Oleh: Syamsudin Kadir
Penulis Buku “Aku, Dia & Cinta”
BEGILAH pemandangan indah nan cantik menjelang dan setelah shalat magrib di Pelabuhan Sape, Kabupaten Bima, NTB. Ya, foto-foto yang saya lampirkan pada tulisan ini adalah pemandangan inspiratif di pelabuhan Sape pada saat saya kunjungi kali ini. Bila saja kamera handphone atau HP saya lebih berkualitas dari yang saya pakai, tentu hasil potretannya jauh lebih bagus. Dan tentu saja membuat siapapun di luar sana semakin penasaran dan ingin menyusul datang.
Sekadar mengingat kembali kenangan puluhan tahun silam. Seingat saya, pertama kali saya menginjakan kaki di tempat ini adalah pada tahun 1996 silam. Saat saya berangkat melanjutkan pendidikan MTs dan Aliyah ke Pondok Pesantren Nurul Hakim di Kediri, Lombok Barat, NTB. Tahun berikutnya hingga 2013 pun saya kerap melewati pelabuhan penghubung antar provinsi NTB dan NTT ini. Baik ketika pulang kampung ke Manggarai Barat maupun sebaliknya ke Jawa Barat atau Jakarta.
Sejak Senin 29 Mei 2023 lalu saya menetap di pelabuhan ini. Sudah beberapa hari saya menikmati suasana khas pelabuhan Sape. Awalnya saya mendapat kabar bila kapal penyeberangan Sape-Labuan Bajo selalu ada, ternyata saya mendapatkan kabar yang keliru. Menurut kabar dari warga yang hidup di sekitaran pelabuhan, kapal penyeberangan Sape-Labuan Bajo adanya hari Kamis 1 Juni 2023. Awalnya mengelus dada, namun belakangan saya memilih menggoyangkan jari, ya menulis beberapa artikel pendek.
Hari ini Rabu 31 Mei 2023, menjelang dan setelah shalat magrib saya sengaja berjalan di sekitaran pelabuhan, tentu setelah sebelumnya menikmati ikan bakar yang saya nikmati di sebuah rumah makan yang tak jauh dari mulut pantai. Ada banyak titik pemandangan yang seharusnya saya dokumentasikan. Hanya saja keinginan saya dibatasi oleh keinginan lain: menulis tulisan ini dan beberapa tulisan lain yang insyaa Allah akan saya publikasikan nanti di blog dan akun Facebook saya.
Seingat saya, pelabuhan ini dulunya belum semewah sekarang. Masih banyak batu krikil, jalan masih berlubang, dan sampah yang masih berserak di mana-mana. Sekarang saya saksikan sudah mulai dibenahi. Tempat parkir yang dulunya belum begitu rapih, sekarang cukup rapih. Walaupun idealnya menggunakan aspal sehingga tidak mudah rusak dan berlubang. Sampah juga sudah mulai dibersihkan. Walau begitu, sampah yang ada di mulut pantai masih terlihat jelas. Pihak berwenang perlu menyediakan tempat sampah yang layak di tempat ini.
Bila pelabuhan ini ditata dan dirawat lebih serius lagi, nama bisa dikatakan ia menjadi destinasi baru bagi para pengunjung. Misalnya, tempat parkir dibeton dan diaspal, setiap pagi atau sore disiram pakai air laut yang ada di sekitar lokasi, dan ini yang paling penting ada tim khusus yang menjaga kebersihan sekaligus memastikan di sekitaran pelabuhan benar-benar aman dan nyaman bagi siapapun terutama para pengunjung dan penumpang yang hendak menyebrang atau baru sampai pelabuhan.
Ya, ada banyak perubahan yang terjadi pada pelabuhan paling ujung pulau Sumbawa ini. Para pedagang pun menempati tempat yang sudah disediakan dan berjejer rapih. Tidak seperti dulu, masih ada pedagang kaki lima yang turut meramaikan pelabuhan namun kerap merusak pemandangan dan kenyamanan para penumpang di pelabuhan ini. Sekali lagi, sekarang lebih rapih dan tertib. Kalau saja lampu penerangannya lebih terang dan banyak, maka pemandangannya jauh lebih indah lagi. Semoga kita semua mampu merawat pelabuhan ini seperti kita merawat diri kita sendiri! (*)