Oleh: Syamsudin Kadir
(Penulis Buku “Merawat Indonesia”)
BELAKANGAN ini, terutama setelah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi semakin geliat, berbagai pemberitaan dalam beragam tema pun nyaris mendominasi konten media digital kita. Selain media online, media sosial pun menjadi ruang ekspresi baru bagi siapapun, tak ada batasan usia dan latar belakang. Semuanya aktif bermedia dan membincang berbagai hal yang sebagiannya berdampak buruk bagi generasi baru Indonesia. Tentu di samping adanya konten yang bernilai positif. Hanya saja dari sisi vitalitas, kadang yang negatif itulah yang lebih hot di pemberitaan.
Diantara konten yang kerap menjadi perbincangan dan mendapat respon publik terutama netizen adalah berita perihal anak-anak usia pelajar dan muda (milenial) yang terlibat berbagai pelanggaran atau kriminal. Dari pembunuhan dan pemerkosaan hingga perampokan dan tauran. Generasi yang secara demografi mencapai lebih dari 50% dari total penduduk Indonesia sekitar 280 juta jiwa itu pun dicap buruk dan tak bisa menjadi tumpuan masa depan bangsa lagi. Seakan-akan mereka bagai koruptor kakap yang sebagian besar berasal dari partai politik itu. Padahal mereka atau para pelajar dan kaum muda itulah yang aktif menjaga wibawa dan martabat negeri ini di mata dunia.
Kalau mau jujur, pada dasarnya ada banyak generasi baru Indonesia yang hebat dan terdidik. Mereka bukan saja jenial pada aspek pengetahuan dan inovasi tapi juga pada moral dan adab. Mereka bukan saja jago sekaligus akrab dengan kitab suci tapi juga Pancasila dan berbagai peraturan perundang-undangan terutama konstitusi. Mereka memang punya selera dan dunianya sendiri, namun tidak semua mereka menjadi pelanggar hukum atau langganan tindakan kriminal. Mereka masih punya nurani dan impian bagi masa depan Indonesia yang lebih baik dan maju.
Bahkan sebagian besar mereka juga sangat cerdas berteori dan apik beramal atau mengeksekusi kegiatan produktif dan positif bagi diri, keluarga dan masyarakat luas. Mereka aktif di berbagai komunitas dan melek dengan perkembangan sekaligus dinamika bangsa. Mereka adalah harapan baru Indonesia. Jadi, terus lakukan penguatan dan optimis tentang masa depan negeri yang kita cinta. Jangan pernah sediakan sedikit ruang dan waktu bagi pesimisme yang hanya akan membuat kita kehilangan jejak dan langkah untuk melakukan kerja-kerja besar.
Bila selama ini berbagai media massa dan media online belum begitu bersemangat untuk memberitakan generasi jenial semacam itu, maka itu pertanda kita sendirilah yang memberitakannya. Setiap kita rerata memiliki akun media sosial. Biarkan media sosial milik kita sebagai corong paling aktif yang menyampaikan ke masyarakat luas bahwa sejatinya masih ada bahkan sebagian besar generasi muda Indonesia masih terjaga, terdidik dan produktif. Mereka hanya perlu waktu, sebab bila momentum itu tiba maka mereka bakal menjadi kekuatan baru yang akan terus merawat Indonesia.
Memang ada saja diantara mereka yang terjebak pada berbagai kasus hukum yang tak bermutu. Tapi itu hanya sebagian kecil dari jutaan generasi hebat yang dimiliki Indonesia. Mungkin mereka belum terjamah oleh program pemerintah dan anggaran negara (APBN dan APBD), tapi mereka memiliki kepedulian yang tinggi bagi negeri ini.
Mereka kreatif dan inovatif, bahkan sebagian mereka menjadi owner berbagai usaha, terutama yang berbasis digital. Sekali lagi, kitalah yang perlu dan layak memberitakan kepada seluruh penghuni negeri dan dunia bahwa mereka masih menjadi obor penerang sekaligus pembawa optimisme bagi Indonesia, kini dan nanti. (*)