Oleh: Syamsudin Kadir
Penulis Buku “Melahirkan Generasi Unggul”
HARI ini kita sudah memasuki tanggal 2 Juni 2023. Pada sebulan yang lalu, tepatnya 2 Mei 2023 bertepatan dengan bahkan kerap dirayakan sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Sebuah momentum untuk membangun kembali kesadaran kolektif kita betapako pentingnya pendidikan bagi kehidupan sebuah bangsa dan negara, dalam hal ini Indonesia. Bahkan dalam pembukaan konstitusi negara atau UUD 1945 secara tegas disebutkan tujuan kita bernegara, salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Bila kita telisik UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi secara tegas dan jelas disebutkan tujuan pendidikan nasional dan tinggi kita yaitu membentuk peserta didik atau generasi yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia. Pada dasarnya ada beberapa poin penting lain yang disebutkan pada kedua UU tersebut, namun yang paling pokok adalah iman, taqwa dan akhlak mulia. Ketiganya merupakan elemen penting dalam pendidikan, termasuk dalam agama Islam.
Bila kita telisik lebih mendalam lagi, hal ini sesuai dengan lima sila pada Pancasila seperti yang telah dirumuskan sekaligus ditetapkan oleh para pendiri negara ini. Dimana kelimanya berdimensi ketuhanan (al-Ilahiyah, Allah), kemanusiaan (al-insyaniyah), persatuan (al-wihdah), musyawarah (al-musyawarah), dan keadilan sosial (al-adl al-ijtimaiyah). Kelima dimensi tersebut merupakan transmisi kebangsaan atau kontekstualisasi atas prinsip dan nilai-nilai dasar sekaligus sosial dalam Islam.
Bahkan kata-kata kunci dalam Pancasila sebagaimana yang juga diadaptasi sekaligus diafirmasi dalam kedua UU di atas merupakan terminologi sekaligus warisan penting Islam dalam konstitusi negara kita. Diantara kata kunci yang dimaksud adalah al-Ilahiyah, al-insaniyah, al-adl, al-adab, al-wihdah, al-muyawarah, al-hikmah, al-ijtimaiyah, ra’yah, dan sebagainya. Hal ini sangat wajar karena tim perumus konstitusi atau pendiri negara ini diantaranya adalah ulama.
Karena itu, Hardiknas hari ini adalah momentum untuk mengevaluasi dan membenahi perjalanan pendidikan kita selama ini. Bila merujuk kepada fungsi sekaligus peranan pendidik perspektif al-Quran, maka kita menemukan beberapa diantaranya seperti yang tertera pada al-Quran, “Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. al-Jumu’ah: 2)
Jadi fungsi dan peranan pendidik yang paling utama adalah (1) transformasi ilmu pengetahuan (2) pembentukan moralitas dan karakter, dan (3) penumbuhan potensi dan pematangan keterampilan. Bingkai penting yang menjaga ketiga hal tersebut adalah akhlak mulia atau dalam bahasa yang lain disebut juga adab. Adab adalah kemampuan untuk menempatkan dan memfungsikan sesuatu atau apapun sesuatu dengan martabatnya. Sehingga adab bukan sekadar kepada sesama manusia dan lingkungan, tapi juga kepada Allah, nabi dan rasul Allah, kitab Allah dan sebagainya, termasuk adab kepada diri sendiri.
Orang yang beradab selalu berupaya berlaku adil dan profesional dalam segala sisinya. Bila ia seorang kepala keluarga, maka ia selalu berupaya untuk menjadi kepala keluarga yang layak diteladani. Bila ia seorang birokrat, maka ia selalu berupaya untuk menjadi birokrat yang jujur dan profesional. Bila ia seorang pejabat pemerintahan, maka ia selalu berupaya untuk memimpin dengan adil dan amanah serta tidak diskriminatif kepada siapapun. Bahkan bila ia seorang profesional di bidang apapun, maka ia selalu berupaya agar mampu menjalankan tugas dan fungsinya dengan sebaik dan seprofesional mungkin.
Islam adalah satu-satunya agama Allah yang diturunkan ke bumi. Seluruh nabi dan rasul adalah beriman dan muslim, dari Adam hingga Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka adalah utusan sekaligus hamba Allah yang bertauhid, satu-satunya Tuhan yang mereka sembah adalah Allah. Sebab menyembah selainnya adalah sebuah bentuk kemusyrikan yang paling nyata sekaligus bertentangan dengan Wahyu yang mereka terima. Mereka telah melalui proses pendidikan langsung dari Allah dengan kurikulum paripurna dari Allah berupaya Wahyu yang berisi ajaran-ajaran mulia.
Pada era kekinian termasuk dalam dunia pendidikan modern, pendidikan keluarga kerap tidak punya porsi yang cukup untuk diperbincangkan, bahkan terkesan dikesampingkan. Padahal pendidikan model ini sudah ada jauh sebelum adanya berbagai jenjang dan bentuk lembaga pendidikan modern. Para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah generasi yang dibina dan dididik melalui pendidikan keluarga, dimana sebagiannya dididik langsung oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sehingga lahirlah generasi terbaik yang pernah ada di muka bumi ini.
Itulah generasi sahabat yaitu generasi yang disebut sebagai “sebaik-baik manusia” (khairun naas). Generasi ini adalah produk pendidikan terbaik, yang dididik langsung oleh guru terbaik (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) dan dididik dengan kurikulum terbaik. Madinah adalah embrio peradaban besar kala itu, yang kemudian tersebar ke seluruh penjuru dunia. Generasi ini memiliki budaya literasi yang sangat tinggi: mencintai ilmu dan sangat bersemangat dalam mengamalkan ilmu, bahkan berlomba-lomba menghafal, mencatat, dan juga mengamalkan ilmu-ilmu yang mereka dapat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam secara langsung atau tidak langsung.
Dalam konteks kekinian dan ke depan, jika kita ingin membangun peradaban mulia dan maju, maka budaya literasi seperti inilah yang perlu ditumbuhkan di tengah masyarakat kita. Tentu budaya literasi yang beradab. Sebab yang dibangun oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya adalah budaya literasi yang beradab, yang berbasis kepada nilai-nilai Tauhid dan menempatkan manusia di tempat yang mulia, sebagai hamba Allah dan memimpin di bumi (khalifatullah fil-ardh). Itulah makna dan peranan serta orientasi pendidikan yang sesungguhnya, yaitu membentuk manusia agar menghamba kepada Allah dan mengajak manusia sebanyak-banyaknya untuk menghamba kepada-Nya. (*)