Oleh: Syamsudin Kadir
(Penulis Buku Merawat Indonesia)
SALAH satu kunci keberlangsungan dakwah adalah kaderisasi sekaligus regenerasi. Hal ini menjadi penting, sebab perjalanan dakwah mesti terus berlanjut beriringan dengan perjalanan waktu. Maka elemen muda perlu menjadi perhatian dan mendapatkan pembinaan dalam berbagai sisinya. Instrumen kaderisasi dai bukan saja aspek pengetahuan ibadah ritualnya tapi juga amal sosialnya. Termasuk keterampilan menulis, berkomunikasi dan bernarasi di tengah dinamika masyarakat juga menjadi instrumen yang benar-benar bisa dimanfaatkan dengan baik. Bukan saja untuk mengokohkan kaderisasi dan regenerasi tapi juga untuk menjaga eksistensi sekaligus syiar dakwah Islam di tengah masyarakat yang beragam latar belakang.
Diantara hal penting yang dilakukan oleh Pak Dr. Mohammad Natsir dan kawan-kawannya dulu adalah aktif menulis dan menjadi narasumber di berbagai forum. Mereka aktif membaca berbagai bacaan tentang beragam tema dan isu. Sehingga gagasan dan pemikirannya selalu relevan dan tidak kaku bila dihadapkan dengan berbagai pemikiran destruktif seperti sekularisme, liberalisme dan pluralisme yang kala itu sudah menjamur.
Bahkan Pak Dr. Mohammad Natsir sendiri menulis untuk berbagai media, terutama majalah. Beliau juga aktif menulis makalah bila menjadi narasumber di berbagai momentum. Sehingga Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII, Dewan Dakwah) organisasi yang dipimpinnya semakin dikenal dan dirindui kehadirannya oleh banyak kalangan.
Bahkan tokoh-tokoh dan dai-dainya menjadi teladan dan tempat bertanya masyarakat tentang banyak hal. Sekadar contoh, selain Dr. Mohammad Natsir, juga ada Dr. H. Rasjidi, Dr. Anwar Haryono, H. Affandi Ridwan, KH. M. Cholil Badawi, H. Hussein Umar, KH. Syuhada Bahri, KH. Mohammad Siddiq dan belakangan ini Dr. Adian Husaini. Kita bisa membaca berbagai literatur terutama majalah kala itu, bisa dipastikan penulisnya adalah tokoh-tokoh Dewan Dakwah.
Belakangan, apa yang dilakukan oleh para tokoh pendahulu juga dilanjutkan oleh para tokoh selanjutnya. Misalnya yang tergolong aktif dan sangat produktif menulis artikel dan buku adalah Dr. Adian Husaini. Di samping aktif mempublikasi gagasan dan pemikirannya di media sosial seperti YouTube, Facebook dan sebagainya.
Pada era media yang terus menjamur seperti saat ini dakwah bil hal (seperti keteladanan, praktik langsung) adalah penting, agar semakin mudah bagi masyarakat untuk memahami banyak hal, termasuk mengenal Dewan Dakwah bahkan bergabung sekaligus berperan aktif di dalamnya. Namun pada saat yang sama munculnya berbagai macam media juga dapat dijadikan media untuk berdakwah sekaligus media kaderisasi yang efektif. Mungkin tidak seketika jadi, namun pada aspek pengetahuan dakwah melalui media digital, misalanya, dapat mempermudah generasi muda dan masyarakat pada umumnya untuk mendapatkan berbagai ilmu pengetahuan, informasi dan gagasan dalam beragam tema juga pembahasan.
Di sinilah pentingnya para tokoh dan da’i Dewan Dakwah menjadi narasumber sekaligus produser konten media. Saat ini ada begitu banyak jenis media yang bisa dijadikan media dakwah, baik yang berkategori media massa maupun media online juga media sosial. Semua ini bisa dimanfaatkan secara optimal dalam rangka menyebarkan nilai-nilai sekaligus konten-konten positif dalam beragam tema, terutama yang berkaitan dengan fokus Dewan Dakwah selama ini seperti dakwah, pendidikan, sosial dan sebagainya. Dengan demikian, mengisi konten media dengan konten yang positif dan berkualitas menjadi penting.
Kita mesti menyadari betapa peranan da’i, terutama Dewan Dakwah di sektor media masih sedikit. Sekadar contoh, yang aktif menulis di berbagai surat kabar dan media online hanya beberapa orang saja, diantaranya Ketua Umum Dewan Dakwah Dr. Adian Husaini. Padahal di Dewan Dakwah banyak akademisi, penceramah, guru dan sebagainya. Mereka memiliki ilmu pengetahuan, berwawasan luas dan berpengalaman di medan dakwah. Sebetulnya kondisi demikian sangat memungkinkan mereka untuk memanfaatkan media yang ada sebagai upaya publikasi, pencerahan dan serupanya.
Para dai yang mengambil peranan di media belum terlalu banyak, sehingga yang dominan adalah media non dakwah yang pada sebagiannya cenderung destruktif dan menghambat dakwah. Memang mengisi konten media dengan konten dakwah bukan satu-satunya instrumen berdakwah, tapi pada era media semacam ini bila tak ada upaya mengisi media dengan konten-konten yang mengandung kebaikan atau konten dakwah maka media bakal terisi oleh hoax, caci maki, hina menghina, bahkan konten anti dakwah dan melecehkan agama Islam.
Maka inisiasi untuk mengisi konten media, terutama media sosial dengan konten positif termasuk yang bernyawa dakwah menjadi relevan dan benar-benar perlu menjadi ikhtiar yang layak dijalankan ke depan. Para tokoh dan da’i Dewan Dakwah perlu meningkatkan keterampilannya di aspek kepenulisan atau tulis menulis, komunikasi dan bernarasi. Sehingga bisa disalurkan di berbagai media sosial seperti Instagram, Facebook, group WhatsApp, YouTube, Website, dan sebagainya.
Kebenaran agama Islam mesti disampaikan dengan baik dan terus menerus melalui media semacam itu. Sebab, mesti diakui sumber daya kita untuk melakukan kaderisasi dan dakwah secara langsung, dalam hal ini bertatap muka atau bertemu langsung, sangatlah tidak memadai. Terutama karena waktu, jarak dan sebagainya yang belum cukup efektif untuk konsolidasi dan serupanya.
Dewan Dakwah yang lahir 26 Februari 1967 silam dan akrab dengan tiga poros utama: pesantren, masjid dan kampus, sejatinya memiliki instrumen untuk memanfaatkan berbagai media yang ada sebagai media dakwah yang efektif dan produktif. Kuncinya adalah kemauan yang kuat untuk memanfaatkannya dengan baik.
Karena itulah kemampuan menulis, berceramah, bernarasi dan sebagainya menjadi hal yang tak bisa dianggap sepele lagi. Kanal-kanal media yang ada terutama media online dan media sosial mesti menjadi medan dakwah yang perlu diperhatikan oleh Dewan Dakwah. Pentingnya dakwah media semakin menemukan konteksnya karena anak-anak muda cenderung bahkan dominan mengakses media. Jadi, selain dakwah di jalur pesantren, kampus dan masjid, dakwah jalur media juga penting! (*)