GARUT – Berkaitan dengan wacana penghapusan tenaga honorer pada tahun 2023, Bupati Garut, Rudy Gunawan menyatakan, saat ini pihaknya sedang melakukan verifikasi dan validasi Data Pokok Pendidikan (Dapodik), khususnya berkaitan dengan tahun masuk tenaga pengajar honorer ke sistem Dapodik.
Menurut Rudy, wacana penghapusan tenaga honorer pada 2023 ternyata ada ketidakadilan. Ia mencontohkan, seseorang yang masuk Dapodiknya pada 2007, kemarin yang kepilih Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja PPPK (PPPK) yang masuk Dapodik 2016.
“Kami mau melakukan langkah-langkah dan kami sangat sependapat dengan komisi 1, yang sudah mengadakan beberapa kali dengar pendapat dengan dinas. Kami dari berbagai fraksi sekarang bahwa masalah itu akan kita tuntaskan,” ujar Rudy dihadapan pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Garut pada Rapat Paripurna DPRD Masa Sidang II Tahun 2022, di Ruang Rapat Paripurna DPRD Garut, Rabu (22/6/2022).
Rapat Paripurna DPRD ini dalam Rangka Pembahasan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran Tahun 2021 dengan agenda Jawaban Bupati.
Bupati mengatakan, pihaknya telah melakukan penghitungan dengan dinas terkait, bilamana kebijakan penghapusan tenaga honorer dilakukan, dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut mengalihkan tenaga honorer ke PPPK, maka Pemkab Garut harus menyiapkan pengeluaran kurang lebih Rp 300 miliar.
“Sedangkan kemarin bapak-ibu kami rapat kerja para bupati dengan menteri keuangan, kelihatannya tidak akan ada penambahan (anggaran),” ujarnya.
Merujuk PP 48 Tahun 2005 yang tidak boleh lagi ada honorer, maka pihaknya harus siap untuk membuat kebijakan anggaran. Oleh karena itu, sebelum mengajukan Kebijakan Umum Anggaran Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUAPPAS), pihaknya ingin bertemu terlebih dahulu dengan pimpinan fraksi.
“Apa yang akan dibuat kebijakan anggarannya, apakah 3.300 (honorer) ditambah yang (honorer) Satpol PP dan yang ini (lain-lain), ini kan harus dibuat dalam bentuk komitmen dulu, sebelum kita mengajukan KUAPPAS, karena ini berpengaruh besar hampir dengan 300 miliar rupiah, sehingga kemampuan fiskal kita untuk membangun sangatlah tidak memungkinkan,” lanjutnya.
Ia menilai, wacana terkait penghapusan tenaga honorer ini harus mendapatkan perhatian yang sangat serius.
“Tapi kalau itu tidak dilakukan kami pun sudah diwarning Kementerian Dalam Negeri, bahwa Permendagri tentang pedoman penyusunan APBD tidak memperbolehkan lagi daerah menganggarkan selain daripada PPPK dan ASN, jadi ini harus mendapatkan perhatian yang sangat serius, karena apapun dan bagaimanapun jumlahnya ini sangat signifikan,” tandasnya. (jam)