pada saat yang sama elemen masyarakat terutama yang konsen dalam isu-isu politik, atau mereka yang memberikan dukungan politik kepada tokoh tertentu pun turut menghangatkan politik Indonesia kala itu.
2014 dan 2019 sudah berlalu. Segala produk politik dan kinerja mereka yang didaulat sebagai pemenang kala itu sudah kita rasakan kini. Harga berbagai kebutuhan pokok masih saja meninggi, ekonomi masyarakat pun terus tercekik, dan kebijakan pemerintah masih dinilai tak sesuai dengan ekspetasi masyarakat luas. Apresiasi lembaga survey tentang nilai kepuasan masyarakat pada kinerja pemerintah dengan nilai “wah” dinilai hanya memuaskan pemerintah itu sendiri, bukan masyarakat.
Nah, dalam konteks ke depan, tentu kita berharap adanya sirkulasi sekaligus regenerasi kepemimpinan nasional. Mereka yang turut sebagai kontestasi pada pilpres 2024, misalnya, jangan itu-itu saja. Masyarakat bukan saja bosan melihat mereka yang kerap maju di Pilpres, tapi memang bukan saatnya mereka yang tua untuk nongkrong di panggung pencapresan 2024 nanti. Masyarakat terutama kaum Milenial dan generasi Z sebagai pemilih mayoritas menginginkan sosok-sosok baru yang manggung. Yaitu sosok-sosok yang paham zaman dan kebutuhan generasinya.
Salah satu tokoh atau figur yang mendapat dukungan besar dari masyarakat lintas latar belakang selama ini adalah Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan, yang akrab disebut dengan Anies Baswedan. Sosok yang berlatar akademisi dan penggerak berbagai gerakan sosial ini mendapat dukungan dari berbagai elemen masyarakat lintas suku, tas, agama dan profesi. Kaum emak atau emak-emak dan kaum Milenial sekaligus generasi Z yang akrab dengan media sosial pun mendukung sosok yang murah senyum ini untuk maju di Pilpres 2024.
Bila membaca berita berbagai media, Gubernur yang mendapatkan apresiasi dan penghargaan dari berbagai lembaga internasional ini juga mendapat apresiasi dari berbagai partai politik seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Nasional Demokratik (Nasdem) dan Partai Demokrat (Demokrat). Bahkan Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) juga tertarik pada sosok ini.
Di samping tentu saja basis massa Partai Gerindra pastinya simpatik pada sosok yang pernah menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini. Tentu yang cukup serius dan bisa diduga bakal mengusung Anies Baswedan untuk Pilpres nanti adalah PKS, Nasdem dan Demokrat.
Kalau membaca tren dukungan dan basis massa ketiga partai tersebut dari berbagai hasil survey dan berita media, dapat dikatakan bahwa bila saja ketiga partai tersebut mengusung Anies Baswedan di Pilpres 2024 maka ketiganya bakal meraih untung besar. Bukan saja sukses memenangkan Anies Baswedan sebagai Presiden tapi juga peroleh suara mereka bakal meningkat. Mereka yang maju sebagai calon legislatif atau caleg melalui ketiga partai ini bakal memperoleh efek suara.
Pengusungan Prabowo Subiyanto berkali-kali di Pilpres memang dapat membuatnya semakin dikenal. Hanya saja, politik tak cukup dikenal, tapi juga dipilih. Pemilih Indonesia terbiasa bosan dengan sesuatu yang berulang-ulang. Buktinya sosok yang kini menjadi Menteri Pertahanan ini mengalami kekalahan beberapa kali di Pilpres. Begitu juga pemunculan Ganjar Pranowo. Basis massanya adalah PDIP. Sementara elite PDIP pada setahun terkahir ini tak “nerimo” sosok ini di panggung pencapresan. Tentu saja peluang kalahnya jauh lebih besar.
Bila pun Gubernur Jawa Tengah ini mungkin dilamar dan menjadi sosok yang diusung oleh Koalisi Indonesia Bersatu atau KIB yang dibangun Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan PAN, tentu basis massanya tak mungkin tergoda dengannya. Sebab di PDIP ada Puan Maharani yang digadang-gadang untuk pencapresan.
Kita sangat paham betapa risaunya Megawati dan elite PDIP lainnya ketika nama Ganjar Pranowo dimunculkan untuk maju di Pilpres. Kita bisa menonton ulang “kemarahan” sebagian elite PDIP di berbagai video rekaman TV, surat kabar dan media online. Intinya, mereka tak restu Ganjar Pranowo maju di Pilpres.
Nah, inilah momentum terbaik bagi Anies Baswedan untuk maju dan didukung oleh banyak kalangan tanpa beban apa-apa selain beban untuk memimpin Indonesia menuju gerbang kejayaannya. Anies Baswedan punya banyak prestasi, kinerjanya diacungi jempol, cerdas, berintegritas dan tentu tidak pernah terlibat dalam kasus korupsi sebagai musuh utama bangsa ini.
Ia sosok yang akrab dengan semua kalangan lintas suku, ras dan agama bahkan profesi. Ia benar-benar perekat keragaman bangsa. Kalangan Milenial dan emak-emak tentu saja sangat mendukung dan siap memenangkan sosok ini pada Pilpres nanti.
Kini, kita tunggu ketegasan dan keterbukaan PKS, Nasdem dan Demokrat untuk mengusung sosok yang jago berbahasa Inggris dan Arab ini. Sebab keuntungan yang diperoleh sangat besar, termasuk perolehan suara di pemilu legislatif atau pileg pada Rabu 14 Februari 2024 nanti. (*)