INDRAMAYU – Mahasiswa STKIP Yasika Majalengka Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) yang dipersiapkan untuk menjadi tenaga pendidik profesional di bidang bahasa dan sastra Indonesia, sejak dini terus digembleng dengan berbagai ilmu pengetahuan yang sesuai dengan bidangnya.
Salahsatu yang diperdalam para mahasiswa dari Prodi PBSI tersebut adalah mengenai sastra lisan yang dalam perkuliahannya para mahasiswa dikenalkan dengan budaya, tradisi dan hal-hal yang masih dipegang teguh kelompok-kelompok tertentu di masyarakat seperti masyarakat Suku Dayak Hindu Budha Segandu yang terletak di Desa Krimun, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang adat, budaya dan tradisi yang masih dipegang teguh masyarakat adat Kampung Dayak Losarang, mahasiswa semester VII kekas Virtual dan kelas RPL (Rekognisi Pembelajaran Lampau) melakukan observasi ke Kampung Dayak Losarang, pada hari Sabtu dan Minggu (24-25/9/2022).
Kunjungan observasi ke Kampung Dayak Losarang langsung dipimpin oleh dosen pengampu Mata Kuliah Sastra Lisan, Taiman, M.Pd dan Kepala Biro Administrasi Umum dan Kepegawaian, Waska Eko, S.Ag, Staf Unit Pelaksana Teknis Promosi dan Penerimaan Mahasiswa Baru, Maman Suparman, M.MPd serta Staf Akademik, Kemahasiswaan dan Alumni Prodi PBSI, Asep Supriatin, S.Pd.
Kehadiran para mahasiswa STKIP Yasika Majalengka langsung diterima langsung oleh Pemangku Adat Kampung Dayak Losarang, Ki Takmad dan juru bicaranya, Wardi. Sebelum berdialog terkait berbagai hal, para mahasiswa terlebih dulu dikenalkan dengan lingkungan Kampung Adat Dayak Losarang yang keberadaannya tepat di sekitar masyarakat Desa Krimun dan tidak jauh dari jalur utama Jalan Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat, Kabupaten Indramayu.
Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu yang biasa disebut Suku Dayak Losarang adalah sekelompok komunitas lokal yang mempercayai suatu ajaran bersama yang didirikan sejak tahun 1970 oleh Takmad Diningrat. Anggota kelompok kepercayaan ini diklaim berjumlah ribuan yang anggotanya berasal dari berbagai macam daerah, seperti Subang, Cirebon hingga Jawa Timur.
Suku Dayak Losarang sama sekali tidak berhubungan dengan Suku Dayak di Kalimantan, mereka murni terbentuk sebagai kelompok berbasis kepercayaan terhadap keyakinan atau “agama” tertentu dimana “agama” tersebut tidak termasuk dalam enam agama yang diakui di negara Indonesia yaitu Islam, Kriten Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu.
Juru bicara Suku Dayak Losarang, Wardi, saat berdialog dengan para mahasiswa STKIP Yasika Majalengka menjelaskan, kelompok masyarakat Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Losarang, Indramayu secara formal tidak memiliki identitas legal seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP). Dan masyarakat Suku Dayak Losarang juga tidak terafiliasi kedalam salahsatu agama yang diakui oleh negara, tetapi bukan berarti mereka menentang negara dan pemerintah.
“Masyarakat Suku Dayak Losarang masih merasa bagian dari warga negara Indonesia, hanya memiliki cara pandang lain dalam melihat cara hidup,” ujarnya.
Lebih jauh dikatakannya, masyarakat Suku Dayak Losarang hidup tenang bersama alam sekitar dengan keyakinan bahwa tujuan hidup manusia di dunia untuk berbuat kebaikan, tidak boleh menyakiti yang lain, tidak memakan makanan yang berasal dari mahluk yang bernyawa, melakukan ritual seperti pada malam Jum’at Kliwon, puasa 40 hari seperti halnya puasa umat Islam tetapi berbukanya hanya dengan air yang direbus, makan daun daunan yang tidak boleh dipetik sendiri dan tengah malam sampai pagi jam 06.00 berndam di air, siang hari berjemur dan tidur sambil duduk atau tidak boleh sambil berbaring.
Dijelaskan Wardi, dalam keseharian warga kelompok Dayak Losarang beraktivitas sama dengan warga lain untuk mencari nafkah dengan cara yang halal. Hanya saja kebanyakan dari anggota Suku Dayak Losarang hidup dari hasil bertani atau berkebun yang semua itu dilakukan agar mereka tidak bergantung kepada orang lain karena alam sudah menyediakan segalanya, tinggal warganya saja mencari untuk bekal kehidupan sehari-hari.
Sementara itu dosen pengampu mata Kuliah Sastra Lisan, Taiman, M.Pd mengatakan, tujuan kunjungan observasi para mahasiswa ke Suku Dayak Losrang antara lain untuk menambah wawasan, ilmu pengetahuan dan pengalaman tentang tradisi, budaya dan adat yang dipegang teguh Suku Dayak Losarang.
“Hasil dari kunjungan observasi tersebut selanjutnya akan dijadikan sebuah karya tulis ilmiah atau jurnal yang dapat menambah khazanah kekayaan intelektual, ilmu pengetahuan yang dapat dibaca dan dilihat oleh masyarakat,” kata Taiman. (eko)