CIREBON, fajarsatu.com – Banjir yang masih sering terjadi di wilayah Kota dan Kabupaten Cirebon selama ini tidak pernah ada penyelesaian secara tuntas. Apalagi dampak dari banjir warga mengalami kerugian, seperti warga kesulitan beraktifitas dan barang barang rumah tangga menjadi rusak.
Menyikapi hal ini, Sekjen Partai Gelora, H. Mahfuz Sidik mengatakan, masih berlangsung musim hujan tentu saja menjadi catatan bagi masing-masing kepala daerah untuk melakukan evaluasi terhadap kondisi daerahnya, mulai dari infrastruktur jalan hingga sistem drainase atau irigasi.
Karena, lanjut Mahfuz, di wilayah Kota dan Kabupaten Cirebon masih sering terjadi Banjir, ketika terjadi banjir maka yang menjadi pertanyaan sederhana bagaimana sistem drainase apakah masih berfungsi dengan baik atau tidak. Pertumbuhan sektor perumahan baik di Kota dan Kabupaten, maka harus dibarengi dengan sistem drainase yang baik. Tidak sedikit drainase di lingkungan sekitar yang membutuhkan perbaikan justru dibiarkan begitu saja.
“Drainase hanya sebatas drainase tanpa ada pengecekan kembali apakah masih berfungsi dengan baik atau tidak,” kata Mahfuz. Bacaleg DPR RI Dapil VIII Cirebon dan Indramayu ini, Jumat (31/3/2023).
Ia menambakan, penanganan banjir tidak lepas dari penanganan mulai dari hulu (Kuningan) hingga hilir (Cirebon). Ketika di hilir dilakukan penataan sistem drainase, maka di hulu juga mesti melakukan penataan lingkungan dengan baik, penghijauan mesti tertata sehingga ketika terjadi hujan intensitas tinggi air hujannya bisa terserap ke tanah dengan baik, akan tetapi ketika penghijauan tidak berjalan dengan baik maka air hujan akan dengan mudahnya langsung mengalir ke hilir dan ini berdampak bagi masyarakat di wilayah hilir (Cirebon).
Menurut Mahfuz, perlunya evaluasi total terkait drainase di wilayah Cirebon. Balai besar wilayah sungai (BBWS) Cimanuk Cisanggarung secara Berkelanjutan mesti mengecek kondisi sungai-sungai. Ketika terjadi sedimentasi tinggi dan berdampak terjadinya banjir maka mesti segera dilakukan. Walaupun penanganan seperti ini mestinya dilakukan saat musim kemarau, dan hasilnya akan terlihat saat musim hujan apakah banjir atau tidak.
“Penanganan banjir itu mestinya dilakukan saat musim kemarau, bukan pada saat musim hujan terjadi banjir baru ditangani,” tandasnya.
Disinggung perihal alokasi anggaran, Mahfuz menilai, Pemeringah daerah melalui tim perencana tata kota dan wilayah bisa menghitung langsung, meski anggaran untuk itu cukup besar tapi ketika peruntukkan mencegah banjir dan mencegah kerugian masyarakat lebih besar maka anggaran berapapun bukan persoalan.
Kalaupun APBD tidak mampu, maka pemerintah daerah bisa mengajukan ke Pemerintah pusat melalui APBN, dan menuju kearah sana perlu goodwill pemerintah daerah menangani persoalan infrastruktur.
Dikatakan Mahfuz, jika tidak dilakukan perbaikan drainase justru dampak kerugian masyarakat kedepannya akan semakin besar.
Mahfuz Sidik bahkan mendorong bacaleg dan kader Partai Gelora untuk turun ke lapangan membantu warga korban banjir, karena kerja-kerja konkrit seperti inilah yang dibutuhkan masyarakat. Setidaknya ikut berempati membantu warga terdampak banjir dengan bergotong royong.
“Core Value bangsa Indonesia itu gotong royong,” pungkasnya. (*)