Oleh: Syamsudin Kadir
Penulis Buku “Merawat Indonesia”
SUATU ketika seorang teman bertanya kepada saya begini, “Mas, bagaimana sih membagi waktu untuk menulis satu artikel sehingga layak dipublikasi di surat kabar atau media online?”. Teman saya yang lain menyampaikan bahwa menulis itu sulit, lalu yang lain ada juga menyampaikan bahwa menulis itu mudah dan semua orang bisa menulis. Dan masih banyak lagi komentar dan pernyataan lainnya.
Menjawab dan mengomentari hal semacam itu tentu butuh kesabaran. Namun kesabaran saja tak cukup, sebab yang diperlukan adalah jawaban dan penjelasan yang utuh dan bisa diterima. Saya sendiri baru belajar menulis dan karya tulis saya pun masih sedikit. Bahkan setahu saya karya tulis saya baru dimuat di beberapa surat kabar dan media online, termasuk buku saya baru 48 judul buku.
Bagi siapapun yang baru belajar atau pemula dalam dunia kepenulisan seperti saya, perlu menyadari bahwa dunia kepenulisan adalah dunia yang penuh pengorbanan. Waktu, tenaga dan pemikiran pasti dikorbankan untuk menulis atau menghadirkan sebuah tulisan. Jangan kan menulis satu judul buku yang layak terbit, menulis satu artikel yang layak dimuat di surat kabar atau koran dan media online saja butuh pengorbanan yang tak sedikit.
Sebelum menulis, penulis mesti menyusun kerangka atau outline tulisan. Adanya kerangka dapat memudahkan penulis menyusun tulisan. Ia pun dipaksa untuk menyusun target dan fokus tulisan. Bukan saja tema atau kontennya tapi juga fokus pembahasannya, lalu bagaimana menghadirkan sebuah tulisan itu sendiri. Penulis bukan saja mesti aktif membaca referensi dan membagi waktu tapi juga perlu memiliki keterampilan menulis. Sekali lagi, di sini butuh keterampilan: kejelian dan ketelatenan!
Kita mungkin hanya bisa menikmati sebuah tulisan, kontennya sesuai dengan selera kita, tapi jarang sekali memikirkan bagaimana sang penulis melahirkan tulisan yang kita baca. Padahal betapa sulitnya menulis sesuatu yang layak dibaca. Sistematika atau runut adalah sesuatu yang diperlukan dalam sebuah tulisan. Hal ini sangat ditentukan oleh kemampuan penulis dalam meracik ide ke dalam tulisan. Sebab di sini bukan saja ide yang menarik tapi juga cara mengungkapkannya juga mesti menarik.
Sangat wajar bila ada yang mengungkapkan bahwa setiap abjad adalah kekuatan. Bila jadi kata, kalimat dan paragraf bahkan buku maka abjad menjadi kekuatan besar. Karena memang tulisan diramu dari berbagai perspektif, pengorbanan waktu dan tenaga, di samping kemampuan untuk menulis itu sendiri. Waktu tidur dikorbankan untuk sekadar menghasilkan tulisan pendek, apalah lagi tulisan panjang, tentu butuh waktu yang juga panjang. Sebab tak semua yang hebat berbicara bisa menulis. Sangat wajar bila tulisan itu mahal. Apalah lagi bila melahirkan tulisan butuh tenaga, waktu dan pemikiran, juga keterampilan, maka tulisan pun menjadi mahal.
Bagi yang beranggapan bahwa menulis itu mudah, silahkan menulis satu paragraf, atau sehalamaan ukuran kertas A4 saja, bisa dalam bentuk artikel juga, lalu rasakan susah dan lelahnya. Bila dialami secara langsung bakal terasa bahwa ternyata sangat nyata dan benar menulis itu berat dan layak dibayar mahal. Ini bukan soal berapa materi yang diterima, tapi tentang penyadaran diri betapa kreatifitas itu mahal dan pantas dihargai. Bila ada yang berpikir atau bertindak merendahkan karya tulis, maka sesungguhnya ia sedang menghina dirinya sendiri!
Menulis adalah memproduksi karya tulis yang terakumulasi dari ide yang berserakan. Di sini penulis mesti mampu membaca dan memahami bahkan menganalisa apakah idenya layak ditulis atau tidak. Di sini waktu istirahat pasti dikorbankan, tenaga juga dikorbankan. Bukan sedikit tapi banyak. Jiwa dan raganya mesti terlibat dalam menyusun kata-kata hingga menjadi satu karya yang layak dan enak untuk dibaca. Bila pun dihargai dengan materi atau uang maka sesungguhnya uang sebesar apapun tak mampu menyeimbangi mahalnya karya tulis. Singkatnya, menulis itu berat dan layak dibayar mahal! (*)